Menuju konten utama

Wiranto: Lapas Napi Koruptor Harus Ditempatkan di Pulau Terluar

Menkopolhukam tengah melakukan kajian untuk memindahkan lapas-lapas yang ada di perkotaan ke kawasan pulau terluar.

Wiranto: Lapas Napi Koruptor Harus Ditempatkan di Pulau Terluar
Menkopolhukam Wiranto (tengah) memberi keterangan pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (8/5). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto menyarankan agar narapidana korupsi ditempatkan di pulau terluar Indonesia. Menurut dia, suasana perkotaan tidak akan memberikan efek jera kepada koruptor.

Hal itu disampaikan Wiranto saat menyinggung penangkapan Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein oleh KPK terkait dugaan suap pemberian fasilitas istimewa untuk terpidana korupsi pada akhir pekan lalu.

“Ya masalah utama sebenarnya adalah lokasi. Harusnya lapas itu ada di pulau terluar dan terpencil, tapi jangan terpencil-terpencil amat yah,” kata Wiranto di Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin (23/7/2018).

Menurut Wiranto, letak Lapas Sukamiskin yang di perkotaan akan memberikan kemudahan akses untuk berinteraksi dengan orang-orang di luar, sehingga sulit untuk memberikan efek jera.

"Lapas itu kan kebanyakan peninggalan dari zaman Belanda, dimana pada saat zaman Belanda itu lapas-lapas ini terletak di pinggir kota, bukan di perkotaan. Lapas Cipinang, Sukamiskin atau dimana saja yang ada lapasnya di perkotaan dulu itu di pinggir kota, tapi itu sekarang berkembang sejalan dengan perkembangan republik yang terus membangun," terangnya.

Rencana Memindahkan Lapas ke Daerah Terpencil

Menkopolhukam menegaskan, saat ini pihaknya tengah melakukan kajian untuk memindahkan lapas-lapas yang ada di perkotaan beserta isinya ke kawasan pulau terluar.

"Pak Presiden [Joko Widodo] juga setuju untuk bagaimana memindahkan lapas-lapas atau gimana membuat lapas baru yang lebih ideal, agar tidak terulang hal-hal seperti ini," ujarnya.

Beberapa pulau ideal terluar, kata dia, telah diperhitungkan untuk digunakan sebagai lapas yang dikhususkan untuk para narapidana koruptor, narkoba, dan terorisme. Menurut dia, dari 17 ribu pulau terluar di Indonesia, ada sekitar 6.000 pulau yang belum dihuni.

“Masa dari 6.000 itu enggak ada yang bisa dibuat penjara, ya satu atau dua pulau kan bisa,” kata dia.

Setiap lapas, lanjut dia, harus ditempati oleh narapidana dari kasus yang berbeda. Sebab, antara napi korupsi dengan napi terorisme tidak bisa ditempatkan dalam satu sel yang sama.

“Jadi, memang harusnya yang korupsi itu korupsi saja, yang terorisme itu ya terorisme saja, dipisah. Enggak bisa dong disatukan,” ucapnya.

Namun, kata Wiranto, butuh waktu yang cukup panjang untuk mematangkan rencana itu. "Membutuhkan suatu proses yang cukup panjang tidak sesaat kita membangun itu, nah sambil kita melakukan rencana itu tentu perlu pembenahan-pembenahan lapas yang sudah ada," ujarnya.

Wiranto menambahkan, hampir seluruh lapas di Indonesia mengalami over kapasitas. Ada yang over kapasitas 50 persen, ada yang 100 persen. "Ini semua yang jadi permasalahan kita bersama, tapi kami yakin dengan adanya pengawasan yang ketat, maka hal semacam itu tidak akan terulang lagi," ungkapnya.

Hal yang dimaksudkan oleh Wiranto adalah sebagaimana yang terjadi pada Sabtu (21/7/2018). Pihak KPK melalukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kalapas Sukamiskin dan mendapati praktik jual beli lapas dengan fasilitas mewah di sana.

Baca juga artikel terkait OTT KPK KALAPAS SUKAMISKIN atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Hukum
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto