Menuju konten utama

Upaya Menjegal Anies di Pilgub Jakarta & Rontoknya Fungsi Parpol

Jubir Anies Baswedan berkeyakinan para pemimpin partai memiliki integritas dan komitmen untuk menjaga muruah keputusan partainya.

Upaya Menjegal Anies di Pilgub Jakarta & Rontoknya Fungsi Parpol
Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Muara Baru, Jakarta Utara, Minggu (19/5/2024). (Tirto.id/Muhammad Naufal)

tirto.id - Peluang Anies Baswedan untuk maju dalam pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 50:50. Ini setelah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengisyaratkan menarik dukungannya kepada Anies dan memilih opsi kedua untuk merapat ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) di Pilkada 2024 di Jakarta.

PKS sejak awal diketahui sudah mengusung Anies Baswedan dan Sohibul Iman sebagai bakal calon gubernur dan bakal calon wakil gubernur di Pilkada Jakarta. Duet ini PKS umumkan pada 25 Juni 2024. Anies kemudian diberikan tenggat waktu 40 hari hingga 4 Agustus 2024 untuk mencari dukungan tambahan di Pilkada Jakarta.

Namun hingga saat ini, beberapa partai sebelumnya mendukung Anies seperti Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) justru ikut ragu-ragu mendukung eks Gubernur DKI Jakarta itu. Bahkan, PKB bisa jadi ikut meninggalkan Anies bila PKS benar-benar menarik dukungannya.

Alasannya karena perolehan kursi PKB dan Nasdem sendiri tak cukup untuk mencalonkan Anies tanpa PKS. Bila menjumlahkan kursi PKB dan Nasdem, hanya 21 kursi, alias kurang 1 kursi sebagai syarat untuk mencalonkan pasangan di Pilkada Jakarta, yakni 22 kursi.

Sementara Nasdem sedari awal sudah menyebutkan Anies tak diterima oleh sejumlah elite partai. Walaupun secara elektabilitas harus diakui bahwa Anies paling tinggi di Jakarta, namun secara nasib dinilai masih belum beruntung.

“Mungkin ini suratan takdir Mas Anies, survei tertinggi tapi nggak dapat dukung elite," ujar Ketua DPP Partai Nasdem, Effendy Choirie, beberapa waktu lalu.

Manuver atau balik arahnya dukungan ketiga partai pendukung Anies yakni PKS, PKB, dan Nasdem belakangan mencuat setalah KIM memberi sinyal mengajak beberapa partai pendukung Anies di Pilpres 2024 bekerja sama di pilkada beberapa daerah, termasuk Jakarta dengan membuat KIM Plus.

KIM sendiri yang notabene diisi oleh Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, dan PSI diketahui sudah sepakat untuk menarik Ridwan Kamil (RK) maju di Pilgub Jakarta. Jika ini yang terjadi, maka Anies dipastikan gagal maju di Pilgub Jakarta 2024 karena tidak memiliki partai pengusung atau tidak cukup kursi untuk diusung.

Ahli komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, melihat dinamika yang terjadi saat ini adalah lebih kepada strategi politik yang menghalalkan segala cara untuk bisa menang di Pilkada Jakarta dan salah satu korbannya adalah Anies. Apalagi Anies memiliki elektabilitas tinggi dan ada usaha untuk mencegah dia bisa mencalonkan diri di Pilgub Jakarta.

“Sebenarnya ini usaha yang menurut saya licik dan curang,” kata Kunto kepada Tirto, Senin (12/8/2024).

Ketakutan Koalisi Indonesia Maju

Analis Sosio-politik ISESS, Musfi Romdoni, melihat isu penjegalan Anies ini adalah pengulangan trik pada Pilpres 2024. Waktu itu ada banyak isu kalau koalisi pengusung Anies akan digembosi. Saat itu, Nasdem, PKS, dan PKB kabarnya dilobi untuk melepas dukungan. Tapi pada ujungnya Anies tetap maju di Pilpres 2024.

Trik ini, kata Musfi, adalah political bluffing atau gertakan politik. Isu RK akan melawan kotak kosong adalah gertakan kepada partai pengusung Anies. Seolah ingin dikatakan kalau mereka bisa saja digembosi. Trik ini juga bertujuan untuk membuat kesan kalau koalisi pengusung Anies tidak solid. Sedang dibuat persepsi kalau KIM Plus adalah koalisi yang begitu kuat.

“Dalam studi perang, pembentukan persepsi semacam itu sebenarnya menunjukkan ketakutan. Elektabilitas Anies konsisten nomor satu. Sebagai petahana, popularitas Anies juga sedang tinggi-tingginya karena maju sebagai capres di Pilpres 2024,” kata dia kepada Tirto, Senin (12/8/2204).

Dengan kata lain, Musfi menangkap ada ketakutan dari KIM Plus sehingga muncul narasi-narasi semacam itu. Kalau KIM yakin koalisinya dan RK begitu kuat, seharusnya menggunakan narasi 'ajak berduel'. Misalnya dengan mengatakan Anies akan dikalahkan RK atau sebagainya.

Lagi pula, kata Musfi, jika melihat komentar PDIP, dengan tegas dikatakan kalau di daerah strategis, khususnya Jakarta tidak mungkin melawan kotak kosong. Jakarta adalah pusat ekonomi dan pusat politik secara de facto. Semua partai politik ingin berkuasa di Jakarta.

“Ini kan menjadi tidak masuk akal ketika partai melepas dukungan dari Anies yang merupakan kandidat terkuat di Pilgub Jakarta," terang dia.

DPW PKB DKI Jakarta usung Anies Baswedan dalam Pilgub DKI Jakarta

Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 Anies Baswedan (tengah) menerima surat rekomendasi partai dari Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKB DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas (kiri) disaksikan Sekretaris DPW PKB Mohammad Fauzi (kanan) saat bersilaturahmi ke Kantor DPW PKB DKI Jakarta di Jakarta, Kamis (13/6/2024). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/tom.

Kecil Kemungkinan PKS Tinggalkan Anies?

Musfi melihat sangat kecil kemungkinan PKS melepas dukungan dari Anies. Menyikapi situasi terkini, PKS sebenarnya hanya melempar dua opsi. Satu bersama Anies, kedua bersama KIM.

Tapi, apa pun opsinya, kata Musfi, sebenarnya PKS ingin kadernya maju sebagai calon wakil gubernur. Kalau bicara kemungkinan, maka peluang PKS mengusung kader ada di opsi pertama, yakni dengan tetap memajukan Anies.

“Toh memangnya KIM mau kasi jatah wakil ke PKS? Ada Gerindra di sana, ada PAN, Demokrat, dan mungkin partai lainnya," imbuh dia.

Isu tawaran KIM Plus ini justru dimanfaatkan PKS untuk melakukan gertakan politik. Situasi yang memanas akibat munculnya isu kotak kosong membuat PKS mencoba mendorong Anies. Maka, ini akan menjadi perang psikologi dan kepanikan sedang dibuat untuk mendesak Anies mengambil keputusan.

“PKS sedang melakukan cipta kondisi. Jika sebelumnya Anies memiliki banyak opsi sebagai kandidat terkuat, sekarang Anies dihadapkan hanya pada dua pilihan. Bersama PKS atau tidak maju sama sekali," jelas dia.

Justru lebih menarik, lanjut Musfi, adalah tekanan dari KIM malah memberi keuntungan ke PKS. Kalau tidak ada isu kotak kosong, PKS tidak akan dapat momentum seperti ini untuk memberi tekanan ke Anies.

“Coba bayangkan, Anies yang ingin dilamar oleh banyak partai, bahkan oleh PDIP, tengah dihadapkan pada situasi dilematis. Pilih wakil dari PKS atau mengubur keinginan maju di Pilgub Jakarta 2024," kata dia.

Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, melihat bahwa Anies masih memungkinkan terusung, terlebih PKB, PDIP, dan Nasdem juga belum tentukan kandidat. Meskipun, PKS sendiri terkesan ingin mengambil langkah ke KIM, mengikuti jejak sebelumnya di mana PKS usung Bobby Nasution, menantu Jokowi di Pilgub Sumatra Utara.

