tirto.id - Pelaku pasar merespons wacana amandemen atau revisi UU Bank Indonesia. Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan wacana ini dipastikan menyumbang sentimen negatif dan akan berpengaruh pada pergerakan pasar keuangan Indonesia.
“Kabar amandemen Undang-undang tentang Bank Indonesia menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan,” ucap Hans dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Minggu (6/9/2020).
Hans menjelaskan Bank Indonesia terancam tidak independen karena bakal berada di bawah Dewan Moneter yang dikepalai Menteri Keuangan. Imbasnya, Menteri Keuangan bisa mempengaruhi Kebijakan moneter yang selama ini menjadi wilayah Bank Indonesia secara mandiri.
Poin lain yang diantisipasi pelaku pasar adalah peran BI yang diperlebar untuk mendukung penciptaan lapangan kerja sesuai draf naskah RUU BI. Hal ini dinilai bertentangan dengan fungsi BI selama ini yang fokus pada stabilitas ekonomi dengan menjaga inflasi.
Kebijakan pemerintah lainnya juga disebut menyumbang efek ketidakpastian yang diwaspadai pelaku pasar. Hans menyebutkan salah satunya adalah keputusan pemerintah memperpanjang mekanisme burden sharing antara Bank Indonesia dan pemerintah sampai 2022.
Mekanisme burden sharing atau berbagi beban saat ini memungkinkan BI ikut menyerap Surat Berharga Negara (SBN) atau utang pemerintah dengan mengikuti lelang di pasar perdana. Biasanya BI hanya bisa membeli SBN di pasar sekunder sebagai langkah stabilisasi nilai tukar kalau ada investor yang melepas kepemilikan SBN.
Hal lain yang ikut berpengaruh adalah rumor pengawasan sektor keuangan yang bakal digabung. Dalam hal ini merujuk pada penyatuan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI yang saat ini tengah dikaji pemerintah.
“Memang belum dapat dipastikan kabar ini tetapi menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan dan membuat pelaku pasar menjadi berhati-hati,” ucap Hans.
Melansir CNBC.com, analis memperkirakan revisi UU itu bakal merusak kepercayaan investor. Dalam sejumlah pasal, RUU itu mengharuskan BI terlibat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menekan angka pengangguran. Di sisi lain, pemerintah pusat juga memiliki hak bicara dalam rapat dewan gubernur yang menentukan keputusan moneter.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa RUU itu adalah hasil inisiatif DPR. Ia mengklaim pemerintah belum membahasnya bersama DPR RI. Meski demikian, dalam konferensi pers terbatas tanpa sesi tanya jawab, Jumat (4/8/2020), Sri Mulyani tak memberi kejelasan bilamana pemerintah akan menolaknya.
“Beberapa hari terakhir banyak disampaikan mengenai revisi UU tentang BI yang merupakan inisiatif dari DPR. Dapat dijelaskan bahwa sampai hari ini pemerintah belum membahas RUU inisiatif DPR tersebut,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Jumat (4/9/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri