tirto.id - Lima orang mantan petinggi PT Waskita Karya (Persero) didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp202,296 miliar karena membuat 41 kontrak pekerjaan fiktif.
Kelima orang tersebut adalah mantan Kepala Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II PT Waskita Karya 2008-2011 Desi Arryani, mantan Kepala Proyek Pembangunan Kanal Timur – Paket 22 PT Waskita Karya Fathor Rachman, bekas Kepala Bagian Pengendalian II Divisi II PT Waskita Karya Jarot Subana, bekas Kepala Proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir Fakih Usman dan bekas Kepala Bagian Keuangan Divisi Sipil III PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar.
"Terdakwa I Desi Arryani, bersama-sama dengan terdakwa II Fathor Rachman, terdakwa III Jarot Subana, terdakwa IV Fakih Usman dan terdakwa V Yuly Ariandi Siregar melakukan pengambilan dana dari PT Waskita Karya (Persero) melalui pekerjaan subkontraktor fiktif untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran PT Waskita Karya (Persero) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pada 2009-2013," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ronald F Worotikan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (10/12/2020), seperti dilansir Antara.
Divisi Sipil diubah menjadi Divisi III kemudian diubah menjadi Divisi II PT Waskita Karya yang bertugas untuk melakukan pekerjaan pembangunan proyek konstruksi/infrastuktur berskala besar yaitu di atas Rp100 juta dengan menggunakan teknologi tinggi dan wilayah kerjanya mencakup seluruh Indonesia dengan proyek-proyek meliputi pembangunan bandara, jembatan, jalan tol, normalisasi sungai, bendungan dan pelabuhan.
"Pada Desember 2009 di kantor pusat PT Waskita Karya, terdakwa III Jarot Subana menyampaikan kepada terdakwa I Desi Arryani selaku Kepala Divisi Sipil tentang kebutuhan penyediaan dana non budgeter untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran PT Waskita Karya di antaranya untuk pemberian 'fee' kepada subkontraktor, pemberian kepada pejabat Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II dan pemilik pekerjaan serta pihak-pihak lainnya, pembelian peralatan yang tidak tercatat sebagai aset perusahaan, dan pengeluaran lain yang tidak didukung bukti," papar jaksa Ronald.
Dalam pertemuan itu disepakati strategi untuk menghimpun dana "non budgeter" dengan cara membuat kontrak pekerjaan-pekerjaan subkontraktor fiktif yang melekat pada proyek-proyek utama yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya yang nantinya pembayaran atas pekerjaan-pekerjaan kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor fiktif tersebut dikembalikan lagi (cash back) ke PT Waskita Karya.
Perusahaan-perusahaan subkontraktor fiktif yang ditunjuk diberikan 'fee' peminjaman bendera sebesar 1,5-2,5 persen dari nilai kontrak.
Staf Jarot, Ebo Sancoyo selanjutnya membuatkan kontrak dengan nilai tertentu, dengan menambahkan komponen perhitungan yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dan "fee" untuk perusahaan subkontraktor yang telah disetujui yaitu 1,5-2,5 persen dari nilai kontrak yang disampaikan kepada para kepala proyek untuk dibuat pekerjaan sebesar nilai kontrak dan jangka waktu kontrak padahal para kepala proyek tahu kontrak-kontrak itu fiktif.
Pembayaran digunakan melalui penerbitan cek tunai dan transfer ke rekening perusahaan subkontraktor.
Pada 2009- Mei 2011 kelimanya menandatangani 21 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif yang melekat 14 kontrak pekerjaan utama yang dikerjakan PT Waskita Karya Persero. Selanjutnya masih ada 20 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif lagi yang diajukan sepanjang Juni 2011-Agustus 2013.
Atas perbuatan kelimanya ada 14 yang pihak mendapat keuntungan. Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Terhadap dakwaan tersebut, kelima terdakwa tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Restu Diantina Putri