tirto.id -
"Bentuk pelanggaran masih didominasi oleh pelanggaran sabuk keselamatan dan pelanggaran marka," ujarnya di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).
Lebih lanjut ia katakan, dalam waktu dua minggu jumlah pelanggaran E-TLE mencapai 3.365 kasus. Dengan rata-rata perharinya sekitar 250 sampai dengan 300 kasus.
"Jumlah naik turunnya fleksibel sesuai situasinya," ujarnya.
Penerapatan E-TLE sudah berjalan kurang lebih tujuh bulan, pertama kali diterapkan November 2018. Bagi pengendara yang melanggar E-TLE akan diproses secara otomatis.
Surat tilang akan langsung dikirim ke rumah yang bersangkutan dengan metode perekaman nomer plat kendaraan.
Ia juga menjelaskan perihal sanksi bagi pengendara roda empat yang tidak menggunakan sabuk keselamatan. Maka akan diganjar sanksi Rp750 ribu atau denda hukuman tiga bulan penjara.
Melalui penerapan E-TLE, ia menekankan, bahwa masyarakat dapat beradaptasi pada peraturan yang ada. Tidak melulu tertib jika terdapat petugas di jalan saja.
Ia mengatakan E-TLE pada esensinya sebetulnya tak ubahnya dengan rambu lalu lintas saja. Yang dibuat dengan asumsi masyarakat bisa memahami dan mentaati aturan berkendara di lalu lintas. Namun sayang menurutnya, kesadaran masyarakat masih ada yang belum terbentuk.
"Prinsipnya, pembuatan aturan E-TLE ini untuk melakukan penertiban pada masyarakat. Harusnya yang kita bentuk itu jiwanya agar lebih sadar hukum. Supaya dia ketika melakukan perjalanan di mana pun kesadaran hukumnya harus tinggi," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari