tirto.id - Dua kubu pasangan calon presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berbeda pandangan soal pengembangan bio energi di Indonesia. Tapi peneliti meyakini, solusi bio energi itu tak menyelesaikan persoalan energi bersih di Indonesia.
Hal ini terungkap dalam diskusi Tinjauan Ekonomi Batu Bara vs Energi Terbarukan, Bagaimana Kebijakan Presiden Terpilih, pada Kamis (7/2/2019) di Hotel Le Meridien Jakarta yang dihadiri kubu Jokowi, Prabowo dan peneliti FEB UI.
Juru Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ramson Siagian mengatakan pasangan calon yang didukungnya sangat berkomitmen dalam pengembangan bio energi. Ia mengklaim bahwa nantinya kekurangan kebutuhan energi nasional akan ditutup dengan bahan bakar nabati yang berasal dari tanaman, seperti bio etanol dari aren.
Menurut Ramson, hal ini dimungkinkan dari fenomena harga kelapa sawit yang masih tergolong murah. Karena itu, ia menilai sangat memungkinkan bila terjadi perubahan sumber energi primer dari fosil ke tumbuh-tumbuhan.
“Komitmen Paslon 02 tidak perlu diragukan lagi. Mereka punya strategi mendorong bio energi. Ini luar biasa besar-besaran produksi bio energi,” ucap Ramson dalam diskusi.
Rencana jangka panjangnya, kata Ramson, hasil produksi bio energi ini akan menggantikan dominasi bahan bakar fosil dalam sumber energi primer 2025 nanti. Dalam hal ini, ia merujuk pada proyek pembangkit listrik 35.000 MW yang sedang dikerjakan pemerintah.
Data Greenpeace menunjukkan pada tahun 2017, pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh batu bara sebesar 58,3 persen, diikuti oleh gas sebanyak 23,2 persen, lalu minyak bumi sebanyak 6 persen. Dengan kata lain, lebih dari 80 persen dari total sumber energi primer pembangkit listrik masih didominasi bahan bakar fosil.
Ramson mengklaim bahwa revisi energi primer ini mungkin dilakukan karena menyasar pembangkit listrik yang belum rampung dibangun pemerintah saat ini. Ia menjamin bahwa kerja sama pembiayaan, investasi tetap dapat diubah untuk menyesuaikan dengan kebijakan bauran energi yang ditawarkan paslon 02.
“Pembangkit listrik yang masih baru nanti akan kami rombak jadi pakai bio energi. Kami buat kontrak ulang. Supaya tidak gunakan batu bara lagi,” ucap Ramson.
Menanggapi hal itu, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Arif Budimanta mengklaim bahwa langkah itu bukan hal baru. Pasalnya, Presiden Joko Widodo selaku petahana sudah banyak melakukan penelitian melalui Kemen ESDM. Ia mengklaim saat ini pengembangan B20 akan dilanjutkan ke B30 dan B50. Pembangkit listrik kata Arif juga telah menggunakan bahan bakar nabati.
“Pengembangan energi berbasis sawit sudah terjadi itu. Di pusat penelitian ESDM kami terus menerus uji coba misalkan sampai B50,” ucap Arif.
Bio Energi Bukan Solusi, Solusinya Clean Energi
Akan tetapi, usul kedua kubu ini dipandang tak menjawab persoalan energi di Indonesia. Peneliti Senior, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI, Alin Halimatussadiah mengatakan penggunaan minyak sawit sebagai jawaban energi terbarukan bukan langkah tepat.
Ia menilai minyak kelapa sawit dan bio energi lainnya belum tentu ramah lingkungan seperti yang diperkirakan selama ini. Sebaliknya, ia lebih memilih penyebutan clean energi.
Sebabnya, dalam upaya menciptakan energi yang ramah lingkungan, sumber bahan baku energi itu perlu ditelusuri. Dalam hal ini, kelapa sawit yang sudah pasti berasal dari pembukaan lahan hutan sehingga belum tentu “sebersih” yang dicanangkan.
“Kita harus track ke penanamannya. Tidak hanya bersih saat dipakai tapi juga dari mana bahan baku itu didapat,” ucap Alin.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Agung DH