tirto.id - Kuliah dan PowerPoint. Tak bisa dipungkiri, program untuk presentasi ini memang memiliki tempat spesial bagi dosen dan mahasiswa. Hal ini diakui Ratna Aryani, mahasiswa jurusan Terapis Gigi dan Mulut di Politeknik Kesehatan Semarang. Dalam perkuliahan-perkuliahan yang diikutinya, para dosen selalu menyampaikan materi menggunakan PowerPoint.
“Sebenarnya bukan tergantung materi, tapi tergantung dosen menyampaikannya bagaimana. Kadang dosen itu yang menyampaikan sepintas-sepintas doang, jadi kita enggak paham. Tapi ada dosen yang menjelaskannya dengan detail,” ungkap Ratna.
Meski begitu, Ratna tak memungkiri bahwa PowerPoint sudah hampir seperti candu baginya. Ia pun selalu mengandalkan slides buatan dosen itu sebagai bahan belajar menjelang ujian.
Mella Katrina, menganggap PowerPoint penting bagi media pembelajaran. Namun, perempuan yang sehari-harinya mengajar mata kuliah Pengantar Akuntansi ini tidak selalu menggunakan perangkat lunak itu ketika mengajar.
Pada pertemuan pertama di awal semester, Mella selalu membuat pembagian waktu presentasi bersama murid-muridnya. Cara itu ia gunakan untuk memaksa mahasiswa membaca materi pada buku.
“Nah kalau PowerPoint, biasanya enggak hanya aku yang menyampaikan, tapi mahasiswa juga menyampaikan. Contohnya di pertemuan pertama sampai ketiga, aku yang presentasi pakai PowerPoint. Di pertemuan keempat sampai ketujuh, mahasiswa secara berkelompok melakukan presentasi,” tutur Mella.
Mella mengakui tak semua mahasiswa memiliki kemampuan membuat materi presentasi yang sama. Beberapa mahasiswa, kata dia, tidak kreatif dalam menyampaikan materi presentasi.
“Full of text dan itu aku enggak suka. Mahasiswa kurang kreatif kalau hanya sekedar baca, apalagi copas dari internet. Mereka hanya sekedar baca. Nah kalau seperti itu, nanti nilainya berkurang. Karena yang namanya PowerPoint, itu seharusnya menyajikan poin, bukan cerita,” kata Mella.
Nuswantoro, pengajar mata kuliah Hukum Internasional dan Hukum Pidana Internasional di Universitas Diponegoro, berpendapat bahwa PowerPoint masih alat bantu sarana pembelajaran yang efektif agar mahasiswa memahami buku ajar.
“Dengan PowerPoint, dosen dapat menyampaikan pokok-pokok materi yang detailnya ada di buku ajar,” ujarnya.
Menurutnya, ada beragam trik yang bisa dilakukan dosen agar mahasiswa tidak menggunakan PowerPoint sebagai bahan ajar utama.
“Yang ditampilkan di PowerPoint harusnya poin-poin saja, sehingga merangsang mahasiswa untuk membaca buku ajar. Selain itu, pada mekanisme pengujian, dosen juga harus mewajibkan mahasiswa untuk menjawab secara detail, tidak hanya seperti PowerPoint. PowerPoint itu sifatnya hanya menuntun, agar mahasiswa mudah memahami materi,” beber Nuswantoro.
Untuk mendorong mahasiswa tetap membaca, Nuswantoro memberikan tugas atas materi yang ia presentasikan, dengan sumber buku ajar wajib. Selain itu, dirinya juga mengadakan diskusi di setiap perkuliahan, agar mahasiswa turut aktif selama perkuliahan.
“Kita diskusi, kasih kasus, kita pecahkan bersama dengan materi yang kita ajarkan hari itu,” ungkap Nuswantoro.
Efektifkah PowerPoint?
Hasil penelitian berjudul “The Effectiveness of PowerPoint Presentation and Conventional Lecture on Pedagogical Content Knowledge Attainment” (PDF) oleh Muhlise Cosgun Ogeyik mencari tahu dampak dari penggunaan PowerPoint dan kuliah konvensional pada kuliah Metodologi Pengajaran Bahasa Inggris (ELT).
Studi itu dilakukan Ogeyik terhadap 89 siswa ELT yang terdaftar di tahun ketiga, di Turkish University.
“Data menunjukkan hasil yang menarik bahwa para siswa-guru yang terpapar dengan perkuliahan konvensional atau diskusi lebih bermanfaat dari yang kuliah menggunakan metode PowerPoint,” ungkap Ogeyik.
Ogeyik membeberkan bahwa para siswa rupanya tidak terlalu menerima manfaat yang baik dari perkuliahan menggunakan PowerPoint.
Bent Meier Sorensen pernah menulis artikel berjudul “Let’s Ban PowerPoint in Lectures – It Makes Students More Stupid and Professors More Moring” yang dimuat The Conversation. Dalam artikel itu, Sorensen memimpin langkah untuk menghilangkan PowerPoint dari perkuliahan.
“Ada sejumlah alasan yang mungkin terjadi untuk sebuah perkuliahan yang salah: perencanaan kuliah yang buruk, persiapan yang tidak memadai, merasa tidak bersemangat pada hari itu, siswa yang tidak aktif, jumlah peserta kuliah yang terlalu banyak, auditorium [tempat perkuliahan] yang tidak mendukung,” tulis Sorensen.
Bagi Sorensen, alasan-alasan itu akan menimbulkan petaka ketika proses perkuliahan menggunakan PowerPoint. Presentasi PowerPoint dianggap dapat mematikan pikiran kritis mereka.
Paul Ralph dari University of Auckland pada artikelnya yang berjudul “Universities should ban PowerPoint – It makes students stupid and professor boring” di Business Insider menyatakan bahwa ia sependapat dengan yang disampaikan oleh Sorensen. Ada tiga alasan utama ia menganggap PowerPoint sebagai racun di dunia perkuliahan.
“Pertama, slide mematahkan pemikiran yang kompleks. Slide mendorong dosen untuk menyajikan topik yang kompleks menggunakan poin-poin, slogan, figur abstrak, dan tabel yang disederhanakan dengan bukti minimal. Mereka mematikan analisis yang mendalam dari sebuah situasi rumit dan ambigu,” ungkap Ralph.
Alasan kedua, hasil evaluasi dari para siswa menyatakan bahawa sebagian besar perkuliahan didasarkan pada slide. Siswa menganggap dosen yang menyajikan kompleksitas serta ambiguitas yang realistis dikritik karena dianggap tidak jelas.
Yang terakhir, Ralph menganggap PowerPoint mengurangi minat siswa untuk membaca buku. Sebab mahasiswa selalu berharap slide yang diberikan oleh dosen telah memberikan detail materi perkuliahan.
Jadi, sebenarnya tak apa-apa sesekali mengajar dengan PowerPoint, tapi pastikan murid Anda tak hanya belajar dari poin-poin itu. Mereka harus membaca sumber lanjutan yang lebih kompleks dan detail, bukan belajar dari slide yang hanya berupa poin tanpa pendalaman.
Editor: Maulida Sri Handayani