tirto.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akan memutus perkara dugaan korupsi pemberian surat keterangan lunas BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung, Senin (24/9/2018). Majelis hakim yang dipimpin Hakim Yanto direncanakan akan menggelar sidang pukul 10.00 WIB.
"Iya betul [sidang Syafruddin dengan agenda] putusan [pukul] 10.00 WIB," ujar Humas Pengadilan Tipikor Jakarta Sunarso saat dikonfirmasi, Senin (24/9/2018).
Dalam proses persidangan, jaksa penuntut umum meyakini Syafruddin telah merugikan negara Rp4,58 triliun. Kerugian muncul karena ia berusaha menghapus utang Bank Dagang Nasional Indonesia yang diajukan PT Dipasena Citra Darmaja (DCD) dan PT Wahyuni Mandira (PT WM). Kemudian, Syafruddin mengajukan ke rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
Hal yang dilakukan mantan Kepala BPPN itu menghilangkan hak tagih terhadap Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL membuat pemerintah tidak bisa menagih utang BLBI yang dipinjam Sjamsul. Ia pun menggunakan nama Presiden Megawati untuk melegalkan penghapusbukuan utang PT BDNI.
Jaksa berpendapat, Syafruddin telah melanggar pasal 2 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1. Jaksa pun menuntut Syafruddin 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Dalam pleidoi, Syafruddin menilai, KPK telah terhasut kampanye obligor BLBI yang tidak mau membayar atas nama BDNI. KPK dianggap meloloskan para konglomerat hitam BDNI. Selain itu, Syafruddin menyoalkan KPK yang lebih mempermasalahkan BDNI yang sudah selesai daripada obligor lain. Ia pun menyampaikan 8 keberatan dalam kasus tersebut.
Setidaknya masih ada 3 nama lain yang diduga terlibat dalam kasus pemberian SKL BDNI kepada BLBI dan masuk dalam dakwaan Syafruddin, yakni Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim (istri Sjamsul), dan Mantan Menko Perekonomian Dorojarojatun Kuntjorojakti. Namun, KPK belum menetapkan tersangka baru dalam kasus BLBI.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dipna Videlia Putsanra