tirto.id - Kasus penyakit Japanese Encephalitis (JE) dikabarkan merebak di Kulonprogo, DI Yogyakarta. Hal ini menyusul adanya laporan tentang lima anak yang diduga mengidap radang otak akibat infeksi virus JE, bahkan satu dari kelima anak tersebut telah meninggal dunia.
Dinas Kesehatan Kulonprogo pun telah mengumpulkan sampel dan melakukan tes untuk memastikan apakah anak-anak itu memang mengidap JE atau tidak. Sampel dari kelima anak yang diduga mengidap JE telah dikirimkan ke Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta untuk diteliti lebih lanjut.
Dari pemeriksaan yang sudah dilakukan, semua sampel menunjukan hasil yang negatif. Hal ini dikonfirmasi oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kulonprogo, Rina Nuryati, yang memastikan bahwa tidak ada kasus JE di Kulonprogo.
Sebagai informasi, Japanese Encephalitis (JE) merupakan jenis virus yang dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan radang otak. Virus ini dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk jenis Culex seperti Culex tritaeniorhynchus.
Penyakit ini bisa dialami oleh siapa saja, tapi lebih rentan menyerang anak-anak. Gejalanya bisa berupa demam tinggi, sakit kepala, hingga muntah.
Sampai saat ini belum ada obat yang benar-benar bisa menyembuhkan penyakit JE. Pengobatan yang dilakukan umumnya hanya bertujuan untuk meredakan gejalanya saja. Meski demikian, saat ini ada vaksin JE yang dapat digunakan sebagai langkah pencegahan.
Jumlah Kasus Japanese Encephalitis di Indonesia Tahun 2023
Radang otak yang disebabkan virus Japanese Encephalitis termasuk penyakit yang banyak terjadi di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Menurut data WHO, setidaknya ada sekitar 67.900 kasus baru JE per tahun di 24 negara di Asia dan Oceania.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat sudah ada 145 kasus JE yang dilaporkan sejak 2014 hingga Juli 2023. Sementara 30 kasus di antaranya diketahui terjadi di Provinsi Kalimantan Barat.
Penyakit JE sendiri harus diwaspadai karena bisa menimbulkan masalah kesehatan serius. Case Fatality Rate (CFR) atau tingkat kematian kasus penyakit JE bisa mencapai 20-30 persen. Sementara 30-50 persen pasien yang bertahan hidup bisa mengalami sisa-sisa gejala seperti kejang, kelumpuhan, perubahan perilaku, atau cacat berat.
Mengingat akibatnya yang cukup fatal, pemerintah kini mulai melakukan pencegahan dengan memasukkan vaksinasi JE dalam program imunisasi rutin, terutama di wilayah endemis penyakit tersebut.
Pemberian vaksinasi JE telah dilakukan di Bali sejak 2018 dan terbukti efektif menurunkan angka kasus penyakit JE. Saat ini, pemberian vaksinasi juga akan dilakukan di wilayah-wilayah lain seperti Kalimantan Barat yang tercatat memiliki jumlah kasus JE cukup tinggi.
Penyebab Japanese Encephalitis dan Gejalanya
Penyakit JE termasuk radang otak yang disebabkan oleh infeksi virus Japanese Encephalitis yang tergolong dalam jenis Flavivirus. Manusia dapat tertular penyakit ini jika digigit oleh nyamuk Culex yang sudah terinfeksi oleh virus JE.
Virus JE sendiri memerlukan hewan sebagai inang perantara untuk hidup. Hewan yang bisa menjadi inang JE antara lain babi, kerbau, dan beberapa jenis burung.
Sementara itu, nyamuk Culex diketahui bisa berkembang biak di genangan air seperti kolam dan sawah. Nyamuk inilah yang kemudian menularkan penyakit JE dari hewan-hewan yang menjadi inang JE kepada manusia.
Karena itu, kasus JE lebih banyak ditemukan di pedesaan atau kawasan pertanian. Pasalnya, di daerah ini ada lebih banyak hewan yang berpotensi menjadi inang JE, apalagi ada banyak sawah/genangan air yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Seseorang yang terkena JE umumnya akan mengalami gejala pada 4-14 hari setelah pertama kali terinfeksi. Adapun gejala penyakit JE antara lain:
- Demam mendadak
- Sakit kepala
- Kesadaran menurun
- Sulit bicara
- Mengalami gangguan motorik seperti sulit berjalan
- Kejang, terutama pada anak-anak
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari