tirto.id - Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D. Heripoerwanto menyebut Undang-Undang (UU) Bangunan Gedung dan UU Jasa Konstruksi akan direvisi.
Sebab, kata dia, beberapa pasal dalam dua regulasi tersebut dianggap menghambat investasi di sektor konstruksi. Nantinya, dua UU tersebut bakal disatukan dengan konsep omnibus law.
"Sekarang masih kajian yang mana saja yang prioritas untuk direlaksasi," katanya ketika ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Kamis.
Relaksasi dua aturan itu, menurut Eko diperlukan untuk mendukung peningkatan investasi khususnya di sektor properti agar tidak ada kendala.
Sebab, selama ini dunia usaha mengalami hambatan khususnya untuk izin mendirikan bangunan (IMB) bagi bangunan sederhana.
Selain itu, faktor penghambat lainnya yakni adanya sertifikat laik fungsi juga bagi bangunan sederhana.
"Untuk bangunan sederhana itu dianggap tidak perlu, dunia usaha minta relaksasi," imbuhnya.
Ia menyebutkan target relaksasi pasal itu sudah selesai dalam waktu satu hingga dua bulan mendatang. Pemerintah sendiri tengah gencar menggenjot pembangunan infrastruktur tahun 2020-2024, termasuk sektor perumahan.
Total anggaran kebutuhan infrastruktur 2020-2024 diperkirakan mencapai Rp2.058 triliun. Data dari Kementerian PUPR, infrastruktur yang akan dibangun itu rinciannya di antaranya proyek sumber daya air sebesar Rp577 triliun, jalan dan jembatan Rp573 triliun, permukiman Rp125 triliun dan sektor perumahan sebesar Rp780 triliun.
Namun, total anggaran yang bisa dipenuhi APBN hanya sekitar 30 persen atau mencapai Rp623 triliun.
Untuk itu, pemerintah menggenjot sumber pembiayaan inovatif salah satunya melibatkan swasta dalam skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana