Menuju konten utama

Warisan Blues Rock The Allman Brothers

Solo gitar The Allman Brothers memberikan warna tersendiri bagi sejarah musik blues.

Warisan Blues Rock The Allman Brothers
Duane Allman. FOTO/Youtube

tirto.id - “Rasanya seperti mendengar kabar Elvis (Presley) meninggal. Bagi kami, ia lebih besar dari hidupnya.”

Kalimat tersebut meluncur dari mulut Paul Hornsby, salah satu produser label Capricon Records saat menanggapi kabar kematian Duane Allman. Meninggalnya Duane tidak sebatas mengagetkan Hornsby saja. Bagi pecinta musik blues rock (terutama mereka yang tumbuh di era 1970an), tewasnya Duane adalah duka mendalam dan kehilangan besar dunia rock and roll.

Duane, gitaris dan pendiri The Allman Brothers Band, meninggal dalam kecelakaan motor pada 29 Oktober 1971. Motor Harley yang ditungganginya terpeleset tatkala hendak menghindari terjangan truk di depan mata. Pelindung kepalanya lepas dan tiga jam berikutnya, nyawa Duane tak dapat tertolong lagi. Hari itu, umurnya masih 24 tahun serta kesuksesannya bersama The Allman Brothers Band baru saja dirintis.

Karena kepergian Duane, Allman Brothers pun limbung. Bagi Duane dan adiknya, Gregg, Allman Brothers Band dibentuk bukan sekedar untuk bermain musik. Ada perpanjangan nilai-nilai keluarga, seperti cinta, amarah, persaingan, serta kesetiaan yang dipupuk sejak mereka tinggal di Nashville. Bagi mereka berdua, Allman Brothers bukan hanya band tapi juga keluarga dengan ikatan emosional.

“Ketika Duane meninggal,” ungkap Gregg di tahun 2009 seperti dikutip Rolling Stone, “kami berkumpul bingung mau apa. Saya bilang, ‘Kita bisa bermain atau menjadi gila. Itu pilihan kita.’ Jadi kami memutuskan untuk bermain dan terus memperpanjangnya selepas abang saya meninggal.”

Baca juga: Rock N Roll dan Bagaimana Kamu Memilih Untuk Mati

Ungkapan Gregg sungguh-sungguh terbukti. Allman Brothers menginjak pedal gasnya untuk angkat kaki dari pusara Duane. Pada 1972, mereka merilis Eat a Peach yang laku keras sekaligus banjir pujian kritikus. Masih di tahun yang sama, mereka merilis Brothers and Sisters.

Lewat Brothers and Sisters, Allman Brothers ditahbiskan sebagai pionir genre musik baru yang kelak disebut dengan southern rock, sebuah aliran musik yang agresif namun anggun dan dimainkan oleh para musisi yang memiliki kebanggaan atas identitas kampung halaman mereka termasuk warisan musiknya. Rolling Stone mengatakan, apa yang dilakukan Allman Brothers melalui musik southern rock adalah upaya melawan stigma rasis dan intoleran yang selama ini melekat pada penduduk negara-negara bagian selatan.

Namun, kendati meraup sukses selama 1972, Allman Brothers tetap dirundung masalah. Pembetot bas mereka, Berry Oakley, tak pernah berhenti berkabung sejak kematian Duane. Pada November 1972, Oakley tewas dalam kecelakaan lalu lintas. “Sangat sulit untuk melakukan apapun setelah dua kali kehilangan dalam kurun waktu berdekatan. Saya bahkan berpikir, selanjutnya adalah saya,” Kata Gregg dalam suatu kesempatan.

Baca juga: Kegilaan-Kegilaan dan Pertobatan Gito Rollies

Tiga tahun berselang, giliran Gregg yang bermasalah. Gaya hidup rockstar-nya yang dikelilingi wanita dan heroin mengganggu aktivitas Allman Brothers. Gregg pernah berurusan dengan aparat kepolisian federal akibat kepemilikan narkotika. Saat itu, ia dihadapkan pada dua pilihan; dijerat hukuman penjara atau bersaksi melawan Scooter Herring—manajer pribadinya—di pengadilan. Akan tetapi Gregg memilih opsi kedua yang membuatnya dibenci rekan-rekan sesama Allman Brothers. Konflik internal pun tak bisa dicegah.

Herring kena vonis 75 tahun penjara. Keputusan itu membuat anggota band lain murka. Menurut mereka Gregg mengkhianati Herring yang telah menyelamatkannya dari overdosis. Namun Gregg berpendapat lain. “Mereka bisa bilang begitu tapi tak satu pun yang datang di persidangan saya. Mereka tak melihat berkas-berkas yang memaksa saya berbohong.”

Tak lama kemudian pada 1976, The Allman Brothers resmi bubar.

Duane Allman, Si Jangkung Kurus Peletak Fondasi

Tiap kali membicarakan Allman Brothers, perhatian publik hanya tertuju pada sang pianis cum frontman Gregg sebagai sosok kunci. Tapi banyak yang tak sadar bahwa tanpa Duane, Allman Brothers mungkin tak pernah ada.

Duane lahir di Nashville pada 1946 di. Masa kecilnya dihabiskan bersama seorang bapak berlatar belakang veteran Perang Dunia II. Kondisi keluarganya yang tak harmonis memaksa Duane hidup dalam keadaan serba tak kondusif.

Seiring waktu, mental Duane pun kuat ditempa keadaan. Tak jarang ia bertindak sembrono, putus sekolah dan memilih mondar-mandir dengan Harley di sekitar kediamannya di Florida. Di lain sisi, Duane berperan sebagai sosok pelindung bagi adiknya, Gregg.

Guna mengurangi tekanan dan kesedihan akibat kondisi keluarganya, Duane menemukan pelampiasan dalam musik blues. Dari sini, minatnya makin dalam pada musik. Ia mulai mengulik gitar milik Gregg yang dibeli dari uang hasil berjualan koran. Selama berhari-hari, Duane mendekam di kamar untuk mempelajari teknik permainan gitaris Robert Johnson sampai Kenny Burrell. Sejak saat itu, Duane pun bertekad membentuk band.

Baca juga: Rock yang Hidup di Kota Malang

Infografik Duanne allman

Band pertama yang didirikan Duane adalah The Allman Joys. Gredd dan Hank. Gregg dan seorang kawan bergabung di situ. Ketiganya memainkan blues rock yang lambat dengan karakter vokal Gregg yang khas lagi kuat. Meski demikian, perjalanan Allman Joys tak berlangsung lama. Mereka bubar usai dipaksa bermain dengan pakem pop untuk label Liberty Records.

Tak ingin menganggur lama, Duane menjajal peruntungannya sebagai musisi cabutan untuk Aretha Franklin, King Curtis, Arthur Conley, hingga Wilson Pickett di Fame Studios, Alabama. Di masa-masa ini pula kemampuan Duane semakin terasah. Pujian datang silih berganti. Ia disebut-sebut sebagai “musisi cabutan yang soulful dan memahami kaidah musik secara utuh.” Salah satu momen yang membuatnya semakin dikenal adalah ketika ia bersama Wilson Pickett menggarap ulang hits The Beatles “Hey Jude.” Publik berpendapat Duane telah memberikan sentuhan baru dalam lagu legendaris itu.

Pujian juga datang dari Eric Clapton. Menurut pengakuan Clapton, ia mendengarkan solo gitar Duane dalam “Hey Jude” saat sedang mengendarai mobil melalui sebuah siaran di radio. Seketika, Clapton menepikan mobilnya dan mendengarkan permainan gitar Duane dengan saksama. “Ketika tiba di rumah, saya segera menghubungi Atlantic Records,” aku Clapton. “Saya harus tahu siapa yang memainkan solo gitar itu sekarang juga.”

Di usianya yang masih muda, Duane diusung sebagai gitaris berbakat di kancah blues rock Amerika masa itu. “Tak seorang pun bisa menghentikannya,” terang Randy Hall, pengelola Fame Studios, tempat di mana Duane menimba ilmu menjadi musisi cabutan kepada Randy Poe dalam biografi Duane Skydog: The Duane Allman Story (2006).

Jalan menuju sukses pun terbuka lebar untuk Duane. Ia kembali mengajak Gregg untuk bergabung dalam sebuah band yang bernama The Allman Brothers. Dengan band ini, Duane menunjukkan kebolehannya lewat nomor-nomor blues rock yang dalam kata-kata David Fricke, “merombak sejarah blues”. Permainan gitarnya mengesankan sekaligus elegan sebagaimana terekam di album Live at Fillmore East (1971).

Dalam album yang dipuji-puji para kritikus musik sebagai “album konser terbaik sepanjang masa”, Duane seakan kesurupan Jimi Hendrix dan BB King namun tetap bisa menunjukkan gayanya khasnya yang abadi lewat komposisi-komposisi seperti “Statesboro Blues,” “Whipping Post”, hingga “In Memory of Elizabeth Reed” (sebuah lagu instrumental selama 19 menit yang dipenuhi melodi-melodi gitar magis Duane).

Pada akhirnya, penahbisan Duane sebagai dewa gitar dan otak The Allman Brothers tak berlangsung lama. Tiga tahun pasca kesuksesan Live at Fillmore East, ia tewas di jalan. Walaupun begitu, warisannya tak luntur. Ia mungkin tak sepopuler saudaranya, Gregg. Tapi satu hal yang pasti: ruhnya untuk The Allman Brothers dan musik blues akan terus hidup.

Baca juga artikel terkait MUSISI DUNIA atau tulisan lainnya dari M Faisal Reza Irfan

tirto.id - Musik
Reporter: M Faisal Reza Irfan
Penulis: M Faisal Reza Irfan
Editor: Windu Jusuf