Menuju konten utama

Umur Berapa Anak Bisa Mulai Belajar Puasa Ramadhan?

Anak yang belajar puasa Ramadhan harus mendapat asupan sahur dan berbuka yang optimal.

Umur Berapa Anak Bisa Mulai Belajar Puasa Ramadhan?
Ilustrasi Anak Puasa. foto/istockphoto

tirto.id - Ramadhan 2022 akan dimulai pada awal April. Banyak persiapan yang sudah mulai dilakukan jelang Ramadhan 2022.

Salah satu hal yang bisa mulai disiapkan adalah melakukan sounding atau memberitahukan pada anak-anak bahwa tahun mereka sudah mulai bisa ikut puasa Ramadhan di awal April.

Namun, sebenarnya pada usia berapa anak sudah mulai bisa belajar puasa Ramadhan?

Walaupun anak-anak yang belum pubertas tidak wajib menjalani puasa Ramadhan, tetapi tak ada salahnya jika mereka mulai belajar untuk menjalani puasa.

Dokter spesialis anak konsultan nutrisi metabolik Cut Nurul Hafifah mengatakan, anak bisa mulai diajari puasa ketika berusia tujuh tahun.

"Pada usia ini dampak kesehatan yang tidak diinginkan akibat berpuasa semakin jarang ditemui," kata Cut dalam keterangan resmi, Kamis (15/4), seperti dilansir Antara.

Nurul mengatakan, puasa bisa mengubah kondisi tubuh anak. Setelah puasa enam jam, tubuh mulai memecah cadangan gula dalam tubuh (glikogen) untuk menjaga kadar gula dalam darah.

Bila puasa dilanjutkan hingga mencapai 16 jam, perlahan cadangan glikogen akan habis. Tubuh kemudian akan menggunakan lemak sebagai sumber energi.

Protein sebagai zat pembangun tubuh akan diusahakan untuk dijaga dan merupakan komponen terakhir yang akan dipakai bila puasa terus berlanjut.

Semakin kecil usia seorang anak, maka cadangan glikogen yang dimiliki semakin sedikit. Akibatnya bayi dan balita lebih berisiko mengalami hipoglikemia, yaitu berkurangnya kadar gula darah dalam tubuh.

"Anak yang berusia di bawah usia 7 tahun merupakan kelompok yang lebih berisiko mengalami hipoglikemia apabila berpuasa," kata dokter yang praktik di RS Pondok Indah ini.

Selain itu, kelompok usia ini lebih rentan mengalami kekurangan cairan. Perubahan pola tidur akibat bangun sahur juga dapat berdampak pada kemampuan di sekolah.

Seiring berjalannya usia, dampak kesehatan yang tak diinginkan akibat puasa makin jarang ditemui. Ketika anak remaja, risiko hipoglikemia juga berkurang. Anak sudah mampu menahan lapar dan haus.

Apa yang harus diperhatikan jika anak mulai belajar puasa Ramadhan?

Dokter Spesialis Anak Arifianto atau yang akrab disapa Apin menjelaskan bahwa anak yang belajar puasa Ramadhan harus mendapat asupan sahur dan berbuka yang optimal.

Ia menganjurkan agar menu berbuka pada anak sebaiknya dengan indeks glikemik tinggi guna menaikkan gula darah. Saat sahur, menu yang dipilih sebaiknya memiliki indeks glikemik rendah, tapi bisa mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh.

Contohnya adalah beras merah, ubi-ubian, kacang, oat, roti gandum, pisang, apel, dll. Makanan-makanan tersebut berfungsi memperpanjang waktu pengolahan energi dalam tubuh.

Selama puasa empat jam pertama, tubuh akan mengolah kalori dari makanan. Pada empat jam setelahnya, energi diambil dengan memecah glikogen dari otot dan hati. Di atas waktu tersebut, tubuh baru memecah protein atau lemak untuk dijadikan sumber energi.

“Jangan lupa cukup serat, karena puasa membikin risiko sembelit. Anak juga harus cukup minum dan cukup tidur agar aktivitasnya selama puasa tetap terjaga,” sambung Apin.

Pola tidur anak yang berkurang karena terpotong solat tarawih dan sahur dapat disiasati dengan menambah jam tidur setelah sahur dan sepulang sekolah.

Anak sebaiknya dibangunkan sahur berdekatan waktu subuh. Setelah salat, mereka bisa melanjutkan tidur sebelum berangkat sekolah. Intinya, jangan mengurangi total tidur anak selama delapan jam, karena hal itu akan membikin kondisi tubuh bertambah lesu.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Iswara N Raditya