Menuju konten utama

5 Dekade Hot Wheels: Bertahan di Tengah Gempuran Mainan Digital

Di masa tak ramah bagi industri mainan, Hot Wheels masih menjadi koleksi yang menyenangkan bagi anak-anak maupun bapaknya.

Hot Wheels. FOTO/Youtube

tirto.id - Wajah Arif Budiarto selalu diliputi rasa panik saat ada anak-anak kecil dengan mata berbinar mendatangi koleksi Hot Wheels miliknya. Ia tentu tak sampai hati melarang bocah-bocah itu memainkan koleksi mobil mainan itu. Tapi ia tahu, Hot Wheels miliknya akan berantakan atau rusak atau hilang atau dibawa pulang kalau mereka dibiarkan. Belakangan, ia lebih memilih menyimpan koleksi Hot Wheels di kamarnya.

Budi, panggilan akrabnya, adalah salah satu kolektor Hot Wheels. Sewaktu duduk di bangku SMP, sekira 15 tahun silam, ia pertama kali terkesima dengan Hot Wheels. Kata pegawai swasta ini, Hot Wheels adalah merek mainan mobil yang paling lengkap katalognya, detailnya lumayan oke, serinya banyak, dan harga resminya terjangkau.

"Tapi aku baru bisa beli di 2010, waktu baru mulai kerja," kata Budi yang sekarang berusia 30 tahun.

Koleksinya sekarang ada di angka 500 mobil. Tidak termasuk yang dirusak oleh anaknya, atau dibawa pulang oleh para keponakannya. Ia tak ngoyo seperti kebanyakan kolektor kelas kakap. Kalau ada seri yang ia tak punya dan modelnya apik, ia akan beli. Tapi kalau barang yang ia taksir harganya mahal, ia tak mau memaksakan diri. Koleksi Hot Wheels termahalnya ia tebus dengan harga Rp150 ribu, skala 1:64. Bisa dibilang itu harga yang cukup tinggi, mengingat harga standar Hot Wheels ada di kisaran Rp15 ribu.

"Kalau kata kolektor Hot Wheels, mending menyesal tapi sudah terlanjur dibeli, ketimbang menyesal karena enggak beli," katanya tertawa.

Di Washington DC, ribuan kilometer dari tempat mukim Budi di Jakarta, ada seorang bernama Bruce Pascal. Ia disebut sebagai kolektor Hot Wheels paling maniak. Julukannya: King of Hot Wheels. Dalam episode Extreme Collector, Bruce menunjukkan koleksi Hot Wheels yang ia simpan di beberapa ruangan yang terletak di bawah tanah rumahnya.

Berbagai seri Hot Wheels, termasuk yang paling langka sekalipun, ada di sana. Beberapa ditaruh di wadah kaca. Beberapa masih dalam wadah pembungkus. Ada pula yang diletakkan di tempat khusus, semisal koleksi 16 seri pertama yang dikeluarkan oleh Hot Wheels.

"Model pertama itu dirilis pada 1968, usiaku masih tujuh tahun saat itu. Sejak saat itu, aku kecanduan," ujar Bruce.

Asal Muasal Hot Wheels

Hot Wheels memang bermula pada 1968. Ia adalah merek dari perusahaan mainan, Mattel. Saat itu, Hot Wheels tidak melenggang sendirian. Ada Matchbox yang juga berkecimpung di bisnis mobil mainan. Hot Wheels punya empat skala mobil mainan, yakni 1:64, 1:43, 1:18, dan 1:50.

Elliot Handler, salah satu pendiri Mattel, adalah yang berjasa membuat Hot Wheels. Ketika pertama kali dikenalkan, mobil ala Hot Wheels sempat dianggap remeh karena produk Matchbox lebih punya aura "mobil beneran".

Ada dua penjelasan populer asal-usul nama Hot Wheels. Yang pertama adalah saat Handler berbincang dengan Alexandra Laird, pekerja di bagian pengepakan. Saat itu Laird bertugas memberi nama untuk beberapa produk Mattel. Suatu hari, Handler bercerita pada Laird tentang proyek mainan yang akan dikerjakannya dan meminta Laird menuliskan beberapa nama. Salah satunya adalah Big Wheels. Kemudian Handler menggumam sembari mencari padanan kata big. Ia kemudian mendesis: hot wheels.

Versi lain juga ada di Hot Wheels: 35 Years of Speed, Power, Performance, and Attitude (2003). Di buku itu, disebutkan bahwa Handler menciptakan nama itu ketika ia melihat sebuah mobil purwarupa yang dikendarai oleh seorang temannya.

"That's one set of hot wheels you've got there," ujar Handler.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/02/01/50-tahun-hot-wheels--mild--nadya-1.jpg" width="860" alt="Infografik Hot Wheels" /

Seperti yang dikoleksi Bruce, ada 16 model mobil yang dirilis oleh Hot Wheels pada kemunculan perdananya. Julukannya adalah The Original 16. Beberapa menyebutnya sebagai Sweet Sixteen. 11 desain pertama dibuat oleh Harry Bentley Brady, yang memang merupakan desainer mobil nyata.

Model Sweet Sixteen merentang dari Camaro, Barracuda, Corvette, Mustang, hingga Deora. Dari warna hijau di Ford J-Car, biru langit di T-Bird, cokelat di Hot Heap, hingga merah muda untuk Mustang.

Meski awalnya diremehkan, ternyata Hot Wheels perlahan menangguk sukses. Pada tahun pertama peluncurannya, Mattel berhasil menjual 16 juta unit Hot Wheels. Pada 1969, Hot Wheels mengajak Ira Gilford yang merupakan desainer mobil Chrysler dan Larry Wood dari Ford. Wood yang kemudian menjadi Desainer Kepala di Hot Wheels.

"Selama 15 tahun," kata Wood pada situs Car and Driver, "aku melakukan pekerjaanku dan tak ada orang yang peduli."

Penjualan memang naik turun. Pasarnya juga tak luas. Hot Wheels menggolongkan pembeli Hot Wheels adalah anak usia 3 hingga 8 tahun. Tapi ketika para pembeli generasi awal ini beranjak dewasa dan jadi ayah, mereka ingin mengenalkan sekaligus mewariskan mobil-mobil Hot Wheels pada anaknya.

"Mereka adalah pasar yang dulu punya kenangan dengan Hot Wheels," tutur Simon Waldron, petinggi Hot Wheels, pada The New York Times.

Mengetahui kenyataan itu, Hot Wheels juga menargetkan pasar untuk mereka yang berusia 18 hingga 34 tahun. Promosi Mattel merambah ke industri mobil yang nyata. Semisal, Mattel bekerja sama dengan Izod, perusahaan pakaian yang jadi salah satu sponsor IndyCar, perusahaan balap mobil yang punya empat seri balapan favorit di Amerika Serikat.

Bentuk kerja samanya adalah membuat jalur landai (ramp) yang mengambil bentuk dari trek Hot Wheels. Hanya saja: ini dalam ukuran nyata nan gigantis. Trak ini dimunculkan di ajang balap mobil Indianapolis 500 2011 silam. Di trek itu pula, seorang pengemudi mengendarai mobil dan meluncur di jalur landai ini, lalu melenting panjang dan mendarat di trek terpisah. Di Youtube, aksi ini sudah ditonton 42 juta kali.

Untuk menjaring para kolektor baru, Mattel yang juga produsen Barbie itu rela menggelontorkan dana besar. Pada 2010, Mattel menghabiskan 10 juta dolar AS untuk biaya promosi. Dengan strategi itu, pasar Hot Wheels juga akan makin luas. Kini, Hot Wheels tak hanya mainan untuk anak-anak, tapi juga bapak-bapak.

Pada Business Insider, Gretchen de Castellane, Manajer Senior Mattel untuk urusan komunitas, mengatakan bahwa aksi di Indianapolis 500 dan berbagai usaha promosi ke para pria dewasa, membuat Hot Wheels jadi relevan lagi. Ini jadi penting karena di era digital, mobil mainan seperti Hot Wheels sering dituding ketinggalan zaman dan akan segera ditinggalkan.

Hot Wheels juga menjelma jadi barang kolektor, terutama di seri-seri langka dan terbatas. Saat ini, Hot Wheels termahal di dunia adalah 1969 Pink Rear-Loading Volkswagen Beach Bomb. Ini adalah mobil VW dengan warna merah muda, dan papan selancar berwarna kuning yang menembus jendela. Ini adalah versi purwarupa yang tak jadi dirilis, dan hanya ada dua barang yang dicat merah muda. Versi yang dirilis, papan selancar ada di bagian samping.

Karena mempunyai reputasi sebagai item purwarupa, harganya melonjak. Harga jualnya adalah $72 ribu. Pembelinya siapa lagi kalau bukan Bruce Pascal. Kalau sekarang koleksi VW merah muda itu dijual, harganya bisa mencapai $100 ribu.

"Ini adalah barang favoritku. Barang ini adalah Holy Grail, harta karun bagi para kolektor Hot Wheels," kata Pascal bangga.

Sejak 1968, sudah ada empat miliar unit Hot Wheels yang dibuat. Sekitar 41 juta orang pernah memainkan mobil mainan ini. Newsweek pernah melaporkan bahwa pada 2008, penjualan Hot Wheels mencapai $1 miliar. Di Indonesia, Hot Wheels mudah ditemui. Dari lapak penjual daring, hingga di minimarket yang tersebar di pelosok Indonesia. Harganya pun, seperti kata Budi, terjangkau.

Tahun 2018 menandai ulang tahun ke 50 Hot Wheels. Industri mainan sekarang memasuki masa yang tak lagi ramah, terbukti, salah satunya, dari bangkrutnya Toys "R" Us, salah satu perusahaan mainan terbesar di dunia. Tapi Hot Wheels berusaha bertahan di antara gempuran permainan digital.

Baca juga artikel terkait MAINAN atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Hobi
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti