tirto.id - Aktor senior Robert Isaac Kaihena Sugara atau yang dikenal dengan Robby Sugara meninggal dunia akibat penyakit jantung pada usia 69 tahun di Jakarta, Kamis (13/6/2019) dini hari.
Menurut Ferdinan yang merupakan suami dari anak pertama Robby, Ella Inggrid, sang mertua sedang berada di tempatnya saat terkena serangan jantung.
"Karena sakit jantung, tadi malam wafat jam 12 malam," ujar Ferdinan, Kamis (13/6/2019).
Robby Sugara, lanjut Ferdinan, tidak memiliki riwayat penyakit jantung, namun pernah mengalami stroke ringan dan mengidap penyakit gula.
Apa sebenarnya penyakit jantung yang menyebabkan kematian Robby Sugara ini?
"Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu," kata Ova Emilia saat membuka Simposium Kardiologi "Atrial Fibrilation Awareness" di RS Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, seperti dilansir Antara.
Ia menjelaskan penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk diantaranya adalah penyakit jantung koroner, gangguan irama jantung (aritmia), gagal jantung, hipertensi dan stroke. Di Indonesia penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26,4 persen.
Berdasarkan estimasi Kementerian Kesehatan tahun 2013, sebanyak 39 persen penderita jantung di Indonesia berusia 44 tahun ke bawah. Menariknya, 22 persen di antaranya berumur 15-35 tahun, yang merupakan masa fisik produktif dalam kehidupan manusia.
Jumlah penderita jantung tertinggi ada pada kelompok usia 45-65 tahun, dengan persentase 41 persen. Selisih yang tak berbeda jauh antara umur 45 ke bawah dan 45 ke atas jadi penegas bahwa tren risiko penyakit jantung datang pada usia muda semakin meningkat.
Mayoritas penderita penyakit jantung koroner disebabkan aliran darah ke jantungnya terhambat oleh lemak. Penimbunan lemak di dalam arteri jantung ini dikenal dengan istilah aterosklerosis dan merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner.
Selain dapat mengurangi suplai darah ke jantung, aterosklerosis juga dapat menyebabkan terbentuknya trombosis atau penggumpalan darah. Jika ini terjadi, aliran darah ke jantung terblokir sepenuhnya dan serangan jantung pun terjadi. Faktor pemicu aterosklerosis meliputi kolesterol yang tinggi, merokok, diabetes, serta tekanan darah tinggi.
The Korea Centers for Disease Control merilis data pada Rabu (9/1/2019), sebanyak 25.859 orang meninggal karena serangan jantung mendadak pada 2017, tidak termasuk kematian karena kecelakaan dan bunuh diri, dan untuk kasus tersebut, sebanyak 18.261 orang meninggal tanpa peringatan, demikian seperti dilansir The Korea Herald.
Menurut data statistik Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan, rata-rata sekitar 300 lebih orang meninggal per bulannya akibat serangan jantung mendadak di musim dingin, lebih banyak daripada di musim panas.
Oleh karena itu, untuk menghindari masalah jantung yang tidak terduga, ahli jantung menyarankan agar aktivitas fisik dilakukan pada pagi hari ketika suhu udara masih rendah.
"Temperatur ambien yang rendah menyebabkan pembuluh darah berkontraksi, dan ketika arteri koroner menyempit, pasokan darah ke jantung dapat terganggu," kata Park Dug Woo, seorang spesialis jantung di Asan Medical Center, seperti dikutip The Korea Herald.
"Gumpalan darah juga lebih mungkin terbentuk di pagi hari," lanjutnya.
Detak jantung yang berhenti mendadak dapat didahului oleh gejala-gejala sekitar satu jam sebelumnya. Tanda-tanda peringatan tersebut termasuk nyeri dan rasa ketidaknyamanan di bagian dada, sesak napas, mual, sakit kepala ringan, dan jantung berdebar.
Jika gejala ini muncul, sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit atau klinik terdekat dan idealnya harus ditangani dalam waktu satu jam.
"Pemeriksaan rutin dan memanggil ambulans tanpa ragu-ragu jika ada ketidaknyamanan adalah dua cara sederhana," tambah Park Dug Woo.
Beberapa faktor risiko yang bisa menyebabkan serangan jantung adalah seperti, tekanan darah tinggi, diabetes, dan obesitas.
Faktor lainnya adalah disebabkan gaya hidup yang tidak sehat. Meskipun faktor genetik dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, pilihan gaya hidup yang tidak sehat memainkan peranan yang besar.
Editor: Agung DH