Menuju konten utama
Kekerasan Seksual Anak

Vonis Berat bagi Herry Wirawan & Mengapa Hukuman Mati Tak Tepat?

Maidina menilai Herry Wirawan mesti mendapatkan sanksi berupa pembatasan kemerdekaan, semisal sanksi pidana seumur hidup.

Vonis Berat bagi Herry Wirawan & Mengapa Hukuman Mati Tak Tepat?
Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap santriwati, Herry Wirawan digiring ke mobil tahanan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1/2022). ANTARA/HO-Kejati Jawa Barat.

tirto.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menuntut Herry Wirawan (36) dengan hukuman mati. Herry dituntut atas perbuatan keji memerkosa 13 santriwati di Madani Boarding School, Bandung, Jawa Barat selama 2016 hingga 2021.

Herry merupakan pemilik dan pengasuh Madani Boarding School.

“Sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku,” ujar Kepala Kajati Jawa Barat, Asep N. Mulyana di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022).

Jaksa juga menambahkan sanksi untuk Herry berupa membayar denda Rp500 juta dan membayar biaya restitusi kepada para korban Rp331 juta. Serta sanksi non-material berupa pengumuman identitas, identitas terdakwa disebarkan, dan hukuman kebiri kimia.

“Perbuatan terdakwa bukan saja berpengaruh kepada kehormatan fisik. Tapi berpengaruh ke psikologis dan emosional para santri keseluruhan,” ujar Asep.

Atas perbuatannya, Herry dikenakan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto mendukung sikap jaksa menuntut berat Herry. Ia berharap hakim mengabulkan tuntutan jaksa sehingga memberikan efek jera terhadap pelaku.

“Kalau itu yang menjadi tuntutan jaksa, kita apresiasi setinggi-tingginya. Artinya tuntutan jaksa itu seiring dan sejalan dengan kemauan masyarakat yang memang mengutuk keras perilaku Herry terhadap anak-anak santri itu,” ujar Yandri kepada wartawan, Selasa (11/1/2022).

Hukuman Mati Dinilai Tidak Tepat

Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menilai sanksi hukuman mati bagi pelaku kekerasan seksual seperti Herry Wirawan tidak selaras dengan Pasal 67 KUHP.

Pasal 67 KUHP yang berbunyi: Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

Sementara dalam pidana pokok, Jaksa menuntut Herry dengan hukuman mati dan memberikan sejumlah pidana tambahan: membayar denda, membayar restitusi, dan kebiri kimia.

“Hukuman mati kita, tidak bicara kenapa peristiwa itu terjadi dan apa yang bisa dilakukan ke depannya untuk korban dan untuk sistem yang ada,” ujar Meidina kepada reporter Tirto, Rabu (12/1/2022).

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi juga berpandangan sama terhadap sanksi hukuman mati bagi Herry. Baik hukuman mati ataupun kebiri tidak efektif untuk mencegah tindak pidana kekerasan seksual.

Namun ia tetap menghargai kinerja aparat penegak hukum. “Komnas Perempuan menghormati proses hukum yang tengah berjalan dan apresiasi terhadap kerja koordinatif antara penegak hukum dengan lembaga layanan korban,” ujarnya kepada reporter Tirto, Rabu (12/1/2022).

Meski hukuman mati dan hukuman kebiri kimia dianggap tidak efektif memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual, Siti menilai Herry mesti direhabilitasi agar mampu mengubah cara pandangnya terhadap wanita. Kesadaran Herry mesti dibangun, sehingga timbul kesadaran bahwa perbuatannya merugikan korban dan diri sendiri.

“Lebih kepada bagaimana membangun cara berpikir sebagai lelaki baru. Rehabilitasi cara berpikir yang membongkar nilai-nilai partriaki,” ujarnya.

Sementara Maidina menilai Herry Wirawan mesti mendapatkan sanksi berupa pembatasan kemerdekaan, semisal sanksi pidana seumur hidup.

“Tapi harus selalu dibarengi dengan assesment si pelaku, termasuk soal pemahaman kesalahan dia yang harus diselaraskan dengan pemulihan korban,” ujarnya.

Perlunya Sanksi yang Berdampak Bagi Korban

Sanksi untuk Herry semestinya tidak hanya berdampak bagi ia sebagai pelaku. Baik Siti dan Maidina sama-sama meyakini perlunya sanksi terhadap pelaku yang berdampak bagi korban. Semisal mengoptimalkan sanksi penyitaan semua aset milik Herry dan diberikan kepada korban serta keluarga korban perlu dilakukan.

“Jangan dilelang kemudian ke negara. Tunjuk kurator atau akuntan independen untuk menjamin pengelolaan itu untuk korban dan anak-anak yang dihasilkan,” ujar Maidina.

Hak-hak korban seperti mendapatkan rumah aman, tempat tinggal, akses pendidikan, hingga identitas baru juga perlu dipenuhi. Termasuk perbaikan sistem oleh negara, terhadap pendidikan seks dan pengawasan di satuan pendidikan dengan format boarding school.

“Bicara hukuman itu satu hal. Tapi bahasan pidana mati bikin kita lupa, yang harus dilakukan ke depannya banyak banget,” ujar Maidina.

Kebutuhan korban untuk pemulihan pasca putusan pengadilan juga mesti diutamakan. Serta dukungan negara untuk memberikan akses tersebut untuk para korban.

“Agar korban bisa mengakses secara cuma-cuma layanan kesehatan lanjutan, pendidikan, konseling sampai dengan pemberdayaan ekonomi sesuai kebutuhan korban,” ujar Siti.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz