tirto.id - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menilai aturan hukum di Indonesia belum mampu mengontrol semangat kebebasan dalam berdemokrasi. Hal itu ia sampaikan saat menjadi keynote speaker dalam acara bertajuk "Merajut Indonesia dalam Bingkai Kebhinekaan" di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5/2017).
"Kebebasan itu menjadi satu nafas dengan demokrasi baru di Indonesia yang tidak mungkin diimbangi oleh hukum yang cukup kuat karena karena waktu itu hukum-hukum yang kuat dihapuskan, misalnya Undang-Undang tentang Subversi," kata Wiranto.
Padahal, lanjut Wiranto, munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang menyebarkan intoleransi dan ujaran kebencian merupakan akibat dari tidak adanya undang-undang yang mengimbangi kebebasan di Indonesia.
"Nah, dengan tidak ada itu belum ada satu UU yang mengimbangi, ya jadinya seperti ini. Dan itu merupakan sumber-sumber perpecahan karena bebas mempengaruhi orang lain, bebas untuk membangun satu perasaan-perasaan kebencian," tambahnya.
"Lima orang kumpul-kumpul enggak jelas ngerasani (menggunjingkan) negara, tangkap. Di Indonesia enggak bisa. Ditangkap, ini kan wacana. Enggak bisa. Presiden disebut boleh," lanjut mantan Ketua Umum Partai Hanura ini.
Wiranto menambahkan, keadaan seperti ini sangat berbeda dengan saat era Orde Baru ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan. "Kebetulan, saya mengalami zaman terakhir Orde Baru. Menjabat Menteri juga,” ungkapnya.
“Dan sekarang, zaman reformasi, saya menjabat menteri juga. Saya melihat perbedaan yang mencolok. Tatkala demokrasi Orde Baru yang didobrak oleh semangat kebebasan yang melahirkan era reformasi, maka kebebasan itu menjadi mutlak," beber Wiranto.
Tokoh kelahiran Yogyakarta ini menegaskan, jika hal tersebut terus dibiarkan dan hukum tidak bisa mengontrol kebebasan, maka akan ada tindakan anarkisme di masyarakat. Sebaliknya, kalau hukum terlalu kuat, maka akan muncul pula pemberontakan yang diakibatkan oleh adanya demokrasi otoriter.
"Demokrasi belum selesai. Demokrasi itu sebenarnya equal dengan masalah hukum. Ada teori yang bilang bahwa demokrasi yang benar jika hukum dan kebebasan itu equal," tutup Wiranto.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Iswara N Raditya