tirto.id - Selain menjadi salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat dunia, diabetes ternyata memiliki dampak yang seringkali tak diketahui penderita, yakni kebutaan. Kasus ini terjadi pada lebih dari 30 persen penderita diabetes.
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan yang ditandai adanya gangguan pengaturan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang buruk. Tanda khas pada penderita penyakit ini adalah kadar gula darah yang tinggi dan berlangsung menahun.
Data International Diabetes Federation tahun 2014 menyebutkan satu dari dua belas orang di dunia menderita penyakit ini. Jumlah tersebut setara dengan 387 juta orang. Angka tersebut diprediksi bertambah menjadi 205 juta di tahun 2035. Setiap 7 detik, satu orang meninggal akibat penyakit diabetes.
Tahun 2017 ini, angka penderita diabetes malah semakin bertambah menjadi 415 juta penderita. Jika disederhanakan, penyakit ini menjangkiti satu dari 11 orang dewasa di dunia. Jumlahnya akan meningkat menjadi 642 penderita di tahun 2040. Dan setiap 6 detik, satu orang diprediksi meninggal karena penyakit ini.
Dari jumlah tersebut, diketahui satu dari tujuh kelahiran merupakan diabetes gestasional. Diabetes gestasional merupakan diabetes yang terjadi pada ibu hamil. Penderitanya berisiko melahirkan bayi besar sehingga harus dilakukan operasi caesar dan penyakitnya menurun pada anak.
Komplikasi Mata
Di Indonesia sendiri, diperkirakan 8,8 juta orang terkena diabetes dan diprediksi akan meningkat menjadi 21,3 juta di tahun 2030. Saat ini, Indonesia merupakan negara peringkat ketujuh dengan populasi diabetes terbesar di dunia. Di tahun 2040 nanti, peringkat ini kemungkinan akan naik menjadi posisi keenam.
Tingginya angka penderita diabetes di Indonesia seharusnya diimbangi dengan kesadaran penderita akan gejala komplikasi yang diakibatkan. Hal ini bertujuan untuk mencegah komplikasi naik ke tingkat yang lebih tinggi dan menjadi semakin parah.
Komplikasi penderita diabetes dapat dibagi menjadi dua, yakni komplikasi pada makrovaskuler (jaringan pembuluh darah besar) maupun mikrovaskular (jaringan pembuluh darah kecil). Komplikasi makrovaskuler biasanya menimbulkan penyakit seperti stroke, komplikasi hati dan hipertensi, penyumbatan aliran darah, dan gangguan pada kaki. Komplikasi microvaskuler dapat berakibat pada sakit ginjal, neoropathy atau gangguan fungsi saraf dan gangguan pada kaki. Ia juga bisa menyerang mata dengan retinopati dan katarak sehingga menyebabkan kebutaan.
Sejatinya, komplikasi diabetes terjadi akibat pecahnya pembuluh-pembuluh darah di tubuh karena insulin tak bisa lagi menahan kadar gula darah yang tinggi. Pembuluh darah yang pecah, bisa jadi menyasar pada otak, jantung, hati, ginjal, pembuluh darah arteri, maupun pembuluh darah pada retina mata.
Menurut Referano Agustiawan, dokter ahli pelayanan vitreoretinal, meski belum ada penelitian menyeluruh tentang jumlah penderita diabetes retinopati (DR). Namun, penghitungan dari masing-masing pusat diabetes retinopati di beberapa kota menunjukkan komplikasi diabetes yang berujung ke mata mencapai 30 persen.
“Dari jumlah itu, sebanyak sepertiganya mendekati kebutaan,” katanya.
Diabetes retinopati merupakan komplikasi utama dari diabetes melitus yang berupa gangguan pada retina dan secara signifikan menyebabkan kebutaan di tingkat global. Di dunia, sebanyak 34,6 persen penderitanya merupakan populasi dari penderita diabetes melitus. Ia menjadi penyumbang 1 persen gangguan penglihatan dan 1 persen kebutaan.
Sayangnya, banyak dari pasien dengan komplikasi ini tidak menyadari telah terkena gangguan mata karena diabetes. Karena penyakit diabetes retinopati tak menunjukkan gejala secara khusus di awal terjangkitnya, ia bisa dikatakan telah menjadi fenomena gunung es.
“Setelah diperiksa ke dokter, ternyata retinanya sudah berdarah. Dan mereka menyangkal memiliki diabetes,” ujar dokter yang biasa dipanggil dokter Nano tersebut.
Biasanya, seseorang yang terkena diabetes retinopati akan mengalami gangguan mata awal dengan adanya floaters atau beberapa bayangan hitam pada penglihatannya. Di tingkat yang lebih parah, garis lurus akan terlihat seperti melengkung.
Penderita DR terkadang mengira lensa kacamatanya perlu diganti dengan yang baru. Namun, setelah pergi ke optik, mereka tidak menemukan kecocokan dengan lensa mana pun dan gangguan matanya tak berkurang.
Jika Anda mengalami gejala seperti itu, sebaiknya Anda langsung memeriksakan mata dan kadar gula darah. Sebab, semakin cepat didiagnosis, maka akan semakin mudah dilakukan tindakan pencegahan agar gejalanya tak memburuk.
“DR ini merupakan kebutaan yang tak bisa disembuhkan, tapi bisa dicegah. Banyak diderita oleh orang dengan usia produktif.”
Berdasarkan hasil screeningAmerican Academy of Ophthalmology, seseorang yang terkena diabetes tipe 1 dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ke matanya 3-5 tahun setelah diagnosis. Sementara itu, penderita diabetes tipe 2 harus segera memeriksakan matanya langsung saat terdiagnosis.
“Karena biasanya, orang terkena DR setelah 10 tahun setelah terkena diabetes,” ungkap Nano.
Setelah proses diagnosis dilakukan, dokter akan memutuskan tipe tindakan yang harus dilakukan pada pasien. Jika pembuluh darah yang pecah belum banyak yang bocor, tindakan paling lazim dilakukan adalah melaser kebocoran agar tidak meluas.
Berbeda dengan katarak atau penyakit mata lainnya yang akan sembuh dengan tindakan operasi, tindakan medis pada DR tak akan mengembalikan kondisi mata menjadi normal. Untuk itu, dokter Nano menganjurkan agar para penderita diabetes untuk segera memeriksakan kondisi matanya saat terdiagnosis diabetes.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani