tirto.id - Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra menilai pelaksanaan speedy trial atau peradilan cepat selama 14 hari dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 tidak bermasalah.
Yusril menganggap waktu persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) sudah cukup guna membuktikan tuduhan kecurangan dalam pemilu, jika memang hal itu benar-benar terjadi.
"Kejahatan itu pasti ada jejaknya. Kalau mereka [kubu Prabowo] bilang [kecuruangan] TSM, itu kan pasti ada jejak kejahatan. Sudah diberikan kesempatan membuktikan, tapi enggak terbukti," kata Yusril di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Kenyataannya, MK menolak dalil maupun bukti dari kubu paslon 02. MK pun memutuskan menolak seluruh permohonan kubu Prabowo-Sandi.
Menurut Yusril, putusan MK menunjukkan bahwa tuduhan yang disampaikan kubu Prabowo-Sandi memang tidak benar.
"Enggak ada jejaknya [kecurangan]. Itu hantu saja yang berjalan mungkin. [Oleh karena itu] Tidak bisa dikatakan 14 hari itu tidak cukup membuktikan," ujar Yusril.
Dia mencatat persidangan terkait kejahatan kemanusiaan saja bisa terbukti dalam sidang selama dua pekan. Yusril menyontohkan kasus kejahatan Khmer Merah yang dipimpin Pol Pot.
"Di Kamboja, 15 hari tapi bisa membuktikan kejahatan genosida karena dihadiri saksi, orang yang betul-betul menyaksikan pembantaian 3 juta orang di Kamboja," ujar dia.
"Saya kira kalau sidang [di MK] ditambah waktunya tiga bulan, tetap saja tidak bisa dibuktikan," tambah Yusril.
Sebelumnya, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menilai penyelesaian sengketa pemilu perlu lebih panjang waktunya agar penyelesaian masalah-masalah yang besar bisa maksimal.
"Dengan sebegitu besar masalah, ternyata itu belum, belum ideal. Untuk pemeriksaan saksi-saksi itu mungkin masing-masing dua hari, mungkin akan lebih oke," kata Pramono di Gedung MK, Kamis kemarin.
Dia berharap ada evaluasi terhadap pelaksanaan sidang sengketa pemilu, terutama terkait dengan sistem persidangan cepat (speedy trial), yang digelar MK.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom