tirto.id - Balas dendam kerap jadi motif utama yang mendorong karakter perempuan untuk menjalankan sebuah aksi kriminal dalam sebuah film.
Ocean’s 8 (2018), misalnya. Debbie Ocean (Sandra Bullock) merangkai aksi perampokan bersama tujuh perempuan lain untuk membalas dendam kepada seorang pria yang telah menjebloskannya ke penjara, untuk kejahatan yang si pria lakukan.
Gone Girl (2014) adalah contoh lainnya. Thriller psikologis yang disutradarai David Fincher ini berpusat pada hilangnya Amy (Rosamund Pike) yang memusingkan suaminya Nick Dune (Ben Affleck). Belakangan diketahui bahwa itu semua adalah hasil konspirasi Amy untuk menjebak Nick yang tukang selingkuh dan pernah berlaku kasar padanya.
Debbie atau Amy adalah tipikal orang dari kelas menengah atau kelas atas. Mereka sudah selesai dengan tetek bengek sandang-pangan-papan. Drama yang mereka bikin masih terkungkung narasi fiktif: terlalu mengawang-awang, berjarak jauh dari urusan keseharian penonton sobat miskin.
Widows berbeda. Veronica Rawlings (Viola Davis), Linda Pereli (Michelle Rodriguez), Alice Gunner (Elizabeth Debecki), dan Belle (Cynthia Erivo) melakukan misi perampokan bukan untuk kepuasan batin, melainkan sebagai jalan terakhir untuk bertahan hidup di Chicago yang keras.
Kematian Harry Rawlings (Liam Neeson) membuat Veronica patah hati. Ia kemudian kaget setelah tahu bahwa suaminya adalah pelaku kriminal. Rupanya uang hasil curianlah yang selama ini membuat hidupnya serba berkecukupan. Harry meninggal usai gagal menjalankan satu misi. Ia mati terbakar bersama dua rekannya.
Belum kering air mata kesedihan akibat ditinggal suami tercinta, pada suatu hari Veronica didatangi Jamal Manning (Bryan Tyree Henry). Jamal adalah ketua sindikat kriminal sekaligus politikus pemula yang sedang mencalonkan diri sebagai pemimpin Distrik 18 Chicago.
Jamal kehilangan modal kampanye sebesar $5 juta karena jadi korban perampokan terakhir Harry dan kawan-kawan. Ia merasa Veronica bertanggung jawab untuk mengembalikannya, dalam tenggat waktu satu bulan, tidak peduli bagaimana caranya.
Veronica otomatis pusing karena tidak mempunyai uang sebanyak itu. Pada dasarnya ia tak punya apa-apa. Gaun-gaun elegan, perhiasan mahal, hingga apartemen yang ia dan anjingnya tempati adalah kepunyaan Harry.
Linda dan Alice menghadapi masalah yang sama. Suami Linda, Carlos Perelli (Manuel Garcia-Rulfo), punya utang judi dalam jumlah besar. Carlos menjadikan toko baju Linda sebagai jaminan. Setelah ia meninggal, toko itu disita. Linda dan kedua anaknya yang masih kecil dipaksa untuk tinggal di rumah orang tuanya.
Alice menjalani hubungan yang beracun (toxic relationship) dengan suaminya, Florek Gunner (Jon Bernthal). Florek suka memukuli Alice, terutama saat ia sedang tidak punya uang. Alice harus menahannya, karena ia menggantungkan hidup sepenuhnya kepada Florek.
Widows berkaca pada pengalaman banyak perempuan kelas bawah yang memiliki ketergantungan tinggi pada suami. Saat muncul musibah yang mengakibatkan keduanya berpisah, para perempuan ini dilanda kebingungan yang luar biasa karena tidak mandiri secara finansial.
Narasi realis seperti ini cukup jarang diangkat, apalagi dalam genre film kriminal dengan tokoh utama perempuan. Ide pokoknya lebih mudah menjangkau simpati khalayak, karena penonton tidak sedang disuguhi intrik-intrik klise yang berlangsung di puncak menara gading.
Titik terang datang saat Veronica menemukan buku catatan Henry. Di dalamnya terdapat petunjuk lokasi persembunyian uang hasil rampokan. Veronica kemudian mengajak Linda dan Alice untuk mencurinya, karena dipandang sebagai solusi terbaik untuk mengatasi tekanan yang sedang mereka alami.
Belle bergabung ke tim setelah supir Veronica dibunuh oleh adik Jamal Manning, Jatemme Manning (Daniel Kaluuya). Alur film pelan-pelan menunjukkan evolusi para janda menjadi perampok profesional—serupa suami-suami mereka.
Sutradara Steve McQueen hampir dianggap sebagai ajang perjudian oleh produser Hollywood. Maklum, tiga filmnya sebelum Widows mengandung tema yang kurang komersil. Mulai aksi mogok makan aktivis (Hunger, 2008), perjuangan melawan candu seks (Shame, 2011), hingga kisah kelam perbudakan kulit hitam (12 Years of Slave, 2013).
Widows menjadi tantangan baru bagi Steve. Ia mengadopsinya dari serial Inggris dengan judul yang sama, Widows (1983). Bumbu thriller-nya merasuk secara pas. Maklum, dalam penulisan skenario film ini, Steve berkolaborasi dengan penulis novel Gone Girl, Gillian Flynn.
Film-film Steve adalah jaminan untuk sinematografi yang memanjakan mata. Ia kembali menghadirkan warna dasar biru nan dingin selama menyorot kesedihan Veronica di apartemen. Atau gradasi yang tegas selama tokoh-tokoh utama berkeliling Chicago—salah satu kota dengan angka pembunuhan tertinggi di Amerika Serikat.
Steve beruntung karena bisa menghadirkan para pemain film papan atas. Selain Viola Davis dan Daniel Kaluuya, Colin Farrell berperan sebagai Jack Mulligan, lawan politik Jamal Manning. Ayah Jack, Tom Mulligan, dimainkan oleh aktor kawakan Robert Duvall.
Ada bumbu rasialisme, termasuk saat Jamal dan geng kulit hitamnya menantang kemapanan keluarga Mulligan. Demi kemenangan sang kakak, Jatemme bertindak brutal saat mencari informasi soal Veronica.
Daniel Kaluuya berhasil membawakan sosok Jatemme sebagai karakter yang menakutkan. Petualangan kecilnya juga menjadi kesempatan bagi Steve untuk memamerkan adegan sinematik yang khas.
Misalnya saat Jatemme menginterogasi seorang penyanyi rap di sebuah lapangan basket. Steve membawa kamera mengelilingi para pemain, tanpa dipotong, hingga Jatemme tiba-tiba mengeluarkan pistol dan menembak si penyanyi tepat di kepala. Adegan ini setegang adegan penyiksaan Patsey (Lupita Nyong’o) oleh Edwin (Michael Fassbender) di 12 Years of Slave.
Pertengkaran Jack dan Tom konon melibatkan banyak improvisasi, terutama oleh performa Robert Duvall. Di bagian ini, masalah yang membelit Veronica dan kawan-kawan ternyata didorong oleh ambisi keluarga Mulligan untuk berkuasa di Distrik 18 Chicago.
Masing-masing karakter membawakan latar belakang yang beragam dan membuat film terasa padat oleh tema filmis dan isu sosial. Ada drama keluarga, kisah percintaan, kriminalitas, dan rasisme. Unsur komedi juga Steve selipkan secara halus, khususnya saat Linda dan Alice mempersiapkan aksi perampokan dari nol.
Widows menjadi panggung kesekian bagi Viola Davis untuk memamerkan akting level Oscar-nya. Liam Neeson menjadi pasangan aktor yang tepat, terutama saat keduanya bertengkar.
Widows bisa jadi alternatif jika Anda sedang bosan dengan drama yang klise atau film laga yang begitu-begitu saja. Alurnya memang pelan. Tapi, bak proses menguliti bawang, Anda akan menemukan kejutan-kejutan menarik hingga film selesai.
Editor: Windu Jusuf