Menuju konten utama

Vonis Setya Novanto Dibacakan Hakim Tipikor Hari Ini

Humas Pengadilan Tipikor Jakarta Sunarso mengatakan kelima hakim yang akan mengadili Novanto diperkirakan siap hadir untuk pembacaan putusan.

Vonis Setya Novanto Dibacakan Hakim Tipikor Hari Ini
Ilustrasi HL Setya Novanto. tirto.id/Teguh

tirto.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan menggelar sidang putusan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, Selasa (24/4/2018). Persidangan mantan Ketua DPR itu rencananya akan digelar sekitar 10.00 WIB.

"[Pembacaan putusan Setya Novanto] Jam 10," kata Humas Pengadilan Tipikor Jakarta Sunarso saat dihubungi Tirto, Selasa (24/4/2018).

Sunarso mengatakan, kelima hakim yang akan mengadili Novanto diperkirakan siap hadir. Mereka sudah siap membacakan putusan setelah jaksa KPK menuntut mantan Ketua Umum Partai Golkar itu 16 tahun penjara. "Iya siap, [membacakan putusan Setya Novanto]," tegas Sunarso.

Pembacaan putusan dilakukan setelah KPK menuntut Novanto 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, Kamis (28/3/2018). Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu dinilai terbukti ikut dalam upaya merugikan Rp2,3 triliun dari proyek e-KTP. Ia dinilai menerima uang hasil korupsi e-KTP sebesar 7,3 juta dolar AS dan jam Richard Mille 011 senilai 135 ribu dolar AS sebagai bagian dari penerimaan e-KTP. Akibat penerimaan tersebut, Novanto terbukti melanggar pasal 3 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 sesuai dakwaan kedua yang dibacakan kepadanya.

KPK pun memberikan pidana tambahan kepada mantan Ketua DPR itu. Ia diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 7,435 juta dolar AS dikurangi uang pengganti sebesar Rp 5 miliar. Apabila tidak dibayar dalam kurun waktu 1 bulan, harta mantan Ketua Umum Partai Golkar langsung dirampas negara. Suami Deisti Astriani Tagor pun terancam dipidana 3 tahun penjara bila harta Novanto saat dilelang tidak mencukupi. Selain itu, Novanto dituntut untuk tidak boleh mencabut hak untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani hukuman.

Menanggapi tuntutan JPU tersebut, pihak Setya Novanto mengajukan pleidoi. Dalam pleidoi pribadi Novanto, mantan Ketua DPR itu mengklaim tidak pernah mengintervensi proses penganggaran atau pembiayaan e-KTP untuk kepentingan sendiri atau orang lain. Ia menyebut DPR tidak mempunyai peran dominan dalam proyek e-KTP.

"Peran Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri-lah yang paling dominan dalam pembahasan E-KTP khususnya dalam hal sumber pembiayaan, bukan di DPR," klaim Novanto.

Novanto pun menyebut pemberian fee merupakan komitmen Ketua Komisi II saat itu Alm Burhanudin Napitupulu, mantan Dirjen Dukcapil Irman, dan pengusaha Andi Agustinus. Ia mengklaim tidak tahu kesepakatan pemberian kepada sejumlah pihak. Novanto pun membantah menerima uang hingga 7,3 juta dolar AS dari pengusaha Made Oka dan keponakannya, Irvanto Hendra. Ia pun membantah penerimaan Richard Mille 011 seharga 135.000 dolar AS. Ia berdalih, tuntutan pengembalian uang negara sebanyak 7,435 juta dolar AS tidak berdasar dan berlebihan.

Novanto justru menyebut nama baru dalam kasus e-KTP. Ia menyebut Markus Mekeng dan Markus Nari menerima uang satu juta dolar AS. Uang tersebut diserahkan lewat Mekeng di ruang Fraksi Golkar Lantai 12 Gedung DPR RI. Selain itu, sejumlah uang diberikan kepada mantan politikus Partai Demokrat Jafar Hafsah. Adapula penyerahan uang kepada Chairuman sebesar 500 ribu dolar AS. Ia pun menyebutkan ada penyerahan uang kepada Agun sebesar 1 juta dolar AS di kediaman politikus Golkar itu. Ia juga mengaku menyesal terlibat dalam kasus yang merugikan negara triliunan.

"Saya menyesal telah ikut terseret pada persoalan hukum ini dan untuk itu saya memohon maaf atas kekhilafan saya khususnya kepada negara dan konstituen saya di Nusa Tenggara Timur (NTT)," kata Novanto.

Jelang pembacaan putusan, kubu penasihat hukum Setya Novanto berharap putusan Novanto bisa adil. Ia ingin tidak ada campur tangan dalam putusan Novanto.

"Saya sih terus terang berharap bahwa siapapun melihat perkara ini dengan jernih gitu loh ya. Artinya mesti ada rasa keadilan dalam melihat perkara ini," kata Maqdir, Senin (23/4/2018).

"Ini politisasi terhadap perkara ini sudah kelamaan. Ya sudah hentikan lah politisasi terhadap perkara ini," kata Maqdir.

Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut KPK siap mendengarkan putusan hakim. Saut Situmorang hanya berharap, segala poin dalam tuntutan bisa dipenuhi.

"Tuntutan jaksa tentulah harapan kita dipenuhi, namun putusan hakim harus menjadi pegangan dan dihargai," kata Saut saat dihubungi Tirto, Senin.

Saut mengaku, ada sejumlah pertimbangan dalam vonis hakim, baik meringankan atau memberatkan. Ia berharap semua pihak menerima putusan dengan mengakui kelemahan dan memperbaiki untuk di masa depan.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri