Menuju konten utama

Yang Asik dan Menarik dari Tech in Asia 2018

Ada 280 startup unjuk gigi di konferensi Tech in Asia 2018.

Yang Asik dan Menarik dari Tech in Asia 2018
Tech in Asia akan kembali menggelar konferensi tahunan Tech in Asia Jakarta 2018 (TIA JKT 2018) pada tanggal 23 dan 24 Oktober 2018 mendatang. FOTO/techinasia.com

tirto.id - Dunia hari ini penuh dengan munculnya perusahaan rintisan (startup) baru. California dengan Sillicon Valley-nya dianggap sebagai tanah surga perusahaan rintisan. Di sana, muncul ribuan perusahaan rintisan baru yang berharap seperti para pendahulunya, para raksasa seperti Google, Facebook, Apple, juga Adobe.

“Inovasi (startup) di California berada pada puncak tertingginya kini. Tentu, setengah dari startup itu konyol, dan Anda tahu bahwa dua pertiga dari mereka akan bangkrut. Tetapi, selusin ide yang muncul dari startup-startup tersebut akan menjadi sangat penting,” cetus Bill Gates, pendiri Microsoft, suatu waktu.

Tapi kelahiran massal perusahaan rintisan tak hanya terjadi di California. Ia juga terjadi di Indonesia. Melalui konferensi Tech in Asia Jakarta 2018, ada 280 perusahaan rintisan, sebagian besar baru, yang unjuk gigi. Merujuk data yang dipaparkan Google, seiring makin banyaknya perusahaan rintisan di Indonesia, semakin besar pula kucuran dana dari modal ventura (venture capital). Dalam lima tahun belakangan, investasi modal ventura pada perusahaan rintisan telah tumbuh 68 kali lipat, mencapai angka 1,4 miliar dolar di 2016. Lantas, hanya di delapan bulan pertama 2017, investasi para pemilik modal bagi perusahaan rintisan di Indonesia telah mencapai angka 3 miliar dolar.

Di jajaran terdepan perusahan rintisan Indonesia ada Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan BukaLapak. Keempat startup tersebut telah menggenggam titel unicorn. Secara sederhana, merekalah penyedot terbanyak pundi-pundi dari investor. Mengutip data yang dipaparkan Crunchbase, dari nilai investasi yang dipublikasikan, Go-Jek telah mengantongi uang sebesar 2,1 miliar dolar. Dari sumber yang sama, Tokopedia disebut telah memperoleh pendanaan sebesar 1,3 miliar dolar. Lantas, Traveloka menggenggam duit sebesar 500 juta dolar.

Bermunculannya perusahaan baru ini, salah satunya dipicu oleh kisah sukses Nadiem Makarim, William Tanuwijaya, Ferry Unardi, dan Achmad Zaky yang membangun perusahaan di atas. Tech in Asia Jakarta 2018, yang dihadiri 65 modal ventura, jelas mencari sosok penerus nama-nama besar itu. Dari ratusan perusahaan rintisan yang berpartisipasi, setidaknya, ada lima yang menarik perhatian: Importir.org, KALM, Futsalio, Nikahyuk.com, dan CariBengkulu.

Importir.org merupakan startup komunitas importir yang membantu tiap orang bisa mengimpor barang dari berbagai negara, khususnya Cina. Dikutip dari laman resmi mereka, selain memiliki kantor di Jakarta dan Surabaya, mereka pun memiliki kantor di Cina. Kantor-kantor tersebut, selain digunakan untuk kegiatan administratif, juga dipergunakan sebagai “gudang tertutup,” gudang yang mewadahi anggotanya menyimpan barang yang diimpor.

Faizal Al Edrus, pendiri Importir.org, mengatakan para anggotanya tak melulu berurusan dengan mengimpor barang dengan kuantitas besar, tetapi juga kecil.

“1 pieces pun boleh, (apalagi) satu kontainer.”

Para anggota yang hendak mengimpor barang bisa melihat-lihat barang yang hendak mereka beli di situs e-commerce internasional, semisal Alibaba. Lantas, tautan barang tersebut dikirim ke pihak Importir.org. Dari sana, pihak Importir.org yang akan mengurus izin.

“Anggota) hanya tinggal bayar,” kata Faizal. Tetapi, khusus mengimpor barang dalam konteks business-to-business (B2B), Faizal menyarankan anggotanya untuk mengikuti seminar yang mereka buat.

“(Seminarnya) hanya bayar 100 ribu rupiah,” ujarnya.

Berbeda dengan Importir.org, yang bisa dianggap sebagai solusi memperoleh pendapatan baru, KALM merupakan perusahaan rintisan aplikasi konseling online. Ia mempertemukan pasien yang mengalami gangguan psikologis dengan psikolog/psikiater/konselor profesional.

Startup ini membantu masalah besar yang diderita masyarakat dunia. Dalam laporan World Health Organization (WHO), satu dari empat orang di dunia menderita gangguan mental. Dari 450 juta penderita gangguan mental, setiap tahunnya ada 1 juta yang melakukan bunuh diri. Di Indonesia sendiri, 1,7 per 1.000 penduduk mengalami masalah mental.Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia, adalah 1,7 per 1.000 penduduk atau sekitar 400.000 orang.

Karina Negara, pendiri sekaligus konselor profesional, mengatakan bahwa hingga hari ini KALM memiliki lebih dari 20 psikolog/psikiater/konselor, yang bertitel minimal Strata 2, yang siap membantu pengguna KALM mengatasi gangguan psikologis mereka. Secara teknis, aplikasi ini serupa chat/perpesanan. Segala masalah psikologis yang diderita penggunanya, diutarakan dalam bentuk teks. Lantas, psikolog/psikiater/konselor yang menangani membalasnya dengan teks juga.

“(Ini) lebih enak. Mengungkapkan masalah psikologis secara teks memang ada plus-minusnya. Senyamannya aja. (Karena) ada banyak orang yang ngga suka ngobrol tatap muka," ujar Karina.

Namun, Karina juga turut memberikan catatan: aplikasi KALM tidak mencoba menggantikan konseling tatap muka. Merujuk laman resmi KALM, mereka menegaskan, “Apabila Anda sedang mengalami krisis, merasa ingin bunuh diri, atau menduga ada orang lain yang berada dalam bahaya – jangan menggunakan situs ini maupun aplikasi KALM. Apabila Anda berada di Indonesia, hubungi ‘119’.”

Di Tech in Asia, ada pula perusahaan rintisan yang masih berstatus beta, atau dalam bahasa sederhana, masih sebatas ide. Salah satunya adalah Futsalio, aplikasi pencarian lapangan futsal. Aplikasi ini bermanfaat bagi kalangan muda mencari lapangan futsal yang hendak mereka gunakan, berdasarkan lokasi terdekat atau ketersediaan di waktu yang diinginkan. Secara sederhana, ini seperti Go-Ride atau GrabBike bagi lapangan futsal. Namun, Futsalio memberi fitur lebih: pengguna bisa mencari lawan dan kompetisi melalui aplikasi ini.

Infografik Startup di Tech in Asia

Selain Futsalio, ada pula Nikahyuk.com, situs market place untuk membantu pasangan yang hendak menikah dalam mencari vendor, hingga merencanakan dan membantu pembiayaan pernikahan. Romdhon, Product Development Nikahyuk.com mengatakan startupnya menyasar generasi milenial yang hendak mencari tetek-bengek pernikahan yang tidak mahal, alias berharga bawah-menengah.

“Perusahaan rintisan ini lahir karena mayoritas anak-anak muda memiliki permasalahan di biaya nikah,” katanya.

Dari ratusan perusahaan rintisan di Tech in Asia, CariBengkulu memiliki ceruk pasar berbeda. Jika perusahaan lain menyasar pasar yang luas, CariBengkulu menyasar pasar yang spesifik: warga Bengkulu atau luar Bengkulu yang memiliki ketertarikan dengan daerah tersebut. Roby, pendiri CariBengkulu mengatakan ini adalah all-in-one direktori Bengkulu. Menurutnya, pemilihan pasar yang spesifik dikarenakan sangat sulit mengembangkan startup (di daerah).

Roby mengatakan CariBengkulu didirikan untuk, “membantu masyarakat Bengkulu mengakses informasi.” Salah satu hal yang telah dilakukan CariBengkulu ialah bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) mendata penduduk Bengkulu yang bersedia mendonorkan darahnya. Ini, katanya, secara tersirat, bermanfaat bagi kehidupan Bengkulu.

Secara umum, tak ada perusahaan rintisan dengan ide-ide yang wah dan segar di tech in Asia. Mayoritas merupakan startup yang mengambil tema lama, tetapi diimbuhi dengan bumbu baru. Misalnya rintisan bertema market place, tempat yang mempertemukan pencipta layanan/barang dengan para peminatnya. Tema ini telah diambil, misalnya, oleh Tokopedia.

Di Tech in Asia, ide ini direkacipta-ulang dengan sasaran yang lebih spesifik. Misalnya market place bagi kalangan yang hendak menikah atau market place bagi para penggemar futsal, seperti yang dilakukan Nikahyuk.com dan Futsalio. Dengan tema yang sama namun ditambahi bumbu baru yang kadang terasa aneh, perkataan Bill Gates pada pembuka tulisan ini nampaknya menemui kebenaran: setengah ide startup memang konyol.

Baca juga artikel terkait STARTUP atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nuran Wibisono