“Sikap PKS ini sebenarnya berisiko, di mana sebagian besar pemilih PKS merasa cocok dengan Anies, dan potensi ditinggalkan pemilih jika bergabung ke KIM," kata Dedi kepada Tirto, Senin (12/8/2024).

Tetapi bagaimanapun, kata Dedi, ini adalah realitas politik, bandulnya saat ini justru ada di PDIP. Jika mereka menawarkan keberaniannya ke PKB, Nasdem, untuk melawan hegemoni KIM dan Jokowi, Anies masih berpeluang masuk kontestasi.

"Jika Anies terusung bukan dari PKS, maka bisa dimungkinkan PKS atau kadernya alami kekalahan," kata dia.

Di sisi lain, juru bicara bakal calon gubernur Jakarta Anies Baswedan, Sahrin Hamid, menegaskan bahwa sampai dengan saat ini dukungan partai masih belum berubah. Seperti sebelumnya yang telah menyatakan dukungan untuk Anies sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta

“Pembicaraan-pembicaraan masih berlangsung terkait langkah-langkah selanjutnya,” ujar dia saat dikonfirmasi Tirto, Senin (12/8/2024) malam.

Terkait dengan adanya upaya penjegalan Anies, Sahrin tidak mau ambil pusing. Dia berkeyakinan bahwa para pemimpin partai memiliki integritas dan komitmen untuk menjaga muruah keputusan partainya. Sehingga apa yang telah dideklarasikan akan dijaga hingga pendaftaran nanti.

“Hal-hal yang belum menjadi kesepahaman bersama. Tentunya akan dibahas secara bersama," imbuh dia.

Anies menyambangi Kantor Nasdem

Anies Baswedan menyambangi Kantor Nasdem usai putusan Mahkamah Konstitusi terkait putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024). tirto.id/M. Irfan Al Amin

Rontoknya Fungsi Parpol

Di luar dari dinamika di atas, Kunto Wibowo justru melihat bahwa kondisi yang terjadi hari ini adalah rontoknya fungsi partai politik. Seharusnya, parpol itu mewakili masyarakat ketika banyak yang menghendaki Anies untuk menjadi kepala daerah. Hal ini dibuktikan dari survei elektabilitas Anies yang sampai hari ini masih cukup tinggi dibandingkan nama-nama lainnya.

“Tentu parpol ini bisa menangkap sinyal-sinyal itu dari kader mereka. Tapi sinyal itu diputus dan kemudian dihadapkan dengan kepentingan pragmatis parpol lainnya sehingga ini yang menjadi problem hari ini,” jelas dia.

“Kalau boleh dibilang apakah ini rontoknya demokrasi, ya sebenarnya lebih kepada rontoknya fungsi parpol itu sendiri sih,” lanjut Kunto.

Sehingga wajar saja, kata Kunto, kalau kemudian orang tidak percaya kepada parpol karena bentuknya seperti ini. Karena pada akhirnya parpol menafikan konstituennya dan justru fasilitasi kepentingan-kepentingan elite.

Analis politik dari Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, mengatakan dalam proses demokrasi untuk memberi ruang politik kepada kandidat yang lebih adil itu tidak menarik di Pilkada Jakarta. Karena kesempatan untuk dua sampai tiga calon agar demokrasi langsung dipilih oleh rakyat justru menunjukan bahwa ada upaya menjadikan pilkada ini lawan kotak kosong saja.

“Ini membawa logika partai politik untuk mengatur skema yang pilih itu partai politik siapa calonnya dan masyarakat hanya memilih calon yang disediakan parpol,” ujar dia kepada Tirto, Senin (12/8/2024).

Dalam konteks saat ini, kata Arifki, parpol sangat leluasa memberikan ruang itu. Namun bukan itu harapan sebenarnya yang diinginkan masyarakat. Rakyat dalam hal ini ingin pilkada ada nama-nama lainnya yang diberikan kesempatan untuk maju.

“Sehingga pilihan itu tergantung masyarakat. Itu yang kita harapkan dalam demokrasi ini," pungkas dia.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz