tirto.id - Streptococcal toxic shock syndrome (STSS) atau kerap disebut dengan "bakteri pemakan daging " sedang merebak di Jepang. Berikut fakta mengenai bakteri yang menginfeksi ribuan orang.
Dikutip laporan dari The Asahi Shimbun, menurut angka awal yang dirilis oleh National Institute of Infectious Diseases pada tanggal 18 Juni, jumlah kasus tahun ini mencapai 1.019 per tanggal 9 Juni. Jumlah tersebut telah melampaui total angka tahun lalu yang mencapai 941 kasus.
Dengan tingkat infeksi tersebut, jumlah kasus tahun ini di Jepang dapat mencapai 2.500 kasus, dengan tingkat kematian yang "menakutkan" sebesar 30 persen, Ken Kikuchi, seorang profesor di bidang penyakit menular di Tokyo Women's Medical University, mengatakan kepada Bloomberg pada awal bulan ini.
Sama halnya dengan apa yang dijelaskan oleh Ken Kikuchi, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebut, bahwa meski dengan pengobatan, STSS bisa mematikan. Dari 10 orang yang menderita STSS, sebanyak tiga orang akan meninggal akibat infeksi.
5 Fakta tentang Bakteri Pemakan Daging di Jepang
Berikut ini adalah 5 fakta tentang bakteri pemakan daging di Jepang mulai dari tingkat keparahan, penyebab, gejala, hingga pengobatan atau pencegahan.
1. Apa Itu STSS?
CDC menjelaskan STSS adalah penyakit yang didefinisikan sebagai infeksi Streptococcus pyogenes yang disertai dengan timbulnya syok dan kegagalan organ secara tiba-tiba. Bakteri pemakan daging ini dapat menginfeksi pasien melalui luka di tangan dan kaki, menyebabkan nekrosis yang cepat.Ketika bakteri menghasilkan eksotoksin dan faktor virulensi dalam jaringan dalam dan aliran darah, bakteri dapat menginduksi kaskade sitokin. Kaskade sitokin yang masif berkontribusi pada perkembangan syok atau kegagalan organ.
2. Kematian Terjadi dalam Waktu 48 jam
"Sebagian besar kematian terjadi dalam waktu 48 jam," kata Ken Kikuchi. Dia menyoroti perkembangan penyakit yang cepat, mencatat bahwa pasien dapat meninggal dalam waktu 48 jam setelah gejala awal terlihat.3. Gejala
Gejala awal infeksi STSS pertama kali akan muncul dengan gejala yang meliputi menggigil, demam, dan sakit kepala. Jika mengalami radang tenggorokan, ada juga tanda-tanda yang terlihat, terutama amandel dan tenggorokan yang merah dan bengkak. Bercak putih, nanah, dan bintik-bintik merah, yang dikenal sebagai petechiae, juga dapat muncul di mulut dan tenggorokan.4. Pengobatan
Infeksi ini diobati terutama dengan antibiotik, tetapi perawatan tambahan juga diperlukan untuk mengobati syok, termasuk oksigen, hidrasi intravena, dan obat tekanan darah. Dalam beberapa kasus, pasien akan memerlukan pembedahan untuk mengangkat jaringan mati akibat infeksi."Antibiotik benar-benar bekerja untuk membunuh streptokokus dengan cepat, tetapi respons inflamasi yang mereka mulai, itu adalah bagian dari sindrom syok toksik, dan itu bisa bertahan lama. Anda membunuh semua streptokokus dalam waktu 12 hingga 24 jam, tetapi Anda masih memiliki sisa peradangan yang sudah dimulai," kata kata William Schaffner, MD, seorang Profesor Penyakit Menular dan Pengobatan Pencegahan di Vanderbilt University, kepada Healthline.
5. Apakah Bakteri Pemakan Daging Bisa Menyebar?
CDC memperingatkan bahwa infeksi bakteri yang tidak terlalu parah, seperti infeksi radang Grup A, juga dapat berubah menjadi STSS. Bakteri radang Grup A jauh lebih menular, menyebar melalui berbicara, batuk, atau bersin atau melalui kontak langsung dengan luka kulit yang terinfeksi.Dikutip dari laporan DW, STSS paling sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua di atas 65 tahun, serta pada orang dengan faktor kesehatan seperti diabetes atau gangguan penggunaan alkohol.
Luka terbuka juga meningkatkan risiko terkena STSS. Oleh karena itu, disarankan agar orang yang baru saja menjalani operasi atau mereka yang memiliki infeksi virus yang menyebabkan luka terbuka (misalnya cacar air atau herpes zoster) untuk menutup luka untuk mengurangi risiko terinfeksi Streptococcus pyogenes.
CDC juga merekomendasikan agar orang menghindari kontak dengan orang lain yang memiliki infeksi radang Grup A, dan mendapatkan pengobatan sesegera mungkin.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra