Menuju konten utama

Tuntut Pemenuhan APD, IDI dkk Ancam Mogok Merawat Pasien COVID-19

"Tenaga medis tanpa APD tidak ikut merawat pasien Covid-19 demi mencegah penularan," tulis PB IDI.

Tuntut Pemenuhan APD, IDI dkk Ancam Mogok Merawat Pasien COVID-19
Pelaku usaha konveksi menunjukkan sampel pakaian APD (alat Pelindung Diri) kesehatan yang telah selesai produksi di UKM Tulip Craft, Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (27/3/2020). ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/nz

tirto.id - Gabungan organisasi profesi kesehatan membuat surat pernyataan bersama untuk pemenuhan alat pelindung diri (APD). Tenaga medis tanpa APD tidak ikut merawat pasien Covid-19 demi mencegah penularan, isi salah satu poin pernyataan itu.

Pernyataan bersama ini diinisiasi lima organisasi profesi kesehatan, yakni Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Pernyataan bersama disetujui oleh 38 organisasi kesehatan lain di Indonesia.

Daeng M. Faqih, Ketua Umum PB IDI, membenarkan surat pernyataan bersama itu, yang satu paket dengan surat edaran enam halaman. “Yang pakai APD boleh merawat pasien Covid-19,” kata Faqih kepada Tirto, Jumat malam, (27/3/2020).

Isi pernyataan terdiri dari tiga poin utama:

  1. Dalam kondisi wabah saat ini kemungkinan setiap pasien yang kami periksa adalah orang dalam pemantauan (ODP) atau pasien dalam pengawasan (PDP) atau pasien Covid-19.
  2. Jumlah tenaga kesehatan yang terjangkit Covid-19 semakin meningkat bahkan sebagian meninggal dunia.
  3. Setiap tenaga kesehatan berisiko tertular Covid-19.
Dari poin itu, mereka meminta APD terjamin untuk setiap tenaga kesehatan. Jika tuntutan tidak dipenuhi, anggota profesi diminta "tidak ikut melakukan perawatan pasien Covid-19 demi menjaga keselamatan diri."

“Sejawat yang tertular selain jatuh sakit, akan berdampak pada terhentinya pelayanan penanganan dan berisiko menularkan ke pasien,” penutup surat tersebut.

Tirto mengonfirmasi kebenaran surat ini kepada pengurus PDGI Ahmad Syaukani dan Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah. Mereka membenarkan telah menyepakati isi dan ketentuan dalam surat tersebut.

Sementara Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto, berkomentar: “Yang bikin draf PDPI, tapi dokter harus bekerja profesional, itu kuncinya."

"Kami tetap menangani pasien dengan menggunakan APD," tambah dia. "Kalau tidak ada APD, tidak bisa periksa pasien. Tentu APD di lapangan kami siasati sehingga pelayanan tetap berjalan."

Saat ini tenaga kesehatan di Indonesia harus bertarung dengan senjata seadanya di tengah situasi pandemi COVID-19 dan jumlah pasien yang semakin membeludak. Persediaan APD sangat terbatas sehingga potret tenaga medis menggunakan jas hujan sebagai APD seakan menjadi hal lazim.

Selama pekan ini, sedikitnya ada sembilan tenaga kesehatan yang meninggal terinfeksi SARS-CoV-2, menurut perhitungan redaksi Tirto.

Pada 23 Maret, IDI mengumumkan 6 sejawat dokter yang meninggal sebagai “korban pandemi Covid-19”, lima dokter di antaranya terinfeksi virus tersebut. Berikutnya, tiga dokter yang meninggal masing-masing adalah seorang pengurus IDI Jakarta Barat, anggota IDI Bandung, dan pejabat dinas kesehatan Kota Bogor, satu klaster dengan rombongan Bima Arya.

Para tenaga kesehatan adalah lapisan profesi paling rentan terkena virus corona selama pandemi COVID-19. Di Jakarta, episentrum perdana penyebaran virus ini, ada 50 tenaga medis yang tercatat terpapar COVID-19, tersebar di 24 rumah sakit per 26 Maret lalu.

Sejauh ini 70 ribu APD dari pemerintah pusat dan 40 ribu dari pemerintah daerah DKI Jakarta belum mampu menutup kebutuhan APD tenaga medis Indonesia. Seorang dokter di rumah sakit umum daerah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, berkata kepada Tirto bahwa kelangkaan peralatan medis dan alat pelindung diri seakan mendorong mereka menjalankan “misi bunuh diri” memerangi COVID-19.

Presiden Joko Widodo pada awal pekan ini menjanjikan bahwa pemerintah akan memberikan insentif kepada tenaga kesehatan antara Rp5 juta-Rp15 juta per bulan. Sementara tenaga medis yang meninggal karena menangani corona akan diberi santunan Rp300 juta, janji Jokowi.

Jumlah pasien COVID-19 meningkat setiap hari dan sebarannya semakin luas. Per 27 Maret, menurut data pemerintah, 1.046 pasien positif corona, 913 pasien dalam perawatan, 87 pasien meninggal, dan 46 kasus sembuh. Mereka tersebar di 28 provinsi.

________

ADENDUM

Klarifikasi PB IDI

Pada 28 Maret, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia membuat klarifikasi atas pemberitaan media yang menyebut “mogok” sebagai judul berita untuk keterangan “tenaga medis tanpa APD tidak ikut meawat pasien Covid-19 demi mencegah penularan,” salah satu poin dalam surat edaran IDI pada 27 Maret, yang kami jadikan berita di sini.

Klarifikasi yang ditandatangani Ketua UMUM PB IDI Daeng M. Faqih dan dikirim ke Ketua Dewan Pers ini menyampaikan:

1. Tidak ada ancaman mogok oleh petugas/tenaga kesehatan.

2. Petugas kesehatan tetap bersama rakyat di lini depan untuk menolong dan merawat warga yang sakit karena virus COVID-19.

3. Mengimbau kepada semua pihak untuk lebih bekerja keras dalam menangani COVID-19, termasuk membantu penyediaan APD yang memadai bagi petugas kesehatan.

4. Mengimbau petugas kesehatan untuk lebih berhati-hati dan memastikan mematuhi SOP pemakaian APD dalam melakukan perawatan pasien COVID-19.

Baca juga artikel terkait WABAH VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Fahri Salam