tirto.id - Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) jelas krusial. Inilah titik awal agar negara bisa memiliki aparatus yang berintegritas. Dengan karakter demikian, pada akhirnya publik juga yang diuntungkan.
Hal ini jelas belum tercapai, setidaknya jika merujuk pada keterangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) baru-baru ini. BKN menemukan 7.749 PNS terlibat tindak pidana korupsi, 2.674 di antaranya bahkan telah mendapat vonis yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Fakta lain: baru 317 pegawai yang telah dipecat, sementara sisanya masih berstatus PNS aktif.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan-RB, Mudzakir, jelas tahu persoalan ini. Namun dia menganggap kalau instansinya telah mengupayakan pencegahan agar PNS tak terlibat korupsi lewat seleksi yang ketat.
"Ada persyaratan tentang menjaga integritas, misalnya SKCK [Surat Keterangan Catatan Kepolisian], ada seleksi kompetensi dasar dan ada mekanisme wawancara juga," kata Mudzakir kepada Tirto, Jumat (7/9/2018).
Upaya ini juga, katanya, telah tertuang di dalam lampiran Peraturan Menpan-RB Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018 yang ditetapkan pada 27 Agustus lalu.
Dalam beleid tersebut dikatakan ada tiga macam tes yang harus ditempuh para calon abdi negara. Pertama, seleksi administrasi; kedua, seleksi kompetensi dasar yang meliputi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Tes Intelegensi Umum (TIU), dan Tes Karakteristik Pribadi (TKP).
Di TWK salah satu poin yang diuji adalah soal integritas. Sementara pada TKP beberapa poin yang diujikan selain integritas diri adalah profesionalisme, kemampuan mengendalikan diri serta orientasi pada pelayanan.
Selepas seleksi kompetensi dasar, para CPNS harus menghadapi seleksi terakhir: kompetensi bidang. Di sini para pendaftar harus menghadapi sesi wawancara.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Satria Imawan, mengatakan metode seleksi yang demikian masih belum cukup untuk menghasilkan abdi negara berintegritas dan bebas korupsi.
"Tidak cukup hanya wawancara karena orang bisa berpura-pura. Sangat imitasi karena orang ingin mengesankan," ujar Satria kepada Tirto, Jumat (7/9/2018).
Menurut pria yang juga peneliti di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM ini, para pelaksana seleksi CPNS seharusnya membuat simulasi yang menempatkan para calon PNS pada kondisi di mana mereka harus mengelola anggaran. Menurutnya hal itu sudah jamak dilakukan di sektor swasta.
"Jadi semacam workshop gitu ya," katanya.
Mentok
Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Mohammad Ridwan mengtakan seleksi yang dilakukan lembaganya selama ini sudah cukup. Yang jadi masalah, katanya, bukan pada pola rekrutmen, melainkan apa yang terjadi setelah orang-orang yang lolos mulai bekerja.
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) seperti Menteri, Gubernur, Wali Kota belum maksimal, kata Ridwan. Ia memberi contoh kasus ribuan PNS yang terlibat korupsi, yang telah disebut di atas.
Kata Ridwan, BKN sebetulnya telah mengirim surat ke PPK untuk segera memecat PNS korup, tapi ternyata tak dilakukan. Padahal dengan cara ini, katanya, PNS lain yang tak terlibat bisa belajar dan tidak coba-coba melakukan hal serupa.
Ia menyandarkan argumentasinya pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Di sana disebut kalau abdi negara yang terlibat tindak pidana maka yang bersangkutan harus dipecat secara tidak hormat.
"BKN merasa tidak cukup kuat untuk mendorong PPK menghentikan PNS yang terlibat korupsi," katanya kepada Tirto, Jumat (7/9/2018).
BKN tidak memiliki kewenangan untuk menghukum PPK karena mereka bukan penegak hukum, ujar Ridwan. Pihaknya hanya bisa menyurati dan memberi teguran.
Akhirnya, untuk mengatasi masalah PNS korup, BKN menggandeng sejumlah instansi seperti Kemenpan-RB, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kementerian Dalam Negeri. Tujuannya agar PPK patuh dan segera memecat PNS bermasalah. Ridwan berharap kerja sama tersebut bisa terus berlanjut.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino