Menuju konten utama

Upaya Xiaomi Mengembalikan Kejayaan

Xiaomi berencana membangun 1.000 Mi Homes, toko fisik Xiaomi, hingga 2019 guna meningkatkan penjualan produk mereka.

Upaya Xiaomi Mengembalikan Kejayaan
Xiaomi Redmi Note 4. Foto/mi.com

tirto.id - Siapa yang tidak kenal dengan Xiaomi? Di Indonesia, produsen perangkat asal negeri tirai bambu tersebut, cukup memiliki penggemar setia yang banyak. Meskipun banyak produknya, terutama dari lini ponsel pintar, yang masih terbentur masalah perizinan regulator, di toko-toko online negeri ini, dengan mudah perangkat-perangkat ini didapatkan.

Xiaomi merupakan perusahaan teknologi yang baru dibentuk pada 6 April 2010. Saat awal terbentuk, mereka hanya fokus pada produk perangkat lunak. Gubahan Android yang mereka namai MIUI yang dirilis pada 16 Agustus 2010, merupakan salah satu user interface yang cukup digemari masyarakat dunia. Kemudian, pada 2011, perusahaan itu mulai merambah bisnis ponsel pintar. Ponsel pintar pertamanya, Xiaomi Mi 1, sukses ludes hanya dalam tempo 34 jam sejak diluncurkan.

Kesuksesan ponsel pintar pertama ini merupakan kombinasi dari banyak hal. Spesifikasi yang mumpuni dikombinasikan dengan harga yang terjangkau adalah salah satu alasan Xiaomi dicintai. Xiaomi juga menerapkan strategi pemasaran yang berbeda dibandingkan vendor-vendor lain. Saat perusahaan lain jor-joran dalam belanja iklan dan menjualnya dengan cara konvensional, Xiaomi melakukan pendekatan internet untuk memangkas biaya pemasaran dan penjualan. Xiaomi memasarkan juga menjual produknya melalui internet. Dikombinasikan dengan metode flash sale, cara tersebut sukses mendongkrak penjualan perangkat bikinan Xiaomi.

"Kami sebenarnya adalah perusahaan internet," Lei Jun, sang CEO Xiaomi saat diwawancarai oleh Business Insider. Ia bahkan merasa tidak suka jika Xiaomi disandingkan dengan Apple. Baginya, mirip dengan Amazon, raksasa e-commerce asal Amerika Serikat, jauh lebih pantas disandang Xiaomi.

Berkat streteginya tersebut, mengutip Tech In Asia, di tahun 2014 lalu, Xiaomi berhasil menjual 60 juta perangkat di seluruh dunia. Sebuah pencapaian yang luar biasa dari si anak bawang tersebut.

Sayang, arus yang mengantarkan kejayaan Xiaomi kini berubah arah. Merujuk data yang dipaparkan IDC, di tahun 2016 lalu Xiaomi bahkan harus menanggalkan mahkota kekuasaannya di rumah mereka sendiri. Pada tahun itu, Xiaomi hanya memperoleh pangsa pasar sebesar 8,9 persen di Cina alias berada di posisi ke-5 sebagai vendor paling laris di negeri itu. Hasil tersebut, jauh dibandingkan apa yang mereka peroleh di tahun 2015 dengan memperoleh 15,1 persen pangsa pasar alias menjadi pemuncak klasemen.

Merujuk data yang dirilis IDC tentang pangsa pasar vendor ponsel pintar pada kuartal-1 2017 ini, tidak ada nama Xiaomi di 5 besar vendor paling laris. Padahal, di 5 besar daftar tersebut, setidaknya ada 3 nama perusahaan asal Cina yang mengekor tepat di bawah Samsung dan Apple.

Salah satu alasan penyebab merosotnya penjualan Xiaomi adalah gencarnya gempuran dari pesaing. Mereka malah menangguk sukses melalui strategi pemasaran konvensional dengan menyajikan banyak reseler-reseler yang membuat calon pembeli mudah menggapai produk-produk mereka. Selain itu, perusahaan-perusahaan pesaing, melakukan strategi marketing jor-joran dengan memasuki area-area populer di masyarakat.

Kesialan tak berhenti di situ. Di akhir tahun kemarin, salah satu sosok yang mengantarkan kejayaan mereka, Hugo Barra, Vice Presiden Xiaomi, mundur dari Xiaomi untuk bergabung bersama Facebook dalam tim Oculus mereka. Barra termasuk sosok penting di Xiaomi. Ia adalah salah satu sosok yang membuat Xiaomi berhasil membuat desain futuristik dari portofolio buatannya yakni Xiaomi Mi Mix.

Tak ingin momen kejatuhan mereka terus berlanjut, Xiaomi menyiapkan beberapa langkah strategi untuk kembali menapaki tangga kemenangan mereka. Salah satu langkah mereka adalah membangun toko fisik untuk menjual produk-produk bikinan Xiaomi sebanyak-banyaknya.

"Untuk menjadi perusahaan internet dan pembuat ponsel pintar berpengaruh, kami harus memiliki (toko) online dan offline. (memiliki toko fisik) Penting untuk membiarkan orang-orang mencoba produk kamu, dan juga untuk memperoleh timbal-balik dari fans kami," ujar Wang Xiang, Senior Vice President Xiaomi.

Secara lebih spesifik, Xiaomi hendak membangun toko fisik serupa dengan apa yang dilakukan Apple melalui Apple Store. Merujuk data yang dipublikasikan MacRumors, dari Mei 2011 hingga kini, Apple memiliki 497 Apple Store yang tersebar di 17 negara. Dari angka tersebut, 270 Apple Store berada di kandang mereka sendiri, Amerika Serikat.

Apple Store, menyajikan pengalaman pengguna yang amat memanjakan pelanggan mereka. Berbeda dengan penjualan online, melalui toko fisik eksklusif tersebut, orang-orang yang akan membeli produk Apple, bisa lebih mudah memahami produk yang hendak mereka beli dan langsung berinteraksi dengan pegawai Apple. Apalagi, toko fisik Apple tersebut, memiliki desain yang sangat baik dan terlebih berada di lokasi-lokasi strategis. Fanboy Apple yang membeli produk-produk Apple, tentu memiliki pengalaman tersendiri kala mereka berbelanja di Apple Store.

Pengalaman pengguna dan eksklusifitas adalah sesuatu yang ingin Xiaomi gapai. Jin Di, peneliti dari IDC Cina mengungkapkan, alasan brand Cina membangun toko fisik adalah karena mereka ingin menaikkan derajat brand mereka guna menjangkau pembeli kelas atas.

Xiaomi sendiri, setidaknya telah memiliki 100 Mi Homes hingga kini. "Buat saya, rasanya seperti Apple Store. Maksud saya (lihat) mejanya, dan dekorasinya," ujar salah satu pengunjung Mi Homes.

Guna membalikkan keadaan, Xiaomi berencana akan membangun 1.000 toko fisik Mi Homes hingga tahun 2019 mendatang. Sebagaimana dilaporkan oleh Bloomberg, langkah tersebut diperkirakan akan mendatangkan penjualan hingga 70 miliar Yuan atau setara dengan $10 miliar hingga tahun 2021 mendatang.

infografik satu lagi dari xiaomi

Xiaomi sebelumnya telah memiliki toko fisik demikian sejak tahun 2011. Namun, alih-alih memajang produk, menjualnya, dan memberikan pengalaman pengguna selayaknya Apple Store, Mi Homes versi awal tersebut lebih berupa service center dan tempat bagi pelanggan mereka mengambil produk Xiaomi selepas mereka membelinya secara online.

Bukan hanya Xiaomi saja yang mengusung konsep toko ekslusif demikian. Perusahaan-perusahaan lain pun ramai-ramai membikin toko eksklusifnya sendiri-sendiri. Pengalaman pengguna dan menaikkan derajat brand adalah alasan yang hendak digapai. Apalagi, sudah menjadi rahasia umum bahwa produk dengan embel-embel “made in china”, memiliki stigma yang kurang baik di masyarakat.

Tentu, membangun toko fisik dengan desain ciamik di lokasi strategis bukanlah tindakan yang murah. Biaya besar untuk membangun atau menyewa tempat, harus dikeluarkan oleh Xiaomi.

Selain Mi Homes, salah satu strategi Xiaomi untuk kembali berjaya adalah dengan melakukan kesepakan paten dengan Nokia. Nokia, perusahaan teknologi yang dulu pernah berjaya, pada tanggal 5 Juli kemarin, menjalin kerjasama paten dengan Xiaomi. Dalam kerjasama tersebut, Xiaomi maupun Nokia, bisa memanfaatkan patennya masing-masing.

Xiaomi memang sudah seharusnya menjalin kerjasama dengan perusahaan pemilik paten-paten teknologi seperti Nokia. Sebagaimana dikutip dari Fortune, Xiaomi pernah bermasalah dengan Ericsson akibat bermasalah dengan paten mereka. Berkongsi dengan Nokia, menghindarkan masalah serupa yang mungkin mereka alami di masa mendatang.

Dua langkah di atas tentu tak lantas membikin Xiaomi menanjak kembali. Perusahaan-perusahaan teknologi dunia, diyakini juga memiliki strateginya masing-masing guna menarik hati konsumen. Keberhasilan strategi Xiaomi, memang membutuhkan waktu untuk melihat apakah sukses ataupun tidak.

Baca juga artikel terkait XIAOMI atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti