tirto.id - Wabah virus corona (novel coronavirus) bisa menjadi ancaman serius bagi populasi dunia jika tidak bisa diredam. Apabila wabah tidak terkontrol, virus jenis baru ini diperkirakan bisa menginfeksi 2/3 penduduk bumi.
Prediksi tersebut diungkapkan oleh peneliti senior University of Hong Kong, Profesor Gabriel Leung. Dia mengungkapkan hal ini usai pimpinan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan penemuan sejumlah kasus virus corona pada pasien yang tidak pernah melakukan perjalanan ke Cina bisa jadi adalah fenomena puncak gunung es.
Leung berpendapat, pertanyaan penting saat ini ialah seberapa besar 'gunung es' itu. Maksudnya, seberapa banyak orang yang kemungkinan sudah terinfeksi virus corona, tetapi belum terdeteksi.
Sebagian besar ilmuwan memperkirakan satu orang yang terinfeksi virus ini dapat menularkannya, ke 2,5 orang lain. Menurut dia, ini menunjukkan "tingkat serangan" bisa mencapai 60-80 persen.
"60 persen dari populasi dunia merupakan jumlah yang sangat besar," kata Leung sebagaimana dilansir The Guardian, pada Selasa (11/2/2020).
Padahal, menurut Leung, sekalipun tingkat kematian serendah 1 persen, yang mungkin tercatat apabila kasus-kasus lebih ringan diperhitungkan, angka itu masih terbilang sangat besar.
Leung merupakan salah satu peneliti yang berfokus mengkaji virus corona. Dia pernah berperan penting dalam riset wabah SARS pada 2002-2003 yang dikerjakan bersama ilmuwan terkemuka lainnya, seperti dari Imperial College London dan Oxford University.
Pada Januari lalu, Leung menulis ulasan di jurnal The Lancet yang memperingatkan bahwa wabah virus corona di sejumlah kota di China mungkin merebak cepat, dan tertinggal 1-2 pekan saja dari Wuhan.
Dia juga salah satu ilmuwan yang mengikuti pertemuan Global Research and Innovation Forum yang digelar WHO di Jenewa, Swiss, pada 11-12 Februari 2020. WHO Menggelar forum ini untuk memobilisasi aksi internasional dalam menangkal perkembangan wabah virus corona.
Sekalipun mengungkapkan adanya skenario terburuk, Leung mengakui para ahli epidemiologi saat ini masih mencari model prediksi yang tepat guna memperkirakan apa yang mungkin terjadi.
"Apakah 60-80 persen populasi dunia akan terinfeksi? Bisa saja tidak. Mungkin itu terjadi secara bergelombang. Mungkin pula sifat mematikan dari virus ini akan melemah, karena jika semua orang yang mengidapnya meninggal, hal itu juga bakal membuatnya lenyap," ujar Leung.
Di sisi lain, Leung melanjutkan, para ilmuwan perlu segera mengetahui efektivitas dari kebijakan pemerintah Cina, yang mengisolasi Wuhan dan beberapa kota lain, terhadap penurunan angka infeksi.
Apabila intervensi besar-besaran terhadap kesehatan masyarakat dan pembatasan mobilitas warga di Cina efektif, kata dia, perlu dikaji apakah metode ini mungkin diterapkan di negara lain.
Leung menilai langkah pencegahan seperti itu sulit diterapkan. Dalam perhitungannya, sulit bagi pemerintah suatu negara menentukan berapa lama sekolah-sekolah akan ditutup dan kota-kota diisolasi.
Sementara jika langkah Cina terbukti tidak efektif, Leung melanjutkan, strategi untuk mengatasi wabah virus corona perlu berubah. Alih-alih mencegah penularan meluas, penanganan wabah ini perlu beralih ke fokus untuk mengurangi dampak buruknya.
Meskipun demikian, Leung menegaskan saat ini upaya mencegah perluasan wabah virus corona masih penting dilakukan. Apalagi, belum ada informasi pasti soal berapa lama orang yang terinfeksi virus corona bisa tidak menunjukkan gejala terdampak.
Persoalan lainnya, sekalipun sejumlah negara yang memiliki pertautan dengan Cina saat ini sudah menerapkan banyak langkah pencegahan, masih ada ganjalan bagi Leung.
Sebab, sejumlah negara lain yang juga memiliki pertautan dengan China, seperti Indonesia, entah kenapa justru tidak memiliki kasus infeksi corona.
Dalam kondisi banyaknya hal yang belum diketahui terkait virus corona seperti sekarang ini, Leung berpendapat dunia butuh solidaritas, itikad baik dan rasa saling percaya yang lebih besar.
Pendapat Leung ini selaras dengan pernyataan Direktur WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus saat membuka Global Research and Innovation Forum di Jenewa.
"Masih banyak sekali yang belum kita ketahui [soal virus corona]," ujar Tedros di forum tersebut pada hari ini, seperti dilansir akun twitter WHO, hari ini.
Tedros menyebut, ada banyak pertanyaan sampai hari ini belum terjawab dengan terang. Misalnya, apa reservoir novel coronavirus? Bagaimana dinamika transmisi virus corona?
Lalu, berapa lama periode infeksinya? Dan, apa sampel yang layak digunakan untuk mendiagnosa infeksi dan memantau hasil pengobatan terhadap pasien yang terinfeksi?
Virus corona memang patut menjadi perhatian serius semua negara mengingat perkembangannya melaju dengan cepat. Data Johns Hopkins CSSE menunjukkan hingga Selasa, 11 Februari 2020 per pukul 21.00 WIB, sudah 43.139 orang positif terinfeksi virus Corona. Dari jumlah itu, 42.668 jiwa ada di China.
Sementara pasien yang meninggal akibat virus corona mencapai 1.018 jiwa. Sebagian besar dari pasien itu adalah warga provinsi Hubei (974 jiwa). Pada waktu yang sama, pasien yang berhasil sembuh setelah terinfeksi virus corona juga terus bertambah menjadi 4.338 orang.
Jika dibandingkan dengan angka kematian akibat wabah SARS yang mencapai 10 persen, dampak coronavirus memang lebih rendah. Namun, virus corona menyebar lebih cepat.
Wabah SARS (2002-2003), yang juga dimulai di Cina, menyebabkan 774 kematian. Artinya, angka kematian akibat virus corona telah melampaui SARS, hanya dalam waktu kurang dari dua bulan.
Editor: Agung DH