tirto.id - Angka vaksinasi di Indonesia masih minim, salah satu penyebabnya karena masih banyak mitos soal vaksin yang berkembang di masyarakat.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Pengurus Pusat Poros Sahabat Nusantara (POSNU), Elina Dian Karmila di Webinar ‘Rumor about Vaccines’ yang diadakan POSNU bekerja sama dengan Tirto.id, Lembaga Kesehatan NU (LKNU) dan BNPB, Minggu (26/9/2021) lalu.
Elina berharap forum-forum yang terus digagas oleh organisasi bisa membantu pemerintah untuk melawan mitos-mitos yang berkembang di masyarakat di berbagai daerah di masyarakat.
“Mitos tersebut harus langsung dijawab oleh ahlinya, baik yang berhubungan dengan sains atau pun agama,” ujarnya.
Elina juga menyampaikan hasil survei sederhana yang diadakan oleh POSNU sebelum kegiatan webinar, yang diikuti oleh 160 responden dengan rata-rata umur 16-50 tahun. 76 persen responden mengaku sudah menjalani vaksinasi, sebagian besar dengan alasan ingin kebal terhadap virus Covid-19.
Untuk responden yang belum menjalani vaksinasi, sebagian besar mengaku takut akan efek yang akan didapat atau dirasakan setelah vaksin, sesuai dengan rumor yang berkembang di masyarakat.
Menyikapi hal tersebut, POSNU memberi beberapa rekomendasi di antaranya, harus semakin gencarnya sosialisasi mengenai Kejadian Ikut Pasca Imunisasi (KIPI) kepada masyarakat luas, untuk meluruskan rumor yang berkembang di masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga dipandang perlu untuk memastikan kepada petugas kesehatan dalam memberi informasi lengkap kepada penerima vaksin dan adanya informed consent kepada peserta vaksin.
Pimpinan Redaksi Tirto.id, Ivan Aulia Ahsan mengatakan bahwa sampai saat ini Tirto tetap konsisten dalam mengkampanyekan vaksinasi ke publik melalui banyak platform di Tirto.id dan berharap kerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam kegiatan ini bisa menjadi awal yang baik dalam mendorong Gerakan Vaksinasi Nasional.
Sejak imbauan pemerintah untuk vaksinasi pada Januari 2021, yang dimulai oleh Presiden RI, sampai saat ini, ternyata angka vaksinasi di Indonesia terbilang masih rendah.
Sampai 24 September 2021, angka total vaksinasi pertama baru mencapai 40,82 persen dari target yang ditentukan, sedangkan vaksinasi kedua lebih rendah dengan prosentase 22,94 persen.
Padahal sampai saat ini, vaksinasi disepakati oleh pakar kesehatan sebagai salah satu upaya untuk menciptakan kekebalan kolektif dan menurunkan angka COVID-19. Problem yang terjadi cukup banyak. Mulai dari rumor negatif mengenai vaksin yang sudah cukup tersebar dan menjamur di masyarakat, sampai belum meratanya distribusi vaksin di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Lembaga Kesehatan PWNU DKI Jakarta, yang juga merupakan dokter yang langsung menangani vaksin, dr. Muhammad Arif mengatakan bahwa KIPI dalam vaksin COVID dengan gejala ringan sampai sedang, seperti demam dan mual adalah hal wajar bagi peserta vaksin.
Gejala berat dalam KIPI sangat jarang terjadi, bahkan angkanya dibawah 1 persen. Gejala berat tersebut biasanya dialami oleh peserta vaksin yang mempunyai komorbid penyakit bawaan. Itulah sebabnya tenaga Kesehatan selalu melakukan screening ketat terhadap peserta vaksin.
Selain itu, dr. Muhammad Arif juga menjelaskan bahwa efikasi vaksin akan menurun dalam 6 bulan dan menghilang dalam 12 bulan. Sehingga tahun 2022 mendatang, masyarakat harus Kembali menjalani vaksinasi.
Meski begitu, dr Muhammad Arif tetap mengimbau bahwa pencegahan terdekat yang juga ampuh untuk menghindari virus adalah dengan tetap menjalankan protokol kesehatan dan menjalani hidup yang sehat. Problem lain yang ditemukan di masyarakat adalah keraguan akan hukum agama, khususnya agama Islam, mengenai kandungan yang terdapat dalam vaksin.
Untuk menanggapi hal tersebut, narasumber kedua, yaitu KH Mahbub Maáfi selaku Wakil Sekretaris Lajnah Bahtsul Masail (LBM) NU turut memberikan pandangannya.
Dalam pemaparannya, beliau juga mengatakan bahwa vaksin Astra Zeneca yang sempat menjadi perbincangan karena dikabarkan mengandung unsur babi, dinyatakan boleh digunakan karena ternyata tidak mengandung unsur babi.
“Islam memerintahkan supaya umatnya menjauhi hal yang berbahaya, seperti virus COVID-19 supaya tidak menjadi madharat bagi diri sendiri dan orang lain,” tambahnya.
Mahbub juga meminta pemerintah untuk terus berkolaborasi secara aktif dengan ormas dan masyarakat umum untuk melakukan sosialisasi dan Gerakan untuk menangani COVID di Indonesia. NU sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia juga, menurutnya, dari awal pandemi terjadi sampai saat ini masih terus melakukan gerakan masif di masyarakat, salah satunya dengan membentuk Satgas COVID-19 NU.
Editor: Iswara N Raditya