Menuju konten utama

Vaksin COVID-19: Kenapa Ibu hamil & Menyusui Belum Direkomendasikan

Vaksin COVID-19 yang diizinkan untuk penggunaan darurat tidak mengandung virus apa pun, melainkan mRNA

Vaksin COVID-19: Kenapa Ibu hamil & Menyusui Belum Direkomendasikan
Wanita muda hamil Asia dengan masker medis tinggal sendirian di rumah untuk karantina sendiri. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) juga telah merekomendasikan kondisi kesehatan tertentu yang tak boleh mendapat vaksin COVID-19.

Salah satu kriteria orang yang tidak direkomendasikan vaksinasi COVID-19 adalah peserta perempuan yang hamil, menyusui atau berencana hamil selama periode imunisasi (berdasarkan wawancara dan hasil tes urin kehamilan).

Terkait hal ini, vaksinolog sekaligus dokter spesialis penyakit dalam dr Dirga Sakti Rambe juga mengatakan ibu hamil dan menyusui tidak direkomendasikan untuk mengikuti vaksinasi COVID-19.

"Saat ini vaksin COVID-19 dengan merek apapun memang belum merekomendasikan," kata dr Dirga sebagaimana dikutip Antara.

Hal itu disampaikan mengingat banyaknya pertanyaan masyarakat terkait keamanan vaksinasi COVID-19 bagi ibu hamil dan menyusui.

Masyarakat terutama kaum ibu hamil diminta untuk menunggu terkait kelanjutan perkembangan dari vaksin yang dikembangkan oleh sejumlah negara, terutama hasil uji klinis vaksin terhadap ibu hamil dan menyusui.

Vaksin yang dikembangkan Pfizer, BioNTech dan Moderna tidak mengandung virus corona, melainkan mengandung molekul atau disebut mRNA yang tidak dapat menyebabkan infeksi dalam tubuh.

Ketua Departemen Ginekologi dan Kebidanan di Emory University School of Medicine di Georgia, Denise Jamieson mengatakan, orang harus berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan untuk mempertimbangkan pro dan kontra vaksinasi selama kehamilan dan memutuskan segera mendapatkan vaksinasi atau menunggu lebih banyak data (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) berencana melakukan survei pada wanita hamil yang menerima vaksin).

Vaksin COVID-19 yang diizinkan untuk penggunaan darurat tidak mengandung virus apa pun, melainkan mRNA yakni sebuah molekul yang berisi instruksi untuk membangun protein spesifik.

"mRNA hanyalah potongan informasi genetik yang dikirimkan ke sel Anda sendiri. Begitu berada di dalam tubuh, vaksin mRNA menginstruksikan sel untuk membangun protein yang memicu respons kekebalan yang melatih tubuh untuk mengenali virus corona jika tubuh menemuinya di masa mendatang," kata Jamieson dikutip Antara.

"Karena bekerja secara lokal, kemungkinan tidak berdampak pada janin," sambung dia yang juga menuturkan mRNA tidak dapat menyebabkan infeksi.

Bagi manusia, vaksin memang membawa risiko efek samping ringan, seperti nyeri saat melihat infeksi, bengkak, atau demam.

Salah satu gejala yang harus diwaspadai selama kehamilan khususnya adalah demam setelah vaksinasi, karena demam tinggi dapat meningkatkan risiko keguguran. Jika demam memang terjadi, obat penurun demam acetaminophen aman dikonsumsi selama kehamilan.

Secara umum, jika seseorang diketahui memiliki alergi terhadap salah satu bahan vaksin, mereka tidak boleh menerima vaksin.

Meski para ilmuwan menduga vaksin COVID-19 aman digunakan selama kehamilan, hal ini juga masih perlu dikonfirmasi.

Berikut kriteria orang yang tak boleh mendapat vaksin COVID-19 menurut PAPDI

1. Pernah terkonfirmasi dan terdiagnosis COVID-19.

2. Mengalami penyakit ringan, sedang atau berat, terutama penyakit infeksi dan/atau demam (suhu ≥37,5°C, diukur menggunakan infrared thermometer/thermal gun).

3. Peserta wanita yang hamil, menyusui atau berencana hamil selama periode imunisasi (berdasarkan wawancara dan hasil tes urin kehamilan).

4. Memiliki riwayat alergi berat terhadap vaksin atau komposisi dalam vaksin dan reaksi alergi terhadap vaksin yang parah seperti kemerahan, sesak napas dan bengkak.

5. Riwayat penyakit pembekuan darah yang tidak terkontrol atau kelainan darah yang menjadi kontraindikasi injeksi intramuskular.

6. Adanya kelainan atau penyakit kronis (penyakit gangguan jantung yang berat, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, diabetes, penyakit ginjal dan hati, tumor, dll) yang menurut petugas medis bias mengganggu imunisasi

7. Subjek yang memiliki riwayat penyakit gangguan sistem imun seperti respons imun rendah (atau subjek yang pada 4 minggu terakhir sudah menerima terapi yang dapat menganggu respons imun (misalnya immunoglobulin intravena, produk yang berasal dari darah, atau terapi obat kortikosteroid jangka panjang (> 2 minggu)).

8. Memiliki riwayat penyakit epilepsi/ayan atau penyakit gangguan saraf (penurunan fungsi sistem saraf) lainnya.

9. Mendapat imunisasi apapun dalam waktu 1 bulan kebelakang atau akan menerima vaksin lain dalam waktu 1 bulan kedepan.

10. Berencana pindah dari wilayah domisili sebelum jadwal imunisasi selesai.

Meskipun vaksinasi sudah mulai dilaksanakan, pelaksanaan protokol kesehatan yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun tetap wajib dilakukan.

Dengan menerapkan protokol kesehatan sekaligus pelaksanaan vaksinasi, maka diharapkan perlindungan bagi masyarakat lebih optimal.

Selain itu, lanjut dia, sejauh ini semua merek vaksin termasuk Sinovac diketahui masih efektif dalam menghadapi mutasi COVID-19 jenis baru.

Meskipun demikian, masyarakat diingatkan jangan sampai membiarkan mutasi jenis baru tersebut terus bertambah banyak.

"Caranya yakni dengan menekan penyebaran dan menerapkan protokol kesehatan tadi," ujarnya.

Baca juga artikel terkait VAKSIN COVID-19 atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Agung DH