Menuju konten utama

Waspada Penyakit Ginjal, Perhatikan Gaya Hidup yang Tak Sehat

Ancaman penyakit ginjal menjadi salah satu yang paling serius di Indonesia. Cegah dengan gaya hidup sehat dan minum cukup.

Waspada Penyakit Ginjal, Perhatikan Gaya Hidup yang Tak Sehat
Seorang sedang didiagnosis punggung dengan USG. Foto/iStock

tirto.id - Minggu pagi akhir Januari lalu saya bangun dengan sakit punggung yang luar biasa. Pada mulanya saya kira itu hanya sekedar kelelahan akibat terlalu banyak olah raga. Tiga jam berlalu, usai minum dua butir obat pereda nyeri, rasa sakit itu malah makin menjadi.

Tubuh terasa kaku, nyeri semakin menjadi, dan saya kehilangan kesadaran. Saat bangun, saya meminta kawan untuk mengantar ke rumah sakit. Di perjalanan, sekali lagi rasa sakit itu makin membelit, sampai akhirnya saya terbangun di UGD sebuah rumah sakit.

Pada mulanya, saya mengira nyeri itu sekadar nyeri otot akibat melakukan latihan beban yang berat. Namun, dokter yang memeriksa saya kemudian memberi tahu ada infeksi saluran kemih dan kemungkinan ada batu ginjal. Dalam pemeriksaan lanjutan, dokter memberi pertanyaan tentang intensitas minum air, pola konsumsi, kerja, dan rutinitas berolahraga.

Saya adalah pekerja yang nyaris menghabiskan waktu untuk duduk membaca dan jarang minum air, sehingga kemungkinan memiliki batu ginjal sangat besar.

Data Kemenkes mencatat bahwa jumlah penderita penyakit ginjal menempati urutan kedua setelah penyakit jantung. Beberapa penyebab penyakit ginjal kronik seperti batu ginjal disebabkan gaya hidup yang kurang sehat, obesitas, dan kurangnya olahraga. Bagi para pekerja kantoran yang jarang bergerak dan minum kurang dari dua liter per hari, ancaman penyakit ginjal tentu sangat nyata.

Padahal, minum air secara teratur dapat mencegah terjadinya penyakit non-infeksi atau penyakit degeneratif di masa yang akan datang, terutama gagal ginjal kronik, diabetes, dan hipertensi. Mengingat 60-70 persen tubuh manusia terdiri dari air, air jelas menjadi kebutuhan penting bagi tubuh dan kesehatan kita.

Air yang diminum haruslah dalam jumlah cukup dan merupakan air yang sehat, yaitu tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna, serta telah dididihkan. Kekurangan konsumsi air sehari-hari dapat menyebabkan gangguan kesehatan antara lain gangguan pada fungsi tubuh, misalnya penurunan konsentrasi, dan aktivitas, dan gangguan ginjal.

Mei tahun lalu, Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan penyakit gagal ginjal yang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia disebabkan mulai dari penggunaan air yang tidak bersih atau tercemar untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

"Penyebabnya coba kami cari ternyata air yang tidak bersih di samping juga faktor lain, diabetes, hipertensi," kata Nila seperti dikutip Antara. Kesadaran masyarakat terhadap akses sanitasi sangat penting untuk menekan penyakit ini.

Infografik Pelihara Ginjal Anda

Ginjal, organ tubuh yang berfungsi dalam proses ekskresi, berfungsi untuk membuang sampah metabolisme, menjaga keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit, serta membuat hormon untuk pengaturan tekanan darah, dan pembentukan sel darah merah. Agar tubuh tetap berfungsi dengan optimal, orang dengan gagal ginjal harus menjalani hemodialisis sebagai substitusi dari ginjal yang telah rusak. Jika tidak diawasi dan tidak diwaspadai, bisa jadi kita akan memiliki Penyakit Ginjal Kronis (PGK) yang berbahaya.

Data Riskesdas 2013 menunjukkan angka kejadian PGK di Indonesia pada usia 15 tahun sebesar 0,25 persen. Penderita di pedesaan (0,3%) lebih banyak daripada di perkotaan (0,2%). Jumlah penderita diperkirakan akan semakin bertambah karena tingginya prevalensi hipertensi dan diabetes di Indonesia.

Bagi penderita Penyakit Ginjal Kronis seperti gagal ginjal, satu-satunya cara bertahan hidup adalah melalui hemodialisis. Hemodialisis secara sederhana adalah proses pembersihan darah dari zat-zat sampah, melalui proses penyaringan di luar tubuh.

Hemodialisis dapat mencegah kematian, tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan fungsi ginjal secara keseluruhan. Pasien harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya (biasanya 1-3 kali seminggu) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan ginjal.

Sejauh ini, menurut situs Kementerian Kesehatan, penanganan PGK di Indonesia sudah dijamin oleh program JKN melalui BPJS. Pembiayaan PGK tersebut saat ini menempati urutan nomor dua dalam penyerapan klaim BPJS.

Beban biaya hemodialisis terhadap penderita PGK cukup besar. Misalnya jika sekali ongkos hemodialisis sebesar Rp982.600 (klaim BPJS), maka biaya hemodialisis per bulan (dengan 3 kali hemodialisis per minggu) kemungkinan ada di angka Rp11.791.200. Dalam setahun, akan diperoleh angka sebesar Rp141.494.400, dan ini hanya ditanggung selama lima tahun. Ini tentunya belum termasuk biaya lain yang tidak terjamin oleh BPJS. Saat ini misalnya, biaya transplantasi ginjal ditanggung BPJS sebesar Rp250.000.000.

Pada 2014, ada 1,4 juta kasus gagal ginjal di Indonesia yang dibiayai BPJS Kesehatan dengan nilai mencapai Rp2,2 triliun selama tahun 2014. Adapun untuk tahun 2015 (data hingga Triwulan HI) terdapat 1,2 Juta kasus gagal ginjal dengan pembiayaan Rp1,6 triilun.

Kemenkes menyebut penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis reguler jumlahnya semakin meningkat. Jumlah penderita sekitar empat kali lipat dalam 5 tahun terakhir. Saat ini diperkirakan gagal ginjal terminal di Indonesia yang membutuhkan cuci darah atau dialisis mencapai 150.000 orang.

Namun, penderita yang sudah mendapatkan terapi dialisis baru sekitar 100.000 orang. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) melaporkan, setiap tahunnya terdapat 200.000 kasus baru gagal ginjal stadium akhir.

Menkes tahun lalu menyebut penyakit gagal ginjal berkaitan dengan akses sanitasi dan perilaku masyarakat yang tidak sehat dengan tidak membuang air besar di toilet. Nila mengungkapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengeluarkan biaya untuk pengobatan gagal ginjal menelan Rp3,4 triliun dana BPJS.

"Ada tiga juta orang Indonesia menderita gagal ginjal dan pengeluarannya sekitar Rp3,4 triliun uang BPJS dihabiskan," ujar Nila. Dia menyebut tingginya biaya tersebut dikarenakan klaim cuci darah penderita gagal ginjal yang bisa mencapai satu juta rupiah.

Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM, seperti dikutip situs Kemenkes, menyebutkan bahwa penyakit ginjal kronis bersifat irreversible. Artinya, ginjal penderita tidak bisa menjadi normal kembali. Yang bisa dilakukan hanyalah mempertahankan fungsi ginjal yang ada.

Mengutip data 7th Report of Indonesian Renal Registry, urutan penyebab gagal ginjal pasien yang mendapatkan hemodialisis berdasarkan data tahun 2014 adalah karena hipertensi (37%), penyakit dibetes mellitus atau Nefropati Diabetika (27%), kelainan bawaan atau Glomerulopati Primer (10%), gangguan penyumbatan saluran kemih atau Nefropati Obstruksi (7%), karena Asam Urat (1%), Penyakit Lupus (1%), dan sisanya penyebab lain lain-lain (18%).

Baca juga artikel terkait GINJAL atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Mild report
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani