Menuju konten utama

Membangkitkan Lagi Model Lawas dengan Produk Nostalgia

Polaroid menghidupkan kembali produk kamera lawas mereka dengan nama OneStep.

Membangkitkan Lagi Model Lawas dengan Produk Nostalgia
Leica M6 camera dengan lensa Summicron 35mm dan Summarit 50mm. Getty Images/iStock Editorial

tirto.id - “Kamera paling sederhana di dunia.”

Sekitar 40 tahun lalu, Polaroid mendeklarasikan produk mereka bernama OneStep, dengan kalimat tersebut sebagai pembukanya. OneStep merupakan kamera instan point-and-shot pertama Polaroid. Ia hadir dengan fokus lensa yang tidak bisa diubah-ubah serta mengusung mekanisme penggulungan otomatis. OneStep kala itu dijual seharga $40. OneStep salah satu yang melegenda dari sekian produk Polaroid. Produk ini jadi kesuksesan Polaroid pasa masa keemasannya.

Kini zaman telah berubah, keberadaan kamera instan maupun kamera film telah banyak ditinggalkan sejalan munculnya kamera digital. Apalagi ditambah dengan kehadiran ponsel pintar yang ada di tangan miliaran orang di dunia. Fotografi kini sudah tak identik lagi dengan perangkat khusus bernama “kamera" dalam bentuk point-and-shot, DSLR, maupun Mirrorless.

Baca juga: Asa Kodak Membangkitkan Kembali Film dan Kamera Analog

Namun, alih-alih melupakan OneStep, pada Kamis (14/9/2017), Polaroid Originals meluncurkan kembali kamera ikonik tersebut dengan nama “OneStep 2.” Kamera seharga $99 ini merupakan kamera yang serupa dengan versi aslinya. OneStep 2 merupakan produk lawas yang lahir di dunia digital. Kamera ini tak serta merta lahir sebagai asli yang sudah ketinggalan zaman. Namun, OneStep 2 memiliki sentuhan teknologi digital. Penggunaan baterai Lithium-Ion dengan pengisian dengan mini USB, teknologi yang umum saat ini.

Polaroid dengan OneStep 2 hanya contoh bagaimana perusahaan teknologi mencoba menawarkan kembali model lama dengan sentuhan baru. Keputusan menggabungkan produk baru dengan versi terkini dalam bidang kamera tersemat pada kamera mirrorless. Secara sederhana, mirrorless merupakan DSLR (Digital Single-Lens Reflex) dengan menghilangkan cermin di bodi kamera.

Teknologi baru ini mampu memangkas ukuran kamera digital profesional yang sebelumnya sangat besar. Alih-alih mengusung desain baru untuk jenis kamera ini, produsen kamera dunia ramai-ramai memanfaatkan desain lawas pada produk baru mereka. Nama-nama seperti Leica, Olympus, Fujifilm, dan Nikon, ramai-ramai menghidupkan kembali desain jadul kamera mereka dengan kemasan mirrorless.

Baca juga:

Fujifilm yang Lolos dari Ujian ZamanMenyongsong Kematian Kamera Konsumer

Infogrrafik membeli kenangan lampau

Contoh lain di luar produk kamera misalnya, Nintendo, mendompleng teknologi aplikasi dan augmented reality yang sukses menghidupkan kembali karakter legendaris mereka bernama Pokemon. Coca-Cola, salah satu produsen minuman ringan dunia juga ikut-ikutan tren masa kini itu. Beberapa tahun lalu, Coca-Cola menghidupkan kembali produk lama mereka bernama Surge. Minuman ringan soda yang hadir di dekade 1990-an.

Juga ada McDonald’s yang ikut-ikutan tren ini. Perusahaan waralaba bidang makanan cepat saji itu menghidupkan kembali produk lawas mereka bernama “Hamburglar.” Upaya menghidupkan kembali produk masa lalu pada masa kini, dengan menyertakan perubahan atau tidak, bukan tanpa alasan bagi produsen. Apa yang dilakukan para produsen itu sedang menerapkan strategi “pemasaran nostalgia.”

Pemasaran nostalgia merupakan sebuah teknik pemasaran dengan memanfaatkan aspek-aspek masa lalu. Pemasaran nostalgia bisa memberikan aspek hubungan antara masa lalu dan masa kini. Pasar yang disasar memang memiliki ingatan tertentu tentang suatu produk di masa lalu dan lantas dihadirkan di masa kini.

Aspek terpenting dari pemasaran ini adalah sisi nostalgia itu sendiri. Mengutip Forbes, perasaan nostalgia dipicu oleh beragam jenis sensoris seperti emosi negatif, kesepian, kesedihan, hingga stres. Aspek-aspek negatif ini, berkolerasi dengan pendefinisian awal soal nostalgia. Johannes Hoffer, seorang dokter asal Swiss mendeskripsikan nostalgia sebagai “penyakit neurologis.”

Namun, meskipun pemicu tersebut terasa negatif, perasaan nostalgia yang kemudian muncul dapat meningkatkan suasana hati dan kenaikan harga diri. Soal emosi negatif ini, Profesor Constantine Sedikides dari School of Psychology, University of Southampton mengatakan pada The New York Times bahwa nostalgia, “membuat kita terasa lebih jadi manusia.”

Baca juga: Mengapa Manusia Gemar Bernostalgia?

Rata-rata, mayoritas orang akan mengalami rasa nostalgia sekali dalam seminggu. Di beberapa kasus, orang akan mengalami rasa nostalgia sebanyak tiga atau empat kali seminggu. Rasa nostalgia yang muncul itu dapat menangkal berbagai perasaan. Kesepian, kebosanan, dan kegelisahan, hilang dengan adanya rasa nostalgia. Dengan berbagai manfaat itu, nostalgia terasa penting bagi setiap individu.

Hal ini jadi peluang dihadirkannya produk-produk retro sebuah produk terkini. Seseorang dapat berhubungan kembali dengan masa lalunya melalui sebuah produk, ada kemungkinan perasaan-perasaan bahagian akan diperoleh orang tersebut. Dalam sebuah riset 2014 yang dipublikasikan The University of Chicago, seseorang kemungkinan besar akan rela mengeluarkan uang saat rasa nostalgia bisa dihadirkan.

"Kami bertanya-tanya mengapa (perasaan) nostalgia sangat sering digunakan dalam pemasaran. Salah satu alasannya adalah perasaan nostalgia dapat melemahkan hasrat seseorang akan uang. Dengan kata lain, seseorang sangat mungkin membeli sesuatu jika mereka (memperoleh) perasaan nostalgia," kata Jannie D. Lasaleta dari Grenoble Ecole de Management, bersama Constantine Sedikides, and Kathleen D. Vohs dalam laporan mereka yang berjudul Nostalgia Weakens the Desire for Money.

Perasaan nostalgia ini tak menyasar khusus suatu generasi, tapi lebih pada keterikatan soal pemasaran jenis ini yang menjadi kuncinya. Polaroid OneStep dan produk-produk lain dari berbagai perusahaan mencoba memanfaatkan celah nostalgia pada masing-masing orang. Polaroid kini sedang memulainya.

Baca juga artikel terkait KAMERA atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra