Menuju konten utama

BPK: Penyimpangan Anggaran Perjalanan Dinas PNS Capai Rp39 M

BPK mencatat ada penyimpangan perjalanan dinas aparatur sipil negara (ASN) sebesar Rp 39,26 miliar di 46 kementerian/lembaga.

BPK: Penyimpangan Anggaran Perjalanan Dinas PNS Capai Rp39 M
Gedung BPK RI. FOTO/Antaranews

tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2023. Dalam laporan tersebut, ada penyimpangan perjalanan dinas aparatur sipil negara (ASN) sebesar Rp39,26 miliar di 46 kementerian/lembaga.

"Penyimpangan belanja perjalanan dinas sebesar Rp39.260.497.476,43 pada 46 kementerian/lembaga," bunyi laporan tersebut, dikutip Senin (10/6/2024).

Perincian penyimpangan belanja perjalanan dinas tersebut paling banyak terjadi akibat belanja perjalanan yang tidak sesuai ketentuan atau kelebihan pembayaran pad 38 K/L dengan kumulatif hingga Rp19,65 miliar.

Tercatat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengembalikan sisa kelebihan pembayaran perjalanan dinas ke kas negara sebesar Rp10.577.986.566. Kemudian, BRIN sebesar Rp1.503.325.639 merupakan belanja perjalanan dinas pada satker Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) yang tidak akuntabel dan tidak dapat diyakini kewajarannya.

Lalu, BPK juga melaporkan Kementerian Hukum dan HAM sebesar Rp1.305.700.156 merupakan perjalanan dinas yang melebihi kelas yang diperkenankan untuk jabatan, serta bukti akomodasi dan transportasi yang dipertanggungjawabkan pelaksana lebih besar dibandingkan dengan bukti yang pengeluarannya.

Di samping itu ada belanja barang belum ada bukti pertanggungjawaban sebesar Rp14,7 miliar. Dengan rincian, Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp5.036.073.525 merupakan penggunaan daftar pengeluaran riil sebagai pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas dalam negeri yang tidak dapat diyakini kebenarannya atau fiktif.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebesar Rp211.813.287 merupakan pengadaan tiket transportasi dan penginapan melalui Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang tidak seluruhnya didukung dengan bukti yang memadai dan sesuai ketentuan.

Kemudian, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebesar Rp7.402.500.000 merupakan pembayaran biaya transpor kepada peserta kegiatan sosialisasi yang tidak dapat diyakini keterjadiannya.

BPK juga melaporkan adanya perjalanan dinas fiktif sebesar Rp9.308.814 terjadi pada Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp2.482.000 merupakan perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan dan BRIN sebesar Rp6.826.814 merupakan pembayaran atas akomodasi yang fiktif.

Permasalahan penyimpangan perjalanan dinas lainnya sebesar Rp4,8 miliar di antaranya terjadi pada Kementerian PUPR sebesar Rp1.147.928.558 merupakan perjalanan dinas oleh pelaksana yang tidak seharusnya, serta pertanggungjawaban tanpa didukung bukti pengeluaran secara at cost.

Kemudian, Kementerian PANRB sebesar Rp792.178.197 merupakan kegiatan perjalanan dinas tanpa didukung bukti pengeluaran yang sah serta pemborosan biaya perjalanan dinas berupa travel charge yang timbul karena kesalahan pegawai dalam pemesanan tiket.

Kementerian Pertanian sebesar Rp571.738.179 merupakan penggunaan daftar pengeluaran riil untuk pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas dalam negeri yang tidak sesuai ketentuan.

"Atas permasalahan belanja perjalanan dinas sebesar Rp39.260.497.476,43 tersebut di atas ditindaklanjuti melalui pertanggungjawaban dan/atau penyetoran ke kas negara sebesar Rp12.793.531.414,33," tulis dalam laporan tersebut.

Baca juga artikel terkait BPK atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang