Menuju konten utama

Warga Kampung Dadap Laporkan Intimidasi TNI ke Komnas HAM

Dugaan intimidasi aparat TNI terkait proyek pembangunan rumah susun dan jembatan di pulau reklamasi di Tangerang.

Warga Kampung Dadap Laporkan Intimidasi TNI ke Komnas HAM
Sejumlah personel kepolisian dan TNI menanam tanaman bakau di Pantai Sigandu, Kabupaten Batang, Jumat (8/12/2017). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra

tirto.id - Sejumlah warga Kampung Dadap, Tangerang, Banteng, mengadu ke Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2017). Mereka melaporkan dugaan intimidasi yang dilakukan oleh perwira TNI dari Kodim 0506/Tangerang. Konteks peristiwa tersebut adalah proyek pembangunan rumah susun dan jembatan di pulau reklamasi yang dibangun di Kampung Dadap.

“Kami mengadukan Kodim Tangerang terkait tindakan mereka mengawal alat berat, akibatnya membuat warga merasa ketakutan terintimidasi dan hal buruk lainnya," kata Nelson Nikodemus, kuasa hukum warga Kampung Dadap.

Nelson menerangkan, permasalahan ini berawal saat warga bersitegang dengan Pemda Tangerang terkait rencana penggusuran kampung pada 2016. Warga kemudian mengadukan rencana itu ke Ombudsman. Kala itu Ombudsman merekomendasikan musyawarah antara warga dengan pemerintah.

Rekomendasi ini, kata Nelson, tak dijalankan Pemda. Sebaliknya Pemda malah punya ide memindahkan warga dari Kampung Dadap ke rusun. Saat ide ini dijalankan, warga baru mengetahui jika Pemda punya rencana membangun jembatan dari Pulau C reklamasi untuk melintasi daerah baru kampung Dadap.

Nelson mengatakan, Pemda mulai menjalankan idenya pertama kali pada Oktober 2017. Kemudian pada 15 Desember 2017, TNI dari Kodim 0506/Tangerang-tiba masuk ke kampung dengan senjata lengkap. Pada saat bersamaan, warga diminta pindah ke rumah susun yang ternyata belum dibangun Pemda.

“Warga menolak, mereka enggak mau pindah. [Pemda] datengin tentara," kata Nelson.

Kedatangan TNI ke Kampung Dadap ini membuat warga resah. Waisul Kurnia (33), salah seorang warga Kampung Dadap, mengaku dia dan enam ribu warga di kampung itu merasa terganggu dengan kehadiran TNI di lingkungan mereka.

“Kami merasa terganggu," ucap pria yang akrab disapa Isul ini.

Kronologi Kedatangan TNI

Menurut Waisul, TNI pertama kali datang setelah Pemda Tangerang mencanangkan rencana pengosongan lahan membangun rumah susun sebagai tempat tinggal warga pada awal Oktober 2017. Pada 16 Oktober 2017, alat berat untuk pembangunan rusun mulai masuk ke kampung.

Masih menurut Waisul, alat berat masuk kampung dikawal aparat Koramil 03/Teluk Naga, Kodim 0506/Tangerang, Polsek Kampung Naga, serta sejumlah pegawai kelurahan setempat. Masuknya alat berat itu sempat membuat warga protes dan memicu cekcok mulut dengan Danramil 03/Teluk Naga.

Selepas percekcokan itu, warga kemudian bertemu dengan Dandim 0506/Tangerang. Pertemuan itu memanas lantaran warga menanyakan tentang izin. Warga sempat mengancam akan melaporkan kepada Panglima TNI yang kala itu masih dipegang Jenderal Gatot Nurmantyo.

Usai pertemuan aparat TNI tak tampak lagi di Kampung Dadap. Kemudian pada 7 Desember 2017, Pasi Intel Kodim 0506/Tangerang bernama Kapten CPM Agus Halim Siregar, bersama anggotanya bernama Sembiring, dan petugas Babinsa bernama Sukoyo, bersama dua orang lainnya, berusaha menemui tokoh kampung. Waisul mengaku tak tahu apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut.

Sepekan berselang setelah pertemuan, sekitar 20 prajurit TNI tiba-tiba datang kembali dengan alasan Karya Bakti. Alasan kedatangan mereka, kata Waisul, terdengar janggal lantaran personel TNI datang menenteng senjata lengkap dan tidak melibatkan masyarakat. Kedua puluh aparat itu selalu bersiaga di Kampung Dadap.

Waisul mempertanyakan, jika memang kerja bakti atau Karya Bakti, kenapa harus datang ke kampung dengan bersenjata lengkap?

Warga Semakin Resah

Keresahan warga, menurut Waisul, berpangkal dari sikap intimidatif aparat yang kerap mencari warga yang kritis menolak tawaran Pemda Tangerang soal pemindahan tempat tinggal dari Kampung Dadap ke rusun. Waisul berkata, tindakan itu tampak jelas diperlihatkan anggota TNI dengan mengelilingi kampung dengan senjata lengkap sembari menanyai warga.

Tak hanya itu, aparat juga mendirikan pos di salah satu ruko di dekat kampung mereka. Ruko tersebut menjadi tempat tinggal aparat selama ada di Kampung Dadap.

“Pendapat kami [sebagai] masyarakat awam, kalau itu memang murni Karya Bakti bukan seperti ini perlakuannya," kata Waisul.

Nelson, selaku kuasa hukum warga, menilai keberadaan TNI di Kampung Dadap lantaran diduga diperintahkan instruksi tertentu tanpa perintah tertulis. Nelson tak menyebut perintah datang dari siapa. Dia hanya menjelaskan, penggerakan seperti ini bertentangan dengan Pasal 18 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam ayat 1 pasal tersebut dituliskan: Dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI.

Ia mengaku akan melaporkan penggerakan ini kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait rencana pembangunan jembatan yang melewati Kampung Dadap, dan memeberitahukan kepada Korem dan Koramil untuk menarik tentara Kodim.

"Bisa ada opsi juga untuk mendatangi polisi militer, Angkatan Darat, juga Panglima TNI," tegas Nelson.

Di mana ada konflik agraria, di situ ada kekerasan aparat.

A post shared by tirto.id (@tirtoid) on

TNI Membantah Intimidasi Warga

Kepala Satuan Badan Pelaksana Penerangan Kodam (Kapendam) Jaya Letkol Inf Kristomei Sianturi menampik tudingan aparat TNI melakukan intimidasi seperti tudingkan warga. Keberadaaan aparat di Kampung Dadap, kata Kristomei, untuk membangun turap penangkal rob.

“Kodim saat ini sedang membantu Pemda. Saat ini Kodim sedang melakukan kegiatan Karya Bakti, mengerjakan pekerjaan Pemda, dalam bentuk pembuatan turap menahan gelombang air laut,” ucap Kristomei kepada Tirto.

Ia menjelaskan Kodim 0506/Tangerang tak hanya menurunkan personel tapi juga alat berat milik TNI. Guna menjaga alat berat dan proyek tersebut, kata Kristomei, ada aparat yang bekerja dan ada yang mengawal.

Pengawalan ini membuat aparat menenteng senjata lengkap. Ia menyebut, keberadaan senjata itu tak perlu dipersoalkan lantaran TNI memang dipersenjatai. Sehingga, kata dia, warga tak perlu resah.

“Kalau rakyatnya enggak ngapa-ngapain buat apa resah? Tentara juga enggak ngapa-ngapain. Setiap hari juga tentara biasa dipersenjatai,” kata Kristomei.

“Itu memang program kerja sama Pemda dengan Kodim. Karya Bakti itu tak murni TNI tapi dengan masyarakat,” tegasnya.

Waisul mengakui aparat TNI memang membangun turap di Kampung Dadap. Hanya saja, Waisul menilai, pembangunan tersebut tampak janggal lantaran turap justru dibangun di lahan kosong, bukan di kawasan permukiman warga. Lahan kosong itu, kata Waisul, justru merupakan daerah resapan air banjir jika rob menerjang kampung.

"Kepentingannya seberapa besar pembangunan turap di ujung sana? Kalau mereka bilang untuk mengatasi banjir, sedangkan di sana itu, kan, di pinggir laiut bukan permukiman warga," ucap Waisul.

Selain janggal, Waisul menyebut pembangunan turap di lahan kosong tersebut salah alamat, apalagi lokasi yang digunakan merupakan lokasi rencana pembangunan rumah susun yang dicanangkan Pemda Kabupaten Tangerang dan ditolak warga.

Baca juga artikel terkait TNI atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih