tirto.id - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yakin betul begitu banyak kecurangan pada pemilihan presiden kali ini. Prabowo bahkan akan menolak total hasil penghitungan suara pilpres pada 22 Mei nanti. Namun, BPN dan Prabowo tak bicara hal serupa terkait pemilihan legislatif.
Posisi politik ini lantas dikritik banyak pihak. Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arya Sinulingga mengatakan kalau BPN pada dasarnya "pengecut" juga punya pola pikir yang "kebolak-balik".
"Yang enak mau terima, yang enggak enaknya, enggak mau terima. Kan, lucu. Konsistenlah," katanya di Jakarta, Kamis (16/5/2019) kemarin.
Sehari sebelumnya, Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding berkomentar jika terus bersikap menolak hasil pilpres, caleg dari kubu oposisi yang lolos mestinya tak dilantik.
"Enggak mengakui hasil pilpres secara otomatis enggak mengakui pileg. Kalau enggak mengakui artinya anggota DPR RI dari Gerindra termasuk parpol koalisi 02 tidak pantas dan tidak patut dilantik," kata Karding.
Koordinator Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak menanggapi dingin tudingan ini dengan bilang meski gabung dalam satu koalisi, partai-partai sebenarnya tetap independen, termasuk dalam hal menerima atau tidak menerima hasil pileg.
"Diserahkan ke partai masing-masing," kata Dahnil, Rabu (15/5/2019) lalu. "Kapasitas saya tentu bicara sebagai juru bicara Prabowo-Sandi," tambahnya.
Perolehan Suara Bagus
Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, pernah menyinggung kalau motor utama koalisi Prabowo-Sandi, PKS dan Gerindra, sebetulnya puas dengan hasil pileg karena suara mereka naik dibanding 2014.
Berdasarkan hasil hitung cepat Charta Politika, Gerindra mengoleksi 12,75 persen dan PKS sebesar 8,75 persen. Sebagai pembanding, Gerindra memperoleh suara 11,81 persen, sementara PKS 6,79 persen pada 2014.
"Kami meyakini bahwa Gerindra dan PKS pun puas dengan hasil pemilu yang telah memberikan penambahan kursi bagi dua partai itu," katanya akhir April lalu.
Pernyataan Hasto mungkin menjawab inkonsistensi yang tadi disebut. Apalagi faktanya sejauh ini tak ada pernyataan resmi dari Gerindra dan PKS tingkat pusat bahwa mereka akan membawa hasil pileg ke Mahkamah Konstitusi (MK)--satu-satunya lembaga yang berwenang mengadili sengketa hasil pemilu.
Karena itu pula bisa dipahami kalau sikap inkonsisten ini ditentang politikus yang partainya, tidak seperti PKS dan Gerindra, tak kebagian untung.
Ketua DPP Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang misalnya mengatakan pileg dan pilpres itu satu paket. Karena itu semestinya hasil pileg juga ditolak Prabowo.
"Harusnya kami juga ikut dipikirkan," katanya.
Berkarya adalah partai baru yang dikomando Tomy Soeharto. Partai ini, berdasarkan hitung-hitungan quick count, gagal lolos ke Senayan karena tak melampaui ambang batas parlemen sebesar empat persen.
Sementara Waketum PAN Bara Hasibuan mengatakan hal serupa: "kalau kita menolak satu, ya, kita harus tolak yang satu lagi."
Andre Rosiade, juru bicara BPN dari Gerindra, menjelaskan kenapa sikap mereka terkait pilpres dan pileg berbeda. Menurutnya mereka lebih fokus ke pilpres karena kecurangan memang lebih banyak terjadi di sana. Sementara pileg, meski tetap ada kecurangan, tak sampai sistematis, masif, dan terstruktur.
"Kalau di pilpres, itu ada indikasi petahana menggunakan kekuatan negara untuk memenangkan pemilihan," kata Andre kepada reporter Tirto, Rabu lalu.
Pernyataan ini lantas disindir Menteri Dalam Negeri cum politikus PDIP, Tjahjo Kumolo: "orangnya sama, yang jadi KPPS-nya sama, pengawasnya sama, saksinya sama, petugasnya sama, lho, kenapa, kok, dibedakan?"
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino & Mufti Sholih