tirto.id - Pada Rabu (31/1/2018) malam sekitar pukul 19.00 WIB, seluruh masyarakat Indonesia menyaksikan penampakan fenomena langka yakni gerhana bulan total "super blue blood moon".
Dalam rangka menyaksikan fenomena tersebut, sejumlah tempat di Jakarta menggelar acara nonton bareng, seperti di Planetarium Taman Ismail Marzuki Plaza Teater, Monumen Nasional, Taman Mini Indonesia Indah dan Taman Impian Ancol.
Mengapa fenomena ini disebut langka? Hal itu disebabkan karena terjadi peristiwa lunar trifecta yakni: gerhana bulan total, supermoon, dan blue moon.
Dengan merangkum tiga peristiwa lunar trifecta yang terjadi bersamaan pada 31 Januari 2018 ini, muncullah istilah super blue blood moon. Artinya, gerhana bulan total akan mengubah supermoon kedua di bulan Januari atau blue moon ini menjadi blood moon berwarna oranye atau merah kecoklatan.
Gerhana bulan pertama tahun 2018 ini termasuk langka karena hanya terjadi sekitar 150 tahun silam. Peristiwa gerhana total yang berbarengan dengan supermoon ini terjadi pada masa lampau pada 31 Maret 1866.Lantas, hal inilah yang membuat peristiwa tersebut menjadi langka dan istimewa.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyatakan bahwa fenomena gerhana bulan ini juga pernah terjadi di Indonesia sekitar 36 tahun yang lalu atau sekitar 30-31 Desember 1982.
Meski di sejumlah wilayah terjadi hujan lokal dan berawan, hal tersebut tidak menyurutkan antusiasme masyarakat, karena gerhana bulan ini bisa disaksikan secara live streaming yang dilakukan langsung oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA).
Selama kurang lebih lima jam, bulan perlahan tertutup oleh bayangan bumi. Dan pada puncak gerhana, bulan berubah warna menjadi merah oranye selama 77 menit. Hal tersebut disebabkan oleh pantulan cahaya matahari terbit dan matahari terbenam di Bumi yang kemudian diproyeksikan ke bulan.
Mengutip laporan Vox.com, yang tak kalah indah adalah "supermoon", saat bulan sedikit lebih besar dari biasanya. Bagi masyarakat yang tidak sempat melihat fenomena langka ini, berikut adalah rangkuman videonya selama 60 detik yang tampilkan NASA dari Griffith Observatory di Los Angeles, AS:
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo