Menuju konten utama
Parenting

12 Penghambat Komunikasi dengan Anak dan Apa Pentingnya?

Berikut ini 12 penghambat komunikasi orang tua dengan Anak dan apa pentingnya?

12 Penghambat Komunikasi dengan Anak dan Apa Pentingnya?
Ilustrasi ibu menasehati anak. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Keluarga terutama orang tua merupakan lingkungan pertama yang anak kenal sebelum bersosialisasi dengan dunia luar.

Oleh karenanya, orang tua harus dapat melakukan komunikasi yang baik dengan anak karena hal tersebut akan memberi pengaruh besar pada tumbuh kembangnya.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan psikolog anak Dian Nirmala melalui Antara. Ia mengungkap bahwa bagaimana cara anak dan orang tua berkomunikasi akan terbawa hingga dewasa.

Dini juga mengungkap bahwa orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk membiasakan anak terbiasa mengungkapkan pikiran serta menunjukkan perasaan dan emosinya dengan cara yang tepat.

Apabila komunikasi berjalan lancar, maka anak mampu tumbuh sebagai anak yang kreatif dan percaya diri. Jika komunikasi berjalan sebaliknya, maka rentan terjadi kesalahpahaman dan kekeliruan dalam anak bersikap.

"Itu akan menimbulkan potensi masalah yang besar. Keluarga diharapkan jadi wadah untuk anak menghadapi konflik, karena di rumah itu kan biasa ada perbedaan pendapat dan pandangan. Kalau anak enggak biasa menghadapi konflik, ke depannya rentetan masalahnya akan panjang sekali," tutur Dian.

Pengaruh Komunikasi dengan Anak

Dilansir dari buku Repository Kemdikbud, komunikasi penting bagi anak terutama di usia dini karena dapat memberi pengaruh berupa:

  • Anak mampu mengembangkan kecerdasan bahasa dan belajar tentang hal di sekitarnya
  • Anak mampu membangun kecerdasan emosional dalam kehidupan bersosial, juga membedakan apa yang benar dan salah
  • Anak mampu menjalin hubungan
  • Mengembangkan kepercayaan diri dan harga diri anak
  • Mengenalkan anak pada Tuhan Maha Pencipta
  • Menjadi sarana untuk menyelesaikan masalah dan mengungkapkan perasaan

Waktu yang Tepat untuk Berkomunikasi dengan Anak

Lantas, kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan anak?

Menurut Andini Hardiningrum, seorang dosen Pendidikan guru Pendidikan Anak Usia Dini di Unusa, komunikasi dengan anak sebenarnya sudah mulai diatur sejak masih dalam janin.

Janin dapat terdampak dari komunikasi yang sering diucapkan dan dipikirkan oleh ibu saat mengandung.

Sementara ketika anak sudah lahir, waktu emas untuk membentuk karakter dari komunikasi adalah saat mereka memasuki usia balita.

Pada usia ini, anak belum mampu membedakan mana fantasi dan realita. Mereka juga baru belajar cara berbicara dan mengenal kosakata sehingga kerap terbatas dalam mengekspresikan dirinya.

“Dengan keterbatasan tersebut, anak masih membutuhkan bimbingan untuk berbicara dengan baik, mengelola emosi, dan rutinitas untuk memberi struktur pada aktivitasnya agar ia merasa aman,” jelas Andini.

Penghambat Komunikasi dengan Anak

Dalam komunikasi antara anak dan orang tua, ada beberapa hal yang justru menjadi penghambat dan mungkin kerap tidak sadar dilakukan.

Dirangkum dari situs Siap Nikah BKKBN, berikut adalah sejumlah penghambat komunikasi dengan anak:

1. Memerintah dan mengarahkan

Penghambat yang berupa perintah dan arahan yang dimaksud biasanya berupa sesuatu yang di luar kemampuan anak.

Kalimat yang terlontar dapat seperti, "Kamu jangan nangis, baru gitu saja sudah menyerah. Coba lagi, jangan lembek!"

2. Mengancam dan memperingatkan

Kalimat yang mungkin terdengar sepele atau diucapkan secara tidak sadar sebenarnya dapat memberi pengaruh besar pada anak.

