tirto.id - Karier politik Sandiaga Uno sesungguhnya masih panjang karena usianya baru menginjak 50 tahun. Tidak heran LSI Denny JA memasukkan namanya sebagai salah satu politikus yang berpotensi beradu nasib lagi pada Pilpres 2024.
Agar tetap diingat dan jika memang mau maju lagi, tentu ada yang perlu dilakukan Sandiaga selama lima tahun ke depan. Dan jadi oposisi, menurut Direktur Eksekutif Puskapol Fisip UI Aditya Perdana, adalah strategi yang tepat.
Jadi oposisi juga membuat Sandiaga bisa lebih fleksibel untuk mengorganisir pendukung--sebagaimana yang dia lakukan saat maju sebagai calon wakil gubernur di DKI Jakarta--sejak jauh-jauh hari. Ini tidak bisa dilakukan jika misalnya Sandiaga memutuskan untuk bergabung ke petahana setelah diberi jabatan.
Selain waktu yang mungkin tersita, gabung ke pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin juga membuatnya kemungkinan memilih untuk tak banyak mengkritik, padahal kritiklah yang membuat nama dia bisa lebih melambung.
"Kalau oposisi kan dia bisa berbeda pendapat, sekeras apa pun, pasti dihormati. Akan mudah juga menarik simpati publik terhadap pandangan-pandangan itu," kata Aditya kepada reporter Tirto, Senin (3/7/2019).
Agar kerja-kerja politik tersebut lebih mudah, Aditya mengatakan Sandiaga memang sebaiknya bergabung ke salah satu partai oposisi atau organisasi masyarakat. "Dia butuh kendaraan politik."
Sandiaga pernah tercatat jadi kader Gerindra, tapi lantas keluar saat memutuskan maju sebagai cawapres. LSI Denny JA lalu menyebut Sandiaga cocok di PAN karena faktor kedekatan (PAN salah satu partai pengusung Prabowo-Sandi).
Sandiaga sendiri belum mengatakan apa-apa soal ini.
Lebih Baik Gabung Jokowi
Pendapat berbeda disampaikan Direktur Riset Charta Politica, Muslimin. Menurutnya jadi oposisi memang memberikan sejumlah keuntungan buat Sandiaga, tapi tak ada yang lebih baik jika hendak maju pada 2024 selain bergabung ke dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Jika tujuannya adalah tetap diingat dan dianggap mumpuni, Sadiaga tinggal menunjukkan kinerjanya dalam membantu Jokowi.
"Tetapi [jabatannya] harus strategis. Mau enggak mau, kan, harus jadi menteri," kata Muslimin kepada reporter Tirto.
Namun untuk sampai pada posisi itu jelas tidak mudah. Pertama, Jokowi sendiri yang perlu mengajak langsung, padahal Jokowi sendiri sudah ditagih jatah menteri oleh beberapa partai pengusung. Kedua, jika masuk kabinet, bukan tidak mungkin dia juga akan mendapat penolakan dari partai koalisi Jokowi.
"Karena bagaimanapun Sandi akan jadi ancaman sebagai penantang pada Pilpres 2024," kata Muslimin.
Lalu apa pilihan Sandiaga? Dalam pernyataannya yang terakhir, dia kemungkinan akan jadi oposisi untuk pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, meski tidak menyatakan itu secara eksplisit.
Bekas calon wakil presiden ini memilih menggunakan kata "penyeimbang" pemerintah.
"Sebagai mantan calon wakil presiden, menurut saya apa pun posisinya, tapi membantu negara sebagai penyeimbang sangat bermartabat dan terhormat," ujar Sandiaga di Jakarta, Selasa (2/7/2019), sebagaimana diwartakan Antara.
Pernyataan serupa ia utarakan lewat Instagram, @sandiuno. Menurutnya untuk membangun Indonesia tak harus berada di dalam pemerintahan.
"Sebagaimana lazimnya suatu pemilu, yang terpilih akan memimpin pemerintahan, yang tidak terpilih akan berperan sebagai mitra penyeimbang untuk menjaga jalannya pemerintah ke depan."
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino