Menuju konten utama

Tolak UMP DKI Rp3,64 Juta, Buruh Bandingkan Anies dengan Ahok

PP 78/2015 tentang pengupahan menjadi instrumen para buruh untuk mengkritik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Tolak UMP DKI Rp3,64 Juta, Buruh Bandingkan Anies dengan Ahok
Sejumlah buruh menyalakan kembang api saat demo memperingati hari Buruh Internasional di Jakarta, Senin, (1/5). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Sejumlah organisasi buruh tak puas dan menolak penetapan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2018. Mereka menolak keputusan Gubernur DKI Anies Baswedan yang menetapkan angka UMP 2018 sebesar Rp3,64 juta.

Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah, mengatakan UMP DKI Jakarta 2018 belum menyejahterakan buruh lantaran masih di bawah nilai kompromi yang diajukan buruh yakni Rp3,75 juta hingga Rp3,9 juta per bulan.

Ilhamsyah menyebut, ini bukti bahwa pemerintah provinsi DKI Jakarta masih menetapkan upah buruh murah. Ia menilai bagian dari keberpihakan pada pengusaha.

“Upah murah terus dijadikan salah satu upaya menarik investasi," kata Ilhamsyah kepada Tirto, Kamis (2/11/2017).

Baca juga: Yang Terlupakan dari Kenaikan UMP

UMP DKI 2018 naik sebesar 9,4 persen. Rumusan ini diambil dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan, serta survei kebutuhan hidup layak (KHL), yang juga menghitung kenaikan inflasi, dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional. Kenaikan ini memang lebih besar dari hitungan berdasarkan PP78 yaitu 8,71 persen. Selain itu, UMP DKI Jakarta adalah yang tertinggi di Jawa untuk 2018 nanti.

Namun, rumus acuan utama kenaikan yakni PP 78/2015 ini rupanya jadi hal yang dipersoalkan buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut, Gubernur Anies seharusnya mempertimbangkan tuntutan kenaikan yang mereka utarakan. Sebab, kata dia, upah buruh Jakarta tertinggal dari Bekasi, Karawang, Vietnam, dan Malaysia. Pada 2017, UMK Karawang memang sudah mencapai Rp3,6 juta.

“Faktanya memang upah buruh DKI kecil dan murah," ujar Said Iqbal.

Senada dengan Said Iqbal dan lhamsyah, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan (FSP Farkes) Reformasi, Idris Idham, juga tak puas dan menolak UMP 2018. Padahal menurutnya, UMP berdasarkan PP 78/2015 ini pernah digugat dan dimenangkan Koalisi Buruh Jakarta, tahun lalu.

“Jika masih menggunakan PP 78/2015, berarti pemerintah melanggar UU,” kata Idris.

Kecewa Terhadap Anies-Sandi

Penetapan angka UMP Rp3,64 juta membuat kecewa buruh terhadap Anies-Sandi. FSP Farkes Reformasi, sebagai salah satu organisasi buruh, yang mengungkit janji keduanya saat masa kampanye Pilkada lalu.

Idris, Ketua Umum FSP Farkes Reformasi mengklaim Anies-Sandi sempat berjanji menetapkan UMP lebih tinggi dari PP 78/2015. Namun, menurut dia, Gubernur DKI Jakarta itu masih menggunakan PP 78/2015 dan mengesampingkan UU Nomor 13 Tahun 2003.

“Faktanya, dia menaikkan upah sesuai dengan PP 78/2015. Jauh dari harapan buruh yang menuntut Rp3,9 juta," kata Idris.

Kekecewaan serupa juga diutarakan Said Iqbal. Padahal, Said Iqbal sebelumnya merupakan pendukung Anies-Sandi dalam Pilkada DKI 2017. Said Iqbal bahkan membandingkan keputusan Anies soal UMP ini dengan keputusan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Pada 2016, Ahok berani menaikkan UMP di atas patokan PP 78/2015. Ahok sempat memutuskan tidak menggunakan PP 78/2015 dan menaikkan UMP 2016 sebesar 14,8 persen.

“Padahal kalau pakai PP 78/2015, naiknya saat itu hanya sekitar 10,8 persen saja. Jadi lebih besar 4 persen,” kata Said Iqbal.

Baca juga: Anies Tetapkan UMP 2018 di Bawah Tuntutan Buruh

Menurut Said Iqbal, Ahok jauh lebih berani memutuskan UMP ketimbang Anies dan Sandi. Pasangan Gubernur dan Wagub baru DKI ini, dinilai Iqbal, lebih mengumbar janji.

"Pemimpin dipegang janjinya," kata Said Iqbal.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan UMP 2018. Besarannya kenaikan sedikit di atas ketentuan PP 78, tapi masih di bawah permintaan buruh.

Anies mengatakan, UMP ditetapkan berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL), kenaikan inflasi, serta pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Perhitungan tersebut juga disesuaikan dengan rumus yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Dengan demikian, UMP 2018 DKI naik sebesar Rp314.535 dari sebelumnya sebesar Rp3.335.000, atau naik 9,4 persen menjadi Rp3.648.035.

Anies berharap semua pihak, seperti pengusaha maupun pekerja, bisa menerima UMP 2018 DKI. "Kami percaya, di tengah kondisi perekonomian yang tengah lesu, langkah ini akan bisa membantu bagi buruh dan pengusaha untuk menggerakkan roda perekonomian," kata Anies.

Baca juga artikel terkait UPAH MINIMUM PROVINSI atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih