tirto.id - Dengan lebih dari 125 juta pengguna yang mengunjungi platform setiap bulannya, TikTok Indonesia menyadari pentingnya untuk melindungi integritas dan menjaga keamanan, terutama terkait penyebaran informasi mengenai hoaks politik.
Oleh karena itu TikTok bekerjasama dengan pemeriksa fakta global maupun lokal melalui kampanye #SalingJaga. Hal ini disampaikan oleh Faris Mufid, Public Policy & Government Relations TikTok Indonesia pada sesi konferensi pers, Rabu (16/10/2024).
"Kami meluncurkan kampanye #SalingJaga yang mendorong pengguna untuk secara aktif menciptakan ruang digital yang aman dan bisa menyaring informasi yang dikonsumsi oleh pengguna kami," jelas Faris.
Selain itu, pengguna juga dibimbing melalui panduan komunitas yang merupakan pedoman dalam melakukan moderasi konten yang dibuat, termasuk konten yang berkaitan dengan pemilu dan juga politik yang tujuannya adalah untuk menjaga agar platform tetap aman dan nyaman.
Lebih lanjut, TikTok Indonesia menyadari bahwa dalam melawan misinformasi dan disinformasi adalah pekerjaan besar yang membutuhkan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, TikTok Indonesia memperkuat kerjasama multi stakeholders ini melalui program lokakarya "TikTok Goes to Campus" yang bertujuan untuk memberdayakan generasi muda supaya lebih kritis dan proaktif dalam melawan penyebaran misinformasi.
Lokakarya tersebut digelar di empat kota, yakni Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya dan berhasil menjaring lebih dari 500 mahasiswa.
"(Kami) berhasil membekali 500 peserta mahasiswa dari empat universitas di Indonesia dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan dalam mengidentifikasi dan melaporkan konten misinformasi dan disinformasi ke platform kami," ungkap Faris.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendukung penuh upaya TikTok Indonesia untuk melawan misinformasi di ruang digital pada periode Pilkada 2024. Pasalnya, acapkali informasi yang salah bahkan bergerak lebih cepat daripada yang benar dan ini bisa memicu perpecahan.
"Dampaknya bisa lebih cepat dan sulit dikendalikan, karena sekali informasi itu di-share, maka itu bisa menyebar tanpa batas, tanpa kenal waktu, dan kerusakannya sungguh sangat sulit untuk diperbaiki. Dalam hal ini, false belief dan dorongan emosional sering menjadi pemicu utama," ungkap Hokky Situngkir, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Ditjen Aptika) Kominfo pada Rabu.
Alhasil, Hokky menambahkan dibutuhkan inisiatif bersama karena jika dibiarkan dapat memicu ketidakpercayaan kepada proses pemilu, menciptakan risiko polarisasi dan bahkan menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi itu sendiri.
Terlebih, menghadapi efek domino dari informasi yang salah itu jauh lebih sulit dan mahal daripada mencegahnya. Oleh karena itu, upaya-upaya pencegahan yang diinisiasi oleh TikTok Indonesia sangat krusial.
"Mari kita jadikan momen ini sebagai ajang peneguhan komitmen kita untuk bergotong royong memperkuat ruang digital kita di masa kampanye Pilkada ini," tutup Hokky.
Dalam kesempatan yang sama turut hadir pihak-pihak yang berkolaborasi dalam lokakarya TikTok Goes to Campus, yakni Kepala Program Studi Penerbitan/Jurnalistik, Jurusan Teknik Grafik dan Penerbitan, Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), Fitri Nur Ardiantika, dan Ketua Jawa Barat Sapu Bersih Hoax (Jabar Saber Hoaks), Alfianto Yustinova.
Editor: Tim Media Service