Menuju konten utama

Wapres JK: Aksi Sweeping Hanya Bisa oleh Aparat Bukan Ormas

Menurut Wapres JK fatwa MUI bukan hukum positif Indonesia dan ormas tidak bisa melakukan tindakan sweeping sewenang-wenang.

Wapres JK: Aksi Sweeping Hanya Bisa oleh Aparat Bukan Ormas
Surat edaran himbauan tentang penggunaan atribut Natal terpasang di salah satu pusat perbelanjaan, di Bekasi, Jawa Barat, Senin (19/12). Polres Metro Bekasi Kota dari rujukan Fatwa MUI Nomor 56 tahun 2016 memasang surat edaran himbauan tentang penggunaan atribut Natal di sejumlah pusat perbelanjaan dan perusahaan agar pimpinan perusahaan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan selain agamanya kepada karyawan. ANTARA FOTO/Risky Andrianto.

tirto.id - Aksi ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping atau razia dengan dalih menegakkan fatwa MUI tentang larangan mengenakan atribut Natal mendapat respons dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut Wapres JK, fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan hukum positif Indonesia dan organisasi kemasyarakatan (ormas) tidak bisa melakukan tindakan sewenang-wenang.

"Aturan (MUI) itu aturan agama, selalu untuk diri sendiri sehingga penegakan hukumnya dosa dan neraka, bukan sweeping," kata Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2016).

Wapres menilai aksi sweeping hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum dan bukan oleh ormas. "Tidak bisa, ormas tidak bisa melakukannya (penegakan hukum), itu fungsi polisi," katanya.

Wapres RI menambahkan ormas harus mengerti bahwa fatwa MUI itu tidak mengikat, bahkan untuk umat Islam karena hubungannya antara pribadi dengan Tuhannya. "Kalau ada yang melanggar, ya melanggar hukum agama, ada hukumnya, dosa dan neraka," kata dia.

Oleh karena itu, Wapres mengimbau agar aparat penegak hukum yang sah, yakni Polri untuk menindak ormas yang melakukan razia sewenang-wenang.

Pada Senin (19/12), Kapolri Jendral Tito Karnavian melarang aksi sweeping atau razia di berbagai pusat perbelanjaan dan kantor-kantor perusahaan oleh kelompok masyarakat terkait fatwa MUI.

Pernyataan Tito Karnavian itu disampaikan setelah muncul kemarahan publik, terutama melalui media sosial, atas tindakan ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping di pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (18/12).

Sebelumnya Polrestro Bekasi Kota, Jawa Barat, pada Rabu (14/12) lalu juga telah merespons penolakan sejumlah organisasi masyarakat perihal keharusan penggunaan atribut perayaan Natal oleh karyawan Show Room Honda Mitra di wilayah hukum setempat.

Menurut dia, informasi yang beredar di masyarakat melalui media sosial mencantumkan foto salah seorang karyawan berhijab yang sedang mengenakan topi sinterklas sedang bekerja di ruangannya.

Gambar tersebut, kata dia, berpotensi menimbulkan konflik bila tidak segera dilakukan penanganan cepat untuk menyelesaikannya.

"Atas dasar itu, kami bersama jajaran mempertemukan para perwakilan dari empat Ormas, yakni Forum Muslim Bekasi Raya, Front Anti Pemurtadan Bekasi, Kongres Umat Islam Bekasi dan Paguyuban Masjid dan Mushola Bekasi dengan pihak manajemen Honda Mitra Jatiasih," kata Kapolrestro Bekasi Kota Kombes Umar Surya Fana di Bekasi, Rabu (14/12).

Dalam audiensi yang berlangsung di Honda Mitra Jatiasih sekitar pukul 11.00 WIB itu berlangsung tertib dan lancar.

Panglima Forum Muslim Bekasi Raya Nanang Seno mengatakan kedatangan pihaknya ke show room tersebut bertujuan untuk melakukan pengecekan terkait informasi di medsos terkait pemaksaan kehendak perusahaan agar semua karyawannya mengenakan atribut Natal.

"Justru kami ingin mengingatkan perusahaan agar menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.

Dia berharap agar persoalan ini bisa dijadikan peringatan bagi perusahaan lainya di Kota Bekasi agar tidak melakukan hal serupa pada karyawannya.

"Kami berterima kasih kepada pihak Honda Mitra Bekasi karena dengan adanya masalah ini bisa menciptakan efek bola bilyard untuk mengingatkan perusahaan lainnya sehingga tidak melakukan hal serupa," katanya.

Dia juga berharap pihak Honda Mitra Bekasi untuk tidak memberikan sanksi apapun terhadap para karyawannya yang tersangkut dengan masalah itu.

Kepala Operasional Meneger Honda Mitra Jatiasih Rizal mengaku kebijakan untuk mengenakan topi sinterklas hanyalah upaya perusahaan dalam mengikuti tren di masyarakat dan tidak memaksakan ataupun memberikan sanksi apapun bagi yang tidak memakai atribut topi tersebut.

"Ini hanya strategi kita dalam mengikuti tren saat ini di masyarakat. Tidak ada maksud memaksakan kehendak dan lainnya," katanya.

Kabag Ops Polrestro Bekasi Kota Kompol Aslan mengatakan semua pihak yang hadir telah bersepakat dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjaga persatuan dan kesatuan.

"Pihak Honda Mitra Bekasi juga harus dapat menerima adanya perbedaan dalam hal keyakinan beragama karyawannya," katanya.

Sumber: Antara

Baca juga artikel terkait SWEEPING atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hukum
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH