tirto.id - Ketua Panitia Pelaksana Muktamar Nahdatul Ulama (NU) ke-34, Imam Aziz mengatakan ada beberapa usulan acara mulai dari pelaksanaan Muktamar NU dimajukan menjadi 17 Desember 2021.
Hingga usulan Muktamar NU ke-34 pada 23-25 Desember diselenggarakan secara daring.
Aziz mengatakan sejumlah usulan tersebut masih ditampung. Namun, penyelengaraan Muktamar tetap diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU).
"Itu baru usulan [dimajukan 17 Desember], belum keputusan PBNU. Sekarang ini banyak usulan lain, misal muktamar diundur juga muktamar hibrid yang diusulkan Pengurusan Cabang Internasional," kata Aziz kepada Tirto, Rabu (1/12/2021).
Dia mengatakan dalam waktu dekat PBNU akan memutuskan kapan Muktamar NU ke-34 akan diselenggarakan.
Jika PBNU memutuskan Muktamar dimajukan pada 17 Desember, Aziz mengatakan panitia pelaksana siap menyelenggarakannya.
"Kalau itu keputusan PBNU, panitia siap melaksanakan dengan segala kondisinya," ucapnya.
Sementara untuk acara Muktamar diselenggarakan secara daring, Aziz mengatakan akan menjajaki seluruh teknisnya.
"NU itu se-Indonesia, tidak hanya Jakarta. Dari Aceh hingga Papua. Apakah jaringan internet cukup misalnya? Dicek duku kemungkinan teknisnya," tuturnya.
Ketua PCINU Jerman, Muhammad Rodlin Billah, memastikan bahwa terdapat beberapa alternatif teknologi yang dapat memfasilitasi pelaksanaan Muktamar NU secara daring, sekaligus ketersediaan para ahli yang akan membantu implementasinya. Menurutnya, penggunaan teknologi semacam ini bukanlah sebuah halangan.
“Meski tentu kita masih perlu konsolidasi lebih jauh serta mempelajari dengan seksama, mana platform teknologi yang paling sesuai dengan kebutuhan panitia dan para masyayikh (kiai),” kata Rodlin melalui keterangan tertulisnya, Rabu (1/12/2021).
Soal ketersediaan tenaga ahli, di lingkungan PCINU Jerman saja ada banyak sarjana teknologi informasi, jelasnya. Mulai dari tingkat sarjana, master, doktor, peneliti, bahkan profesor.
Belum lagi menghitung tenaga ahli dari PCINU lainnya. Ia menyebut bahwa PCINU Inggris Raya, PCINU Jepang, PCINU Korea Selatan, dan PCINU Amerika Serikat - Kanada juga telah menyatakan dukungannya.
Namun, pria yang akrab disapa Oding itu menegaskan bahwa masih ada satu tantangan cukup besar, yaitu soal perubahan paradigma. Misalnya, soal kekhawatiran tidak optimalnya upaya penjelasan teknis penggunaan teknologi ini kepada para kiai.
Dia yakin, bahwa hal tersebut dapat diatasi bersama-sama dengan kecakapan yang dimiliki oleh nahdliyin, baik dari lingkungan berbagai PCI maupun yang ada di Indonesia.
“Saya yakin ada banyak nahdliyin yang praktisi IT, tidak hanya dari lingkungan PCI yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tersebut, namun juga di Indonesia. Setiap permasalahan besar menjadi ringan bila kita punya komitmen untuk melaksanakannya bersama-sama,” tuturnya
Apabila usulan PCINU Sedunia ini kemudian dianggap sebagai soluisi terbaik oleh para masyayikh, maka tidak ada jalan lain selain mengusahakannya semaksimal mungkin hingga hari H tiba.
“Usaha mesti kita maksimalkan, di samping juga dengan adanya dukungan dan keterlibatan para masyayikh, insyaallah bisa,” ujarnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri