Menuju konten utama

Usaha-Usaha Mendekatkan Bandung dan Jakarta

Perusahaan swasta NISM menjadi perusahaan pertama yang membangun jalur kereta api menuju pedalaman Priangan.

Usaha-Usaha Mendekatkan Bandung dan Jakarta
Header Mozaik Kereta Cepat Jakarta-Bandung. tirto.id/Quita

tirto.id - Pembangunan proyek Kereta Cepat yang menghubungkan Jakarta-Bandung sudah mencapai 80,41%. Seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, kereta api yang mempunyai panjang jalur 143,2 km itu akan beroperasi sekitar Juni 2023. Jalur kereta api cepat ini menghubungkan Stasiun Halim Jakarta dan Stasiun Tegalluar Bandung, melewati Stasiun Karawang dan Padalarang.

Pengerjaan proyek KCJB ini meneruskan inisiatif lama untuk mendekatkan dua kota besar itu. Ada sejarah cukup panjang mengenai usaha untuk memperbaiki transportasi antar keduanya. Jakarta, kota yang dahulu bernama Batavia ini merupakan kota pesisir yang mempunyai pelabuhan penting di Hindia Belanda. Sedangkan Bandung merupakan kota pedalaman yang sangat kaya dengan hasil komoditas ekspor dan juga strategis dijadikan pusat kegiatan militer.

Seiring dengan perkembangan teknologi, moda transportasi antara dua kota terus diperbaiki. Perkembangan ini membuat waktu tempuh antara keduanya mengecil, dari hitungan hari, menjadi jam, bahkan menit.

Meski menjadi kawasan yang terisolir, Priangan merupakan kawasan yang mempunyai potensi ekonomi yang cukup besar, baik di masa Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) maupun Hindia Belanda. Komoditas ekspor unggulan seperti kopi dan teh, tumbuh subur di Priangan. Namun, kekayaan alam ini tidak diimbangi dengan kondisi transportasi yang memadai.

Di masa lalu, pengangkutan kopi dari pedalaman Priangan mengandalkan sungai-sungai besar seperti Ci Tarum Ci Manuk, dan Ci Tanduy. Kopi-kopi dari Priangan dikirimkan menuju gudang pengapalan di tepi sungai besar ini, yaitu di Banjar, Cikao, dan Karangsambung.

Moda transportasi darat mulai banyak digunakan setelah Gubernur Jenderal Heman Willem Daendels membangun Jalan Raya Pos melalui pedalaman Priangan.

Salah satu pejalan yang menuliskan catatan ketika menjajal Jalan Raya Pos adalah Bengal Civilian tahun 1852. Pejalan dengan nama asli Charles Walter Kinloch ini melakukan perjalanan antara Batavia dan Bandung selama 3 hari. Kinloch dan rombongan melakukan perjalanan dari Batavia ke Bogor di hari pertama. Di perjalanan berikutnya, mereka menuju Cianjur melewati Megamendung. Di hari terakhir, mereka menghabiskan waktu sekitar 6 jam untuk menempuh jarak 42 mil (sekitar 67 kilometer) menuju Bandung.

Waktu tempuh ini tidak jauh dengan waktu tempuh perjalanan yang dilakukan oleh Rudolf Eduard Kerkhoven, 1880-an. Dalam buku Sang Juragan Teh diceritakan, R. E. Kerkhoven menempuh waktu 3 hari untuk mencapai Batavia dari Gambung, sekitar Ciwidey. Hari pertama, mereka menempuh waktu 10 jam untuk menghabiskan perjalanan antara Bandung dan Cianjur. Dari Cianjur ke satu titik di dekat Batavia, mereka menempuh jarak sekitar 12 jam. Baru di hari ketiga, mereka menghabiskan sisa perjalanan menuju Batavia.

Sulitnya perjalanan di Pulau Jawa khususnya pedalaman Priangan membuat pemerintah mencari cara untuk memperbaiki transportasi di sana. Ketika Belanda mengenal teknologi kereta api, mereka menerapkan teknologi ini di Priangan.

Menurut S. A. Reitsma dalam Eenige Bladzijden Indische Spoorwegpolitiek Jilid I, pembangunan jalur Bogor Cicalengka melewati Bandung sudah dibahas sejak 1871. Jalur ini merupakan bagian dari rencana untuk membangun jalur kereta api antara Batavia dan Surabaya.

Sebenarnya, ada alternatif lain yang bisa diajukan untuk menghubungkan kedua kota pesisir itu, yakni membangun jalur kereta api di sepanjang pantai utara. Namun, sebagian besar panitia lebih suka membangun jalur ke pedalaman Priangan. Dalam laporan yang disusun J. A. Kool dan N. H. Henket, jalur ini akan menjangkau daerah yang terisolasi. Bagi militer, jalur pedalaman yang akan dibangun lebih menguntungkan untuk pertahanan. Usulan ini diterima oleh Menteri urusan jajahan yang juga menyukai pembangunan jalur kereta api ke Pedalaman Priangan.

Perusahaan swasta NISM menjadi perusahaan pertama yang membangun jalur kereta api menuju pedalaman Priangan. Mereka berhasil membuka jalur antara Batavia dan Bogor tahun 1873. Perusahaan kereta api negara Staatssporwegen kemudian melanjutkan upaya NISM ini dengan membangun jalur antara Bogor dan Batavia melalui Bandung antara tahun 1878-1884.

Keberhasilan pembangunan jalur kereta api memangkas waktu tempuh antara Bandung-Batavia melalui Bogor dan Sukabumi menjadi sekitar 8 setengah jam.

Setelah itu, Bataviasche Oosternspoor Masschappij (BOSM) merintis Jalur kereta api ke arah timur Batavia. Perusahaan ini membuka jalur dari Batavia ke Karawang pada 1898. Pembangunan di jalur ini ini dilakukan oleh perusahaan swasta karena, seperti yang ditulis di atas, pemerintah lebih tertarik untuk membuat jalur kereta api ke pedalaman Priangan dibanding menyusuri pesisir utara.

Berdasarkan tulisan S. A.Reitsma, pembangunan di pesisir utara ini pada mulanya belum memenuhi syarat yang mereka tetapkan. Keadaan ini berubah sampai pemerintah melakukan akuisisi terhadap BOSM. Pemerintah membeli perusahaan swasta ini beserta seluruh asetnya seharga 5 juta gulden. Akuisisi ini memudahkan SS untuk membangun jalur kereta api antara Karawang dan Padalarang tahun 1901-1906.

Jalur ini diharapkan bisa mendorong kegiatan ekonomi di wilayah Karawang dan Purwakarta. Untuk militer, jalur ini penting karena memangkas waktu tempuh antara Batavia dengan Cimahi dan Bandung menjadi sekitar 4-5 jam.

Infografik Mozaik Kereta Cepat Jakarta Bandung

Infografik Mozaik Kereta Cepat Jakarta-Bandung. tirto.id/Quita

Perkembangan teknologi di awal abad 20 menghasilkan moda transportasi baru, yakni mobil dan pesawat. Dengan moda ini, jarak tempuh antara Batavia dan Bandung kembali bisa dikoreksi.

Pada 1932, komedian dan bintang film dunia Charlie Chaplin mengunjungi Hindia Belanda. Chaplin yang datang bersama saudara kandungnya, Syd, singgah di Tanjung Priok dan melanjutkan perjalanannya ke Garut melalui Bandung. Dalam buku A Comedian Sees the World, Chaplin bercerita tentang perjalanannya antara Batavia dan Bandung dengan menumpangi mobil. Rombongan ini menghabiskan waktu 6 jam setelah melalui jalan yang relatif baik.

Lain lagi dengan cerita pengiriman susu sapi ke Batavia. Pada tahun 1930-an, Bandoengsche Melk Centrale (BMC) mengoperasikan satu truk kecil untuk mengirim susu ke Batavia. Pengiriman susu ini dilakukan malam hari supaya susu segar dapat disebarkan ke para pelanggan di pagi hari. Truk tersebut berangkat dari Bandung pukul 8 malam dan tiba di Batavia pukul 2.30 pagi.

Masyarakat Priangan mendapatkan moda transportasi alternatif setelah perusahan penerbangan Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) berdiri di tahun 1928. Perusahaan ini melayani rute-rute penerbangan di Hindia Belanda, termasuk rute Batavia dan Bandung yang sudah dirintis melalui penerbangan militer sejak 1917.

Di tahun 1930-an, ada 3 pesawat yang melayani rute antara kedua kota. Pesawat-pesawat tersebut selalu dipenuhi oleh penumpang. Surat kabar De Avondpost menyebut, gengsi menjadi faktor yang membuat orang lebih memilih naik pesawat dibanding kereta api saat itu.

Singkatnya waktu tempuh antara Batavia dan Bandung juga memungkinkan pengiriman barang melalui pesawat. Menurut laporan Een Jaar Luchtverkeer (Ontleend aan de Luchtvaartgids 1930), koran dan tanaman menjadi barang paling banyak yang dikirim ke Batavia. Dengan waktu tempuh sekitar 45 menit, bunga-bunga yang berasal dari kota pegunungan itu sudah tersedia di gerai-gerai tanaman di Batavia pada jam 9 pagi.

Keberadaan mobil dan pesawat terbang mendorong SS untuk berinovasi supaya masyarakat tetap memilih kereta api. Mereka meluncurkan kereta api dengan nama Vlugge Vier, “si empat cepat” di tahun 1934. Sebanyak 4 rangkaian kereta api melayani rute Batavia-Purwakarta-Bandung dan sebaliknya, dalam waktu tempuh 2 jam 45 menit.

Menurut surat kabar De Koerir, Vlugge Vier dibuat untuk mendapatkan kembali hati masyarakat supaya mereka mau kembali naik kereta api di tengah persaingan dengan angkutan model baru, yakni mobil dan pesawat terbang,

Pasca kemerdekaan, meningkatnya jumlah kendaraan membuat pemerintah mulai membangun jalan tol di akhir 70-an. Jalan tol pertama menghubungkan Jakarta dan Ciawi dan rampung pada tahun 1978. Satu dasawarsa kemudian, jalan tol yang juga mendekatkan Jakarta dengan Bandung dibuka, yakni jalan tol Jakarta-Cikampek. Jalan tol ini diperpanjang saat Pemerintah Indonesia membuka jalan tol yang menghubungkan Cikampek-Padalarang-Bandung, tahun 2005.

Jalan tol dengan panjang sekitar 54 km ini semakin mendekatkan jarak kedua kota. Masyarakat yang bepergian dari Bandung ke Jakarta atau sebaliknya mempunyai alternatif yang jalur yang lebih cepat. Sebelumnya, mereka menggunakan jalur lama melewati Purwakarta atau melewati puncak.

Usaha untuk terus mendekatkan Jakarta dan Bandung kembali bergulir setelah pemerintah membuat proyek kereta api cepat. Jalur kereta melewati pegunungan dan lembah di kawasan Purwakarta dan Cikalong Wetan. Dengan jalur sepanjang 143 km, KCJB hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit saja.

Baca juga artikel terkait MOZAIK atau tulisan lainnya dari Hevi Riyanto

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Hevi Riyanto
Penulis: Hevi Riyanto
Editor: Nuran Wibisono