tirto.id - November-Desember 2020, Densus 88 menangkap 23 terduga teroris jaringan Jamaah Islamiyah (JI) di Sumatera. Ada delapan titik operasi peringkusan yakni Lampung Selatan, Lampung Tengah, Bandar Lampung, Pringsewu, Metro, Jambi, Riau, dan Palembang.
Taufik Bulaga alias Upik Lawanga dan Zulkarnaen alias Arif Sunarso, yang merupakan buronan usai Bom Bali I, termasuk dalam rombongan yang ditangkap. Dua orang itu telah lama menjadi buruan polisi. Penyidik dari Densus 88 menjadikan informasi dari terduga teroris yang telah dibekuk sebelumnya sebagai dasar informasi operasi penanggulangan teror.
Usai penangkapan, mereka diperiksa polisi dan selanjutnya resmi menjadi tersangka. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan 21 tersangka rata-rata memiliki senjata rakitan yang didapatkan dari Upik.
“Upik ini julukannya ‘profesor’ karena ahli membuat bom dan senjata rakitan manual maupun otomatis. Beberapa tersangka lain, menyembunyikan tersangka (Upik) dari daftar pencarian orang,” kata Argo, Jumat (18/12/2020). Agustus tahun ini Upik mendapatkan pesanan senjata rakitan dari jaringannya.
Ketika menggerebek dan menggeledah kediaman Upik, polisi menemukan senjata rakitan di bungkernya. Upik kerap nomaden dalam persembunyiannya, ketika di Lampung ia berjualan bebek dan bisa membeli rumah dari penjualan itu. Argo bilang Upik mampu mempelajari karakteristik wilayah yang ditautkan dengan persenjataan.
“Misalnya, di Poso banyak orang menggunakan senter kalau malam untuk cahaya penerangan. Jadi yang bersangkutan (Upik) membuat bom seperti senter. Supaya orang-orang tidak curiga, kalau dia membawa bom berupa senter. Termos juga ada,” kata Argo.
Sementara, Zulkarnaen menjabat sebagai Panglima Askari Jamaah Islamiyah. Gerakan itu memiliki struktur organisasi seperti bidang pendidikan, sumber daya manusia, ekonomi, dan lainnya. Ia juga menguasai tiga Mantiqi (wilayah dan kelompok regional JI). Argo melanjutkan, Zulkarnaen ini sebagai ‘arsitek’ teror bom dan selama menjadi buron, ia berpindah-pindah di 25 daerah kawasan Jawa, Sulawesi, Lampung, dan Palembang.
Pelarian Zulkarnaen dibantu oleh jaringan daerah setempat dan JI Pusat. “Zulkarnaen adalah alumni pelatihan militer di Afghanistan angkatan pertama, itu tahun 1988. Tinggal di Afghanistan selama tujuh tahun. Belajar membuat bom, menjadi perencana,” jelas Argo.
Lelaki itu dianggap membawahi sebuah tim khusus yang berisikan Amrozi, Dulmatin, Ali Imron, dan Imam Samudra. Zulkarnaen juga yang merencanakan teror di Hotel JW Marriot. Dalam penyelidikan kepolisian, ada tiga sumber dana JI.
Pertama, dari kotak amal terdaftar resmi yang dipasang di berbagai tempat dan mudah dijangkau masyarakat. Kedua, dari Yayasan One Care yang kini masih diselidiki. Ketiga, donasi lima persen dari anggota JI. “Uang itulah yang digunakan untuk membiayai semua jaringan dan selnya di seluruh Indonesia yang tidak memiliki pekerjaan tetap,” tutur Argo. Dari penjelasan beberapa tersangka, masih ada sekitar 6 ribu jaringan JI yang masih aktif. Hal ini akan menjadi perhatian Polri.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri