tirto.id - "Pengurangan karyawan yang telah dilakukan sampai dengan periode Juni 2017 adalah sebanyak lebih kurang 250 karyawan. Tidak menutup kemungkinan adanya perubahan atau pemutusan hubungan kerja."
Begitulah isi surat yang dilayangkan PT Express Transindo Utama Tbk. (TAXI) kepada PT Bursa Efek Indonesia pada 4 Oktober 2017. Surat itu merupakan tanggapan atas permintaan penjelasan terkait laporan keuangan TAXI per Juni 2017.
Taksi yang menjadi jejaring bisnis Rajawali Group ini memang tengah menghadapi tantangan yang besar. Alasannya, peta persaingan taksi di Indonesia kini jauh berbeda sejak perusahaan aplikasi seperti Gojek, Uber, dan Grab ikut masuk.
Tidak mudah memang bagi taksi konvensional seperti TAXI untuk mengantisipasi kehadiran taksi buatan perusahaan aplikasi. Apalagi, tarif yang ditawarkan oleh taksi aplikasi jauh lebih murah. Pelayanannya pun bisa dibilang lebih baik.
Baca juga: Ramai-ramai Menolak Ojek dan Taksi Online
Sebelum kedatangan taksi aplikasi, TAXI sebenarnya pernah merasakan tahun-tahun positif. Tahun keemasan TAXI terjadi pada 2015, saat perseroan mencatatkan pendapatan paling tinggi sebesar Rp970 miliar dengan laba bersih Rp32 miliar.
Pendapatan TAXI kala itu terdiri dari pendapatan kendaraan taksi sebesar Rp833 miliar, suku cadang Rp67 miliar, sewa kendaraan Rp70 miliar dan pendapatan lain-lain sebesar Rp423 juta. Hanya pendapatan suku cadang yang mengalami penurunan.
Namun, kinerja positif TAXI tersebut berbalik arah pada tahun berikutnya, saat transportasi berbasis aplikasi mulai marak. Pendapatan usaha perseroan pada 2016 turun 36 persen menjadi Rp618 miliar. Hanya pendapatan dari lain-lain yang mengalami kenaikan, sisanya anjlok.
Laba usaha yang tadinya untung, berbalik menjadi rugi Rp185 miliar. Selain karena pendapatan yang menurun, rugi bersih juga disebabkan beban langsung yang tinggi sebesar Rp540 miliar, dan adanya kerugian penjualan aset tetap senilai Rp19 miliar.
Perubahan yang ekstrem dari untung kemudian menjadi rugi memaksa manajemen TAXI mengatur ulang strategi. Hal yang dilakukan TAXI di antaranya dengan mengubah struktur anggota direksi dan dewan komisaris.
“Struktur manajemen baru akan lebih tangguh dan visioner, sehingga kinerja operasional dan finansial perseroan dapat ditingkatkan secara maksimal,” kata Handy Prawira, Sekretaris Perusahaan TAXI kala itu.
Pada 19 Januari 2017, sebanyak enam nama yang mengundurkan diri yakni Daniel Podiman selaku direktur utama dan David Santoso selaku direktur perusahaan. Dari dewan komisaris yakni Tan Tjoe Liang, Darjoto Setyawan, Paul Capelle dan S.Y Wenas.
Pada saat yang sama, TAXI menunjuk Benny Setiawan sebagai direktur utama, Perseroan mengangkat anggota dewan komisaris yakni Abed Nego, Satrio Tjai dan M. Alfan Baharudin.
Kinerja Keuangan TAXI Masih Tertekan
Penurunan pendapatan TAXI masih berlanjut hingga semester I 2017, bahkan bisa dibilang lebih parah. TAXI mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp159 miliar, anjlok 58 persen dari periode yang sama tahun lalu Rp374 miliar.
Tingkat rata-rata utilitas armada TAXI yang menurun menjadi 45 persen dari sebelumnya 50-55 persen menjadi salah satu penyebab terkoreksinya pendapatan. Selain itu, jumlah armada juga mengalami penurunan dari 9.700 unit menjadi 9.600 unit.
Selain utilitas, pendapatan yang menurun juga disebabkan diskon yang diberikan perseroan atas setoran harian untuk taksi kemitraan. Target setoran pengemudi dari semula Rp240.000 per hari menjadi Rp 150.000 per hari.
Kerja sama antara TAXI dan perusahaan aplikasi Uber pada akhir 2016 juga belum banyak membantu menaikkan utilitas armada taksi Ekspress. Meski begitu, kontribusi aplikasi Uber terhadap total pendapatan taksi perseroan sudah mencapai sekitar 5%.
Baca juga: KPPU Mulai Selidiki Tarif Predator Taksi Online
Anjloknya pendapatan membuat perseroan semakin merugi. TAXI mencatatkan rugi bersih sebesar Rp133 miliar, naik tiga kali lipat dari realisasi rugi bersih perseroan pada periode yang sama tahun lalu Rp43 miliar.
Rugi bersih yang dialami TAXI juga disebabkan nilai beban langsung yang turun 23% menjadi Rp234 miliar, lebih lambat ketimbang laju penurunan pendapatan. Alhasil, laba per saham TAXI pun menjadi rugi Rp62,04 per saham
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Kinerja keuangan TAXI yang memburuk membuat PT Pemeringkat Efek Indonesia menurunkan peringkat obligasi TAXI senilai Rp1 triliun menjadi BB+ dari sebelumnya BBB.
Efek utang dengan peringkat BB mengindikasikan bahwa obligor masih mampu membayar bunga dan pokok utang dari seluruh kewajiban finansialnya. Namun, risiko investasi menjadi tinggi, dan sangat peka terhadap perubahan keadaan yang merugikan.
Efisiensi ala TAXI
Besarnya tekanan kinerja keuangan TAXI, khususnya dari beban usaha membuat perseroan melakukan sejumlah langkah mitigasi, di antaranya dengan menjual beberapa aset perseroan seperti tanah kosong, ruko, armada taksi dan bus.
Penjualan aset berupa tanah masih dalam proses. Sementara untuk armada taksi, perseroan telah menjual 136 unit dan 1 bus. Dana yang dihimpun dari penjualan armada mencapai Rp2,5 miliar, dan sisanya Rp3,5 miliar akan terealisasi pada periode berikutnya.
“Sebagian besar dana dari hasil penjualan aset akan digunakan untuk mengurangi kewajiban jangka panjang. Sisanya, untuk menunjang kegiatan usaha dan operasional,” tutur Megawati Affan, Sekretaris Perusahaan TAXI dalam keterbukaan informasi.
Selain menjual aset perseroan, TAXI melakukan pemetaan kebutuhan karyawan. Hingga kuartal III/2017, sebanyak 400 karyawan nonpengemudi sudah diberhentikan, alias terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Sampai kuartal III, kami melakukan efisiensi kepada 400 karyawan [terdiri dari karyawan harian lepas, kontrak hingga tetap] dan sudah kami setop [PHK]," kata Benny Setiawan, Direktur Utama TAXI, dikutip dari Kompas.
Baca juga: Ongkos Taksi Jakarta Paling Murah Kelima di Dunia
Sejalan dengan pengurangan karyawan, TAXI juga akan merampingkan jumlah bengkel dari sebelumnya ada di 29 pool taksi, menjadi lima bengkel dengan ukuran yang lebih besar, dan tersebar di wilayah Jakarta.
Di sisi lain, Benny mengungkapkan perseroan tetap membuka program rekrutmen pengemudi dengan pemberian diskon. Hal ini juga bertujuan untuk menaikkan tingkat utilitas operasional armada taksi Express.
BIRD Masih Untung
Lantas, bagaimana dampak transportasi online atau taksi aplikasi terhadap PT Blue Bird Tbk. (BIRD), selaku pemegang pangsa pasar terbesar industri taksi? Apakah taksi Blue Bird bisa bertahan dalam mengantisipasi gempuran taksi aplikasi?
Jika melihat dari laporan keuangan BIRD, penurunan performa perseroan pada paruh pertama tahun ini memang masih lebih baik ketimbang yang dialami TAXI. Pendapatan BIRD tercatat Rp2,08 triliun, turun 16% dari periode yang sama tahun lalu.
Beban langsung perseroan juga turun. Namun, tidak seperti TAXI, BIRD mampu menurunkan beban selaras dengan penurunan pendapatan, yakni 16% menjadi Rp1,5 triliun. Laba bersih BIRD pun juga turun 16% atau sebesar Rp194,27 miliar.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menilai kinerja keuangan BIRD yang lebih baik ketimbang TAXI pada paruh pertama tahun ini, lebih dikarenakan posisi BIRD sebagai pemegang pangsa pasar terbesar, yakni sekitar 35%.
“Selain itu, BIRD juga dapat menjaga penghasilannya karena ditopang dari kerja sama antara perusahaan dengan berbagai korporat lainnya. Jadi, BIRD cukup mampu untuk bertahan di tengah persaingan yang kian ketat ini,” ujarnya kepada Tirto.
Kendati demikian, BIRD tidak bisa berpuas diri karena gempuran transportasi online dan taksi aplikasi membuat persaingan kian ketat. Menurut Reza, BIRD maupun TAXI harus juga menyasar teknologi atau aplikasi guna menarik pelanggan.
Dia menilai kerja sama antara perusahaan taksi dengan perusahaan aplikasi—seperti BIRD dengan Gojek dan TAXI dengan Uber—merupakan langkah yang sangat tepat. Tak hanya itu, perusahaan taksi dituntut untuk juga dapat meningkatkan pelayanannya.
“Meski kerja sama dengan perusahaan aplikasi itu belum terlihat signifikansinya, BIRD dan TAXI mau tidak mau harus mempererat hubungan ini. Apalagi, semua orang sudah pakai android. Aplikasi benar-benar sudah menjadi kebutuhan,” tutupnya.
Baca juga: Duet Blue Bird - GoCar Versus Express - Uber, Siapa Unggul?
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti