Menuju konten utama

Utut Adianto Mangkir dari Panggilan KPK, Alasannya Ada Agenda Lain

Utut Adianto tidak memenuhi panggilan KPK dalam penyidikan kasus suap di Purbalingga. 

 Utut Adianto Mangkir dari Panggilan KPK, Alasannya Ada Agenda Lain
Ketua DPR Bambang Soesatyo (kiri) bersama Ketua Fraksi PDI Perjuangan Utut Adianto Wahyuwidayat (kanan) berjabat tangan usai menyampaikan keterangan kepada jurnalis terkait jabatan Wakil Ketua DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (19/3). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Wakil Ketua DPR-RI dari Fraksi PDIP Utut Adianto dipastikan tidak akan datang untuk memenuhi panggilan KPK (12/09/2018). Sedianya Utut akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terhadap Bupati Purbalingga dalam proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center.

"Saksi Utut Adianto tidak dapat hadir dalam pemeriksaan hari ini. Tadi disampaikan ke KPK bahwa yang bersangkutan tidak hadir karena bertepatan dengan jadwal kegiatan lain hari ini," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah lewat keterangan tertulisnya (12/09/2018).

Lebih lanjut Febri mengatakan KPK akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Grand Master catur tersebut. Namun Febri belum mengatakan tanggal yang dimaksud.

Sebelumnya KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap Utut Adianto terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2017-2018.

"Hari ini, diagendakan pemeriksaan terhadap Utut Adianto, anggota DPR RI sebagai saksi untuk tersangka TSD terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2017-2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (12/9/2018).

Dalam kasus ini KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni Bupati Purbalingga nonaktif Tasdi (TSD), Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Kabupaten Purbalingga Hadi Iswanto (HIS) serta tiga orang dari unsur swasta masing-masing Hamdani Kosen (HK), Librata Nababan (LN), dan Ardirawinata Nababan (AN).

Utut pada Maret 2018 menjadi Wakil Ketua DPR RI dengan mengisi kursi pimpinan DPR RI tambahan setelah perubahan kedua UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) menjadi UU No 2 Tahun 2018 tentang MD3.

Tasdi adalah politisi PDIP. Ia diduga menerima suap itu senilai Rp100 juta dari pemenang proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap II tahun 2018 senilai sekitar Rp22 miliar. Pemberi suap diduga adalah Hamdani Kosen dan Librata Nababan, kontraktor yang kerap mengerjakan proyek-proyek di lingkungan Pemkab Purbalingga.

KPK menduga pemberian itu merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dari total nilai proyek.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Hamdani Kosen, Librata Nababan, dan Ardirawinata Nababan disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Tasdi dan Hadi Iswanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait OTT KPK PURBALINGGA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Agung DH