Menuju konten utama

2 Polisi Calo Seleksi Bintara Polda Jateng Dituntut Bui 2 Tahun

Jaksa menilai kedua polisi yang sudah dipecat itu dinilai terbukti telah menerima total Rp2,6 miliar dari 7 calon bintara.

2 Polisi Calo Seleksi Bintara Polda Jateng Dituntut Bui 2 Tahun
Jaksa Penuntut Umum (sisi kiri) saat membacakan tuntutan terdakwa kasus suap seleksi Bintara di sidang Pengadilan Tipikor Semarang pada Selasa (4/2/2025). FOTO/

tirto.id - Dua mantan anggota polisi Polda Jawa Tengah, Dwi Erwinta Wicaksono dan Zainal Abidin, yang menjadi terdakwa kasus suap seleksi peneriman Bintara Polri 2022, masing-masing dituntut pidana 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta.

Jaksa penuntut umum menyatakan, kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan cara menerima suap secara terpisah yang totalnya mencapai Rp2,6 miliar saat mereka menjadi panitia seleksi Bintara. Keduanya pun dinilai terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan penjara 2 tahun dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan," ucap Jaksa Mursriyono saat membaca tuntutan di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (4/2/2025).

Tuntutan kedua terdakwa dibacakan secara terpisah, tetapi besaran hukumannya sama.

Jaksa mengatakan, sebelum menuntut terdakwa, ada beberapa hal yang pertimbangan. Pertimbangan yang memberatkan hukuman yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Terdakwa saat melakukan perbuatannya merupakan anggota Polri aktif yang seharusnya mengerti hukum dan sanksinya," lanjutnya.

Sementara itu, pertimbangan yang meringankan hukuman adalah terdakwa sudah dikenai sanksi berupa pemecatan, tetapi belum pernah dihukum. Terdakwa juga secara sportif mengakui tindakan culasnya menerima suap.

Perilaku di persidangan juga menjadi pertimbangan memperringan tuntutan hukuman. "Terdakwa bersikap sopan selama persidangan," imbuh Jaksa.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum mendakwa Dwi Erwinta Wicaksono dan Zainal Abidin melakukan korupsi bermodus penerimaan suap dari keluarga calon siswa Bintara dengan total Rp2,6 miliar.

Jaksa Jehan Nurul Ashar mengatakan, Dwi Erwinta Wicaksono dan Zainal Abidin dulunya merupakan anggota Biddokkes Polda Jawa Tengah yang mendapat tugas sebagai Panitia Penerimaan Bintara Polri. Namun, diam-diam masing-masing terdakwa, secara terpisah, menerima suap dari beberapa calon bintara dengan nilai bervariasi antara Rp280 juta hingga Rp450 juta.

Terdakwa Dwi Erwinta menerima suap dari 6 calon Bintara yang totalnya mencapai Rp2.292.000.000. Sementara terdakwa Zainal Abidin menerima suap dari satu orang calon Bintara dengan nominal Rp350.000.000.

Dalam kasus percaloan ini, kedua terdakwa berjanji untuk memantau proses seleksi calon Bintara yang telah menyetorkan sejumlah uang itu.

Pada sidang agenda pemeriksaan terdakwa, kedua terdakwa mengakui salah dan menyesal telah menerima suap dari calon siswa Bintara. "Saya menyesal sekali," tutur terdakwa.

Perlu diketahui, sidang kasus korupsi penerimaan Bintara Polri di Polda Jawa Tengah ini merupakan hasil pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Biro Paminal Divpropam Polri pada Juni 2022.

Pada 20 Maret 2023, Kombes Pol. Iqbal Alqudusy yang saat itu menjabat sebagai Kabid Humas Polda Jawa Tengah menyebut, barang bukti dari OTT ini mencapai sekitar Rp9 miliar.

Dalam kasus tersebut terdapat lima anggota Polda Jawa Tengah yang diamankan, masing-masing berinisial Kompol AR, Kompol KN, Akp CS, Bripka Z, dan Brigadir EW.

Kelima pelaku sempat lolos dari sanksi pemecatan. Kompol AR, Kompol KN, dan AKP CS sempat hanya dijatuhi hukuman demosi selama dua tahun, sedangkan Bripka Z dan Brigadir EW dijatuhi hukuman di tempat khusus, masing-masing selama 21 hari dan 31 hari.

Namun, kemudian Polda Jawa Tengah mengumumkan bahwa kelima pelaku dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias dipecat.

Polda Jawa Tengah sempat menyebut akan memproses pidana para pelaku. Namun, perkara yang dilimpahkan ke Penuntut Umum baru dua orang yakni Bripka Z alias Zainal Abidin dan Brigadir EW alias Dwi Erwinta Wicaksono.

Kasus suap seleksi Bintara ini sempat tidak akan dibawa ke meja hijau berdasarkan keterangan Prof Mahmutarom saat memberikan keterangan sebagai ahli pidana pada sidang Selasa (21/1/2025). Mahmutarom mengaku mengetahui rangkaian kasus ini karena dulu ia sempat dimintai pendapat oleh Polda Jawa Tengah.

"Perkara ini menurut saya sangat unik. Saya mengikuti dari awal. Sebenarnya perkara ini sempat dianggap selesai secara internal," jelas Mahmutarom di hadapan Majelis Hakim.

Namun, karena desakan publik sangat kuat, maka Mabes Polri menghendaki agar kasus ini tetap dilanjutkan.

"Sudah ada sidang internal, sehingga sebenarnya waktu itu kasus ini sudah dianggap selesai. Tapi karena kasus ini ramai, akhirnya Mabes mengendaki kasus ini terus dilanjutkan," bebernya.

Di sisi lain, kepolisian tidak ingin mengategorikan kasus ini sebagai tindak pidana korupsi (Tipikor) suap, di mana antara penyuap dan penerima suap harus sama-sama diusut.

"Kasus ini waktu gelar pertama tidak di ranah Tipikor karena saat itu pihak kepolisian tidak mau mempermasalahkan penyuap," ujarnya. Bahkan, sudah ada berita acara pengembalian barang bukti suap kepada orang tua calon siswa Bintara selaku penyuap.

Mahmutarom yang dimintai pendapat oleh kepolisian saat itu menyarankan agar kasus ini dimasukkan dalam kategori tindak pidana umum penipuan. Pertimbangannya, penerima suap meskupun panitia, tidak memiliki kewenangan meloloskan peserta seleksi Bintara.

"Dulu saya menyarankan penipuan saja karena tersangka tidak mempunyai kewenangan. Dulu saat gelar pertama sudah sepakat begitu," imbuhnya.

Mahmutarom mengaku tidak mengetahui mengapa akhirnya kasus ini dibawa ke meja hijau dengan delik tindak pidana korupsi.

Baca juga artikel terkait KINERJA KEPOLISIAN atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - Hukum
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Andrian Pratama Taher