Contoh kalimat yang mengancam dan memperingatkan yakni, "Kenapa PR kamu nilainya 40? Tidak pernah belajar, ya? Besok kalau nilainya segini lagi, HP-nya ibu sita!"

3. Membandingkan dan memberi khotbah

Setiap orang tua tentunya ingin anak berperilaku baik, tapi terkadang orang tua kerap membandingkan apa yang terjadi padanya di masa lampau dan apa yang kini dilakukan anaknya.

"Dulu, kalau ibu mau sekolah, harus jalan kaki dulu 5 km. Sekarang, kamu tinggal naik angkot saja malasnya minta ampun," merupakan salah satu kalimat yang mungkin kerap terucap.

4. Memberi penyelesaian dan saran yang merendahkan

Orang tua terkadang merasa tinggi ego karena merasa lebih tahu segalanya. Memang baik untuk memberi nasihat dan saran, tapi terkadang, ucapan yang dikatakan kurang tepat sampai mengerdilkan anak.

Misalnya, "Kamu sebaiknya les Matematika saja dibanding ikut teater yang enggak jelas itu!"

5. Mengajari dan memberi alasan logis

Contoh ucapan yang mengajari dan memberi alasan logis yakni, "Jangan ambil kuliah yang gambar-gambar enggak jelas, mending kamu masuk kedokteran saja supaya masa depannya cerah!"

Perkataan di atas dibuat hanya untuk menyenangkan orang tua tapi tidak memikirkan perasaan anak dan apa yang diinginkannya. Padahal, kemampuan serta minat bakat setiap anak tentunya berbeda-beda.

6. Menilai, mengkritik, dan menyalahkan

"Kenapa temanmu bisa masuk universitas top tapi kamu enggak?" ucapan tersebut merupakan contoh pernyataan yang menyalahkan dan mengkritik yang dapat membuat anak menjadi menutup diri.

7. Memuji dan menyetujui

Terdengar positif, tapi memuji dengan cara yang tidak sehat akan membuat anak merasa seperti tersangka yang tak pernah punya waktu untuk beristirahat dan harus terus berlari.

Misalnya, "Ujian Matematikamu nilai 100, nih. Bisa dong Biologi dan Kimia juga."

8. Mencemooh dan membuat malu

Jelas, ucapan seperti, "Dasar anak tidak tahu diuntung!" atau "Begitu saja tidak bisa!" akan membuat anak malu dan harga dirinya rendah. Untuk itu, pastikan agar tidak membandingkannya dengan orang lain dan menjatuhkannya.

9. Membuat interpretasi atau kesimpulan sendiri

Orang tua kerap merasa tahu segalanya tentang anak, baik itu pikiran dan perasaan. Hal ini akhirnya kerap menjadi sesuatu yang membuat orang tua menyimpulkan sesuatu yang anak lakukan kendati tidak selalu benar.

Contoh ucapannya dapat berupa, "Kamu ke sini cuma untuk minta uang sama ayah, kan?"

10. Menghibur di waktu yang tidak tepat

Setiap orang tua tentu tak ingin anaknya jatuh. Jadi, ketika hal buruk terjadi, memberi validasi merupakan hal yang wajar dilakukan selama tidak berlebihan dan diucapkan di waktu yang tepat.

Kalimat seperti, "Tidak perlu menangis, bukan cuma kamu yang tidak lulus. Teman-temanmu juga pasti banyak yang tidak lulus ujian," merupakan salah satu contohnya.

11. Menyelidiki dan mengusut

Contoh komunikasi yang menyelidiki dan mengusut misalnya, "Pulang jam segini habis dari mana? Kenapa tidak bersama teman? Temanmu sudah tidak mau bergaul denganmu ya?"

Pertanyaan kerap diucapkan secara beruntun membuat anak merasa seperti sedang diinterogasi.

12. Membelokkan percakapan

Saat anak mencoba berkomunikasi atau menceritakan sebuah kejadian yang menurut mereka menarik, orang tua terkadang menyepelekan apa yang sang anak rasa.

"Masalahnya sudah lewat, enggak perlu dibahas. Lupakan saja," bisa menjadi salah satu contohnya.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Nisa Hayyu Rahmia

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Nisa Hayyu Rahmia
Penulis: Nisa Hayyu Rahmia
Editor: Dhita Koesno