tirto.id - Contoh amanat pembina upacara hari Senin tentang Imlek dan toleransi dapat disampaikan untuk menyambut peringatan hari besar ini. Adapun salah satu bahasan tema ini akan berisi bagaimana kita hidup sebagai masyarakat multi ras dan beragam budayanya.
Upacara hari Senin biasa digelar untuk mengawali pembelajaran peserta didik, baik itu di sekolah SD, SMP, maupun SMA. Pihak yang hadir dalam agenda mingguan tersebut mencakup siswa-siswi, jajaran staf atau pegawai sekolah, para guru, dan Kepala Sekolah.
Sementara itu, aturan pelaksanaan upacara ini dibina oleh seorang pembina upacara. Pihak tersebut biasanya menyampaikan beberapa patah kata untuk membimbing setiap peserta, baik murid maupun guru yang hadir.
Penjelasan mengenai toleransi dapat menjadi bahasan utama dalam binaan tersebut. Mengingat Imlek tahun 2024 diperingati pada 10 Februari mendatang, terdapat pula contoh amanat pembina upacara yang menerangkan hubungannya.
Sebagaimana yang kita tahu, Indonesia merupakan negara dengan kultur dan etnis yang beragam. Oleh sebab itu, pendidikan mengenai rasa toleransi dalam kehidupan bermasyarakat perlu diketahui sejak dini.
Contoh Amanat Pembina Upacara Hari Senin tentang Imlek dan Toleransi
Berikut ini salah satu contoh amanat pembina upacara tentang Imlek dan toleransi yang dapat dibawakan ketika upacara bendera hari Senin.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera.
Om swastiastu.
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Selamat pagi para jajaran staf dan guru sekolah (nama sekolah) serta murid-murid yang kusayangi.
Pertama-tama, mari kita ucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat hidayah, rahmat, dan rezeki-Nya, kita sekarang dapat berkumpul bersama di sini menjalankan upacara bendera rutin mingguan. Pada kesempatan ini, mohon izinkan saya untuk menjelaskan sedikit pengetahuan tentang Imlek dan toleransi.
Imlek merupakan perayaan tahun baru masyarakat TIonghoa, tahun ini jatuh pada 10 Februari 2024. Sebagaimana yang dijelaskan dalam laman Kemdikbud, di daratan Tiongkok momen ini bersamaan waktunya dengan pertumbuhan kembalinya tanaman pasca musim salju. Mereka menjalankan kegiatan ini demi bersyukur kepada Sang Pencipta, atas datangnya kembali matahari dan berbagai sumber kehidupan secara umum.
Kita dapat mendengar ucapan gong xi fa cai yang mempunyai arti “Selamat tahun baru, terlaksana karya sesuai harapan” atau “Selamat tahun baru, semoga sukses dan makmur”. Adapun budayanya dapat dilihat dari kunjungan saudara yang lebih muda ke kediaman orang yang lebih tua. Mereka menyambut suasana bahagia ini dengan penuh warna merah cerah.
Lantas, apa makna toleransi yang ada di balik ini semua?
Indonesia merupakan negara yang mempunyai budaya, agama, ras, dan golongan yang beragam. Untuk bisa menjadi satu-kesatuan yang utuh, tentunya masing-masing individu musti menerapkan budaya toleransi. Sebagaimana ditulis dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular, Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu. Kita mesti dapat menerima perbedaan-perbedaan yang terjadi di dalam masyarakat, termasuk bagi saudara kita yang sedang memperingati Imlek tahun ini.
Perasaan menganggap mereka setara dengan kita sebagai masyarakat Indonesia sekarang dapat membuat kita hidup lebih sejahtera. Bukan hanya berbicara mengenai sikap menerima, toleransi ini juga mencakup bagaimana kita berpikiran positif terhadap berbagai budaya mereka.
Kendati kita berbeda secara budaya, persatuan kita sebagai masyarakat Indonesia utuh tak boleh sampai terpecah karenanya. Bahkan, kita mesti menjaga hal itu di benak masing-masing, menganggap semua yang ada di negara ini sebagai manusia tanpa terkecuali agar tak timbul konflik maupun disintegrasi.
Oleh sebab itu, mari bersama-sama kita terapkan toleransi ini ke pihak manapun. Ada baiknya perbedaan kita satu sama lain dapat memberikan warna bagi kehidupan sehari-hari, memberikan kehangatan bagi dunia yang sama, serta menyuguhkan manfaat tertentu sebagai ciri khas bangsa Indonesia yang multikultural.
Sekian binaan yang dapat saya sampaikan dalam upacara hari Senin ini. Untuk kekurangan dan kelebihannya saya haturkan mohon maaf.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani