Menuju konten utama

Tikus-tikus yang Menghantui Kota

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat Gerakan Basmi Tikus dengan memberi imbalan Rp20.000 untuk satu ekor tikus yang terbunuh, alasannya karena tikus sebagai sumber penyakit. Tikus juga membuat korban jiwa di berbagai belahan dunia, tapi ada juga yang memuja binatang pengerat ini.

Tikus-tikus yang Menghantui Kota
Tikus [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Februari lalu, sebuah rumah di Peshawar, Pakistan benar-benar berduka setelah seorang bayi berusia delapan bulan tewas digigit tikus. Sang ayah, Qari Khalid tengah tertidur pulas saat peristiwa nahas itu terjadi. Hewan pengerat itu menggerogoti wajah dan hidung sang bayi malang itu.

Setelah terbangun, Khalid hanya bisa menyaksikan seekor tikus besar lari dari ruangan dan menemukan anaknya terbaring dengan genangan darah.

"Tikus itu membunuh anak saya," katanya kepada Dawn News.

Selain di Peshawar, tikus juga menyerang seorang bayi berusia empat bulan di sebuah rumah kumuh di Meksiko. Dengan ganasnya tikus itu mengunyah bagian wajah dan jari bayi hingga tewas. Peristiwa memilukan itu terjadi saat sang ibu, Lizbeth Jeronima sedang berpesta di sebuah klub malam. Saat pulang ke rumah, Lizbeth menemukan bayinya tergeletak tak bernyawa di atas tempat tidur dengan kondisi penuh darah. Kejadian tragis serupa juga terjadi di Dillsburg, Pennsylvania, AS, seorang bayi laki-laki berusia enam bulan meninggal setelah digigit tikus.

Tikus telah menjadi ancaman serius di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Menurut laporan Kantor Dinas Kesehatan DKI, Jakarta, terhitung sejak Januari hingga Oktober 2016, ditemukan kurang lebih 40 kasus penyakit leptospirosis atau penyakit kencing tikus.

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospora yang terkandung dalam air kencing tikus. Bakteri itu biasanya bercampur bersama genangan air dan banjir atau makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi.

Penyakit Leptospirosis terdapat lima kasus di Jakarta Pusat, delapan kasus di Jakarta Utara, sembilan belas kasus di Jakarta Barat, lima kasus di Jakarta Selatan dan tiga kasus di Jakarta Timur. Pada 2015, ditemukan 25 warga menderita leptospirosis dan 96 kasus pada 2014. Sehingga Pemprov DKI Jakarta mencoba membasmi tikus dengan melibatkan masyarakat, karena tak mudah untuk menekan populasi tikus.

Infografik Tikus

Berantas dengan Imbalan

Mengapa tikus sulit dibasmi? Dikutip dari Ipm.ncsu.edu, tikus mampu berkembang biak sekitar 15 ribu ekor per tahun. Dengan umur 1,5 hingga 5 bulan mereka sudah bisa kawin dan beranak. Dengan usia kehamilannya yang hanya 21 hari, setiap ekor tikus dapat menghasilkan enam hingga delapan ekor anak. Dan setiap tahunnya, seekor tikus dapat melahirkan hingga empat kali.

Berangkat dari fakta di atas, sejumlah kota akhirnya menggagas program basmi tikus dengan imbalan uang. Salah satunya Jakarta. Kota ini akhirnya menggagas sebuah program “Gerakan Basmi Tikus” dengan cara memberikan uang sebesar Rp20.000 bagi siapa saja yang bisa membunuh satu ekor tikus di Jakarta. Gerakan ini bertujuan untuk mengantisipasi berkembang biaknya penyakit yang ditularkan oleh tikus yang sering menyerang anak-anak berusia balita.

Bangkai-bangkai tikus yang terkumpul itu nantinya akan ditanam oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta atau Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Selain itu, bangkai tikus juga akan dijadikan pupuk.

Persoalan serupa juga dialami oleh Kota Detroit, Michigan, AS. Kota ini sempat menerapkan program yang sama, mereka juga memberikan imbalan sebesar 5 dolar AS untuk satu ekor tikus yang dibunuh. Masih di AS, pemerintah Boston bahkan memberikan denda sebesar 300 dolar AS per hari kepada mereka gagal membersihkan properti rumah, karena diyakini dapat memicu perkembangbiakan tikus.

Di AS juga tersedia jasa pembasmi tikus dengan biaya 100 hingga 1.000 dolar AS per rumahnya. Pada tahun 2014, industri pengendalian hama di Amerika Serikat bahkan berhasil mengumpulkan uang sebesar 7,5 miliar dolar AS, namun hama tersebut tidak hanya tikus, tetapi kecoak dan rayap.

Sempat ada gerakan sipil bernama Rodent Action Team (RAT) untuk mencegah tikus merajalela. Mereka menyiapkan beberapa tong sampah di setiap rumah dan membersihkan kota. Dua tahun kemudian populasi tikus menurun hingga 40 persen.

Sementara itu, di Kota Mumbai pemberantasan tikus dilakukan dengan membentuk tim bernama Night Rat Killers (NRK). Masing-masing anggota diwajibkan untuk membunuh 30 tikus setiap hari. Tim ini sukses melenyapkan 85 persen tikus tewas di Mumbai, India.

Di Mumbai, tikus dibantai karena dianggap mengganggu manusia, tapi tempat lain di India, tikus malah dipuja-puja karena dianggap keramat. Di India ada sebuah sebuah tempat ibadah bernama Karni Mata Temple atau The Rat Temple. Para pengikut di kuil ini justru menyembah 20.000 tikus dan membiarkan tikus-tikus leluasa berkeliaran di kawasan kuil.

Tikus suci yang disebut Kabbas ini berhasil menarik banyak wisatawan yang penasaran dengan fenomena itu. Warga setempat percaya, mereka akan beruntung jika tikus-tikus tersebut mencium kaki mereka. Bahkan mereka juga percaya, makanan atau minuman yang sudah dicicipi tikus juga membawa keberuntungan.

“Saya selalu mengunjungi kuil ini. Pertama kali saya mengunjungi tempat ini aku senang melihat tikus di sekitar. Tapi aku berteriak keras ketika tikus menyentuh kaki saya,” kata pengunjung kuil, Savita Sharma kepada Daily Mail.

Savita dan rekan-rekannya percaya bahwa tikus adalah reinkarnasi dari Dewi Karni Mata yang merupakan bagian dari klan Charin, yang hidupnya mencapai 150 tahun. Setelah kematiannya, para pengikut Charin percaya bahwa Dewi Karni bereinkarnasi menjadi tikus.

Tikus memang misterius, banyak orang membencinya, tapi ada juga orang-orang yang memujanya. Namun yang pasti, tikus yang ada di Jakarta dengan segala dampak negatif yang ditimbulkannya adalah pengganggu kota.

Baca juga artikel terkait TIKUS atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Suhendra