tirto.id -
Dia menampik bahwa ucapan 'tabok' yang sempat dilontarkan Jokowi dalam pidatonya beberapa waktu lalu membuat simpatisannya berbuat kekerasan. Justru fitnah yang tak berdasar terhadap tokoh seperti Jokowi memancing emosi masyarakat dan harus dihentikan.
"Jangan terlalu tega-tega banget lah dalam politik," kata Toni pada Tirto, Senin (26/11/2018). "Tuduhan-tuduhan semacam itu bisa jadi provokasi dalam Pilpres 2019."
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahaean juga menyampaikan bahwa imbauan terus dilakukan. Tapi dia juga menyalahkan cara komunikasi daripada petahana yang terkesan memancing konflik.
“Kita meminta capres-cawapres untuk mengubah narasi tak bermutu seperti kata-kata ‘sontoloyo,’ ‘genderuwo,’ ‘tabok’, itu harus dihentikan,” kata Ferdinand pada Tirto, Minggu (25/11/2018). “Intinya ada pada petahana.”
Ketiga kata tersebut pernah disampaikan dalam pidato Jokowi dalam masa kampanye Pilpres 2019.
Ferdinand mengaku Prabowo-Sandi pun telah mengevaluasi gaya komunikasi mereka, misalnya soal ‘tampang Boyolali’ yang dianggap menyinggung dan sudah meminta maaf. Namun, petahana pun harus melakukan hal itu untuk menghentikan pertikaian di kalangan simpatisan akar rumput.
Berdasarkan laporan yang diterima Tirto dari Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera, awal kejadian tewasnya simpatisan Prabowo-Sandi karena unggahan foto dari akun Facebook anggota Front Pembela Islam (FPI) Habib Bahar yang memegang senjata jenis samurai. Foto itu disertai keterangan “siapa pendukung Jokowi yang ingin merasakan pedang ini.”
Unggahan itu mendapat komentar dari akun Facebook Idris Afandi Afandi yang menulis “saya pingin merasakan tajamnya pedang Habib Bahar tersebut."
Singkat cerita, Idris kemudian bertikai dengan seorang simpatisan Prabowo-Sandi bernama Subaidi, yang berakhir dengan hilangnya nyawa Subaidi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri