tirto.id - Wakil Kepala Satgasus Pencegahan Korupsi Polri Novel Baswedan mengapresiasi kinerja Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam mengungkap peredaran oli palsu di Kawasan Tangerang, Banten.
Penemuan ini, lanjut Novel, jika dibiarkan akan menjadi benih-benih terjadinya praktik korupsi.
"Segala hal yang sifatnya pelanggaran hukum, itu menjadi penyebab terjadinya praktik korupsi di lapangan," kata Novel di gudang penyimpanan oli palsu di Tangerang, Banten, Senin (17/4/2023).
"Kita berharap dengan dilakukan tindakan yang konsisten dan sungguh-sungguh ini bukan sekedar terkait dengan perdagangan saja tapi kepentingan konsumen, itu yang paling penting. Dalam perspektif korupsi, segala hal yang sifatnya pelanggaran hukum itu menjadi peluang terjadinya korupsi di lapangan," tambahnya.
Novel berharap, pengusutan kasus seperti ini serta praktik-praktik pelanggaran serupa harus segera ditindak dengan tegas. Hal itu dilakukan agar para pelaku jera dan tidak mengulanginya kembali.
Novel menambahkan pihak Satgasus akan terus berkoordinasi atau bekerjasama dengan pihak Kemendag dalam mengungkap kasus ini lebih dalam. Penemuan ini, tambahnya, dilakukan demi melindungi masyarakat.
Seperti diketahui, Kemendag berhasil mengungkap peredaran minyak pelumas illegal atau oli palsu sebanyak 1.153 drum dengan nilai Rp16,5 miliar di Tangerang, Banten.
Temuan itu meliputi pabrik produk pelumas, mesin-mesin, puluhan drum, 196.734 botol oli bekas, paket siap kirim dan stiker kemasan botol oli. Pabrik tersebut memproduksi pelumas yang dikemas menggunakan beberapa merek ternama.
"Kami melihat, memantau dan juga mengobservasi langsung adanya kejadian yang tadi teman-teman sudah lihat sendiri terkait dengan produksi dan pemalsuan merek-merek seperti ini, pelumas, oli pelumas yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu," kata Wakil Menteri Kementerian Perdagangan, Jerry Sambuaga, di gudang penyimpanan oli palsu, Tangerang, Banten, Senin (17/4/2023).
Jerry Sambuaga menyebut, oli palsu yang ditemukan tersebut tidak berstandar nasional Indonesia (SNI), dan tidak memiliki nomor pelumas terdaftar (NPT), serta nomor pendaftaran barang (NPB).
"Ini melanggar Undang-undang konsumen dan tentunya tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan. Dan yang paling penting adalah juga tidak boleh merek-merek yang seharusnya diproduksi tapi disalahgunakan oleh oknum, jadi melanggar hukum ketentuan yang ada," jelasnya.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Reja Hidayat