tirto.id - Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK) menanggapi enteng wacana pengajuan hak angket DPR RI ke pemerintah terkait dugaan penyadapan Presiden keenam, Susilo Yudhoyono (SBY)
Ia menyatakan hak angket terkait skandal dugaan penyadapan pembicaraan SBY dengan Ketua Umum MUI, KH Ma'aruf Amin merupakan hak DPR RI.
Jawaban pemerintah terkait kasus penyadapan itu, kata JK juga sudah pasti, yakni tidak tahu dan tak terlibat.
"Itu hak DPR, pemerintah tentu tidak bisa menghalangi penggunaan hak itu selama memenuhi syarat 25 orang. Dan itu biasa saja, karena itu hak bertanya. Nanti pemerintah akan menjawabnya tidak mengetahui, tidak terlibat," ujar JK di Jakarta pada Jumat (3/2/2017) seperti dikutip Antara.
Meskipun demikian, JK mengaku sempat terkejut dengan pernyataan penasihat hukum terdakwa kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, terkait tuduhan adanya percakapan telepon antara SBY dengan Amin yang membahas fatwa.
"Memang sedikit mengejutkan juga pernyataan atau tuntutan penasihat hukumnya Ahok. Dia tahu bahwa Kiai Ma'ruf menelepon jam 10.16, pakai (tahu) menit lagi kan dan isinya. Tentu ada keyakinan dan pengetahuan tentang telepon itu," ujar JK.
Akan tetapi, menurut JK, informasi itu belum tentu dari hasil penyadapan telpon karena bisa juga berdasar keterangan saksi atau laporan orang lain. Dia berpendapat polisi bisa mulai menelusuri dugaan ini.
"Jadi kita tidak tahu apakah itu benar penyadapan atau itu kesaksian mungkin orang dekatnya bicara. Tapi biarlah polisi mencari tahu tentang ini," ujar dia.
Sebelumnya, anggota Fraksi Partai Demokrat di DPR, Benny K Harman, mewacanakan pemakaian hak angket untuk menyelidiki skandal penyadapan pembicaraan SBY dengan Ma`ruf. Benny berpendapat dugaan skandal penyadapan ini elah berdampak luas dan sistemik.
Ide Benny itu muncul setelah atasannya di Partai Dmeokrat, SBY, menggelar konferensi pers dan meminta polisi mengusut dugaan penyadapan ke dirinya.